Wati, K. D.K.
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PENGARUH METODE PEMBAGIAN VISUAL DENGAN DAN TANPA COATING TERHADAP KESERAGAMAN BOBOT PUYER ISONIAZID DOSIS BESAR UNTUK TERAPI ANAK DENGAN HIV/AIDS-TB Maharani, A.A.S.N.; Pratama, K.M.; Niruri, R.; Dewantara, I G.N.A.; Wati, K. D.K.; Wiradotama, I G.B.G.
Jurnal Farmasi Udayana Vol. 2, No. 3, Tahun 2013
Publisher : Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Science, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.005 KB)

Abstract

Tuberkulosis (TB) merupakan infeksi oportunistik yang paling sering menjadi ko-infeksi HIV. Rekomendasi pengobatan TB pada anak yang terinfeksi HIV pada saat ini sama dengan pengobatan untuk anak tanpa infeksi HIV yaitu minimal selama 6 bulan, salah satu obat yang digunakan yaitu Isoniazid. Pemberian obat pada pasien anak masih banyak diresepkan oleh dokter dalam bentuk sediaan puyer. Cara pembagian puyer yang paling banyak dilakukan adalah secara visual, dikarenakan lebih cepat dan praktis. Namun, pembagian secara visual memungkinkan terjadinya variasi dalam bobot dan kandungan puyer terkait keterbatasan dalam kemampuan pengamatan secara visual, ketelitian, ketrampilan, serta waktu dalam menyiapkan sediaan puyer. Metode : Dilakukan pembagian serbuk menggunakan metode pembagian secara visual dengan atau tanpa coating untuk mendapatkan puyer Isoniazid dosis besar (250 mg) sebanyak 60 bungkus dengan menggunakan metode 6-6, 10-10, 15-15, 20-20, dan 30-30. Selanjutnya dilakukan penentuan keseragaman bobot puyer yang mengacu pada persyaratan Farmakope. Hasil : Dengan adanya metode coating diketahui menyebabkan persentase bobot kehilangan yang lebih kecil dibandingkan tanpa coating (Tabel B.1), sedangkan berdasarkan hasil pengujian keseragaman bobot untuk puyer Isoniazid dosis besar (250 mg),  belum diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan Farmakope edisi III, namun dengan semakin sedikit pembagian visual dalam sekali mata pandang menunjukan hasil pengujian keseragaman bobot yang lebih baik. Hal ini dilihat dari semakin sedikitnya serbuk yang penyimpangan > ±15%, semakin sedikit yang berada pada rentang ±10-15%, dan semakin banyak jumlah serbuk yang berada pada rentang <±10% (Tabel B.2). Kesimpulan : Pada penelitian ini berdasarkan hasil penentuan keseragaman bobot puyer menurut Farmakope Indonesia edisi III untuk puyer Isoniazid dosis besar (250 mg), diperoleh hasil yaitu dengan adanya coating dan semakin sedikit pembagian visual dalam sekali mata pandang menunjukan hasil pengujian keseragaman bobot yang lebih baik.
PERANAN PENGGUNAAN ALAT BANTU DALAM METODE PEMBAGIAN VISUAL TERHADAP KESERAGAMAN BOBOT PUYER LAMIVUDIN DOSIS KECIL UNTUK TERAPI ANAK DENGAN HIV/AIDS Pratama, K.M.; Niruri, R.; Wati, K. D.K.; Wiradotama, I G.B.G.; Dewantara, I G.N.A.
Jurnal Farmasi Udayana Vol. 3, No. 1, Tahun 2014
Publisher : Departement of Pharmacy, Faculty of Mathematics and Natural Science, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (29.904 KB)

Abstract

Terapi dengan Antiretroviral (ARV) atau dikenal dengan Antiretroviral Terapi (ART) digunakan untuk terapi pada pasien dengan HIV/AIDS baik pasien anak-anak maupun dewasa (WHO, 2009). Salah satu ARV yang sering digunakan untuk terapi pada pasien HIV/AIDS pediatri adalah lamivudin. Pemberian obat pada pasien anak masih banyak diresepkan oleh dokter dalam bentuk sediaan puyer. Cara pembagian puyer yang paling banyak dilakukan adalah secara visual, dikarenakan lebih cepat dan praktis. Namun, pembagian secara visual memungkinkan terjadinya variasi dalam bobot dan kandungan puyer terkait keterbatasan dalam kemampuan pengamatan secara visual, ketelitian, ketrampilan, serta waktu dalam menyiapkan sediaan puyer. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan alat bantu dalam metode pembagian visual terhadap keseragaman bobot puyer. Metode : Dilakukan pembagian serbuk menggunakan metode pembagian secara visual dengan menggunakan alat bantu untuk mendapatkan puyer Lamivudin dosis kecil (50 mg) sebanyak 60 bungkus. Selanjutnya dilakukan penentuan keseragaman bobot puyer yang mengacu pada persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil : Pada penelitian ini diperoleh hasil keseragaman bobot yang memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil pengujian  dengan menggunakan alat bantu menunjukkan dari 60 bungkus puyer yang diuji, hanya 1 bungkus serbuk yang menyimpang lebih besar dari 10% bobot rata-rata namun penyimpangannya tidak lebih dari 15% dari bobot rata-rata. Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa alat bantu memudahkan dalam penyiapan obat dalam sediaan puyer Lamivudin dosis kecil (50 mg) dan hasil penentuan keseragaman bobot puyer memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III.