Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Berbagai Usulan Kebijakan sebagai Upaya Perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.v4i2.36091

Abstract

Setelah satu tahun lebih berjalan, sistem Ja- minan Kesehatan Nasional banyak disorot dari ber- bagai segi. Beberapa upaya inovasi dilakukan misal- nya membuat kamus data yang disebut “Kata Hat-I” yang menjadi acuan bagi pengguna, sistem analis, perancang dan pengembang dalam mengelola Sis- tem Informasi Kesehatan sehingga data kesehatan mudah untuk dipertukarkan, dikonsolidasi, dan di- baca antar Sistem Informasi Kesehatan yang bera- gam. Kata Hat-I ini merupakan kamus data kesehat- an Indonesia versi 1.0 yang terdiri atasset data orang sebagai pasien, sistem jaminan kesehatan nasional serta berbagai penyakit prioritas. Namun beberapa tantangan tetap dirasakan. Pada tahun 2014 lalu, PKMK bekerjasama dengan 12 perguruan tinggi di Indonesia melakukan penelitian pemantauan pelak- sanaan JKN di daerah. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan, didapatkan hasil bahwa propinsi sampel tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian: 1) kelompok propinsi yang sudah maju dan 2) kelompok yang belum maju. Pembagian ini teruta- ma didasarkan pada ketersediaan tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung pelayanan kesehatan. Hasil yang diperoleh cukup mengejutkan, karena ternyata ada perbedaan yang ekstrim antara kedua kelompok tersebut. Setelah menyimak kon- teks latar belakang ini, maka dilakukan analisis ske- nario mengenai pencapaian Cakupan Kesehatan Semesta yang dicita-citakan pada tahun 2019.Untuk sementara ini, skenario optimis untuk pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 dinya- takan oleh para peneliti di DKI, DIY, Sumatera Sela- tan, Sumatera Barat, serta sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan sebagian di Sulawesi Selatan. Semen- tara itu, skenario pesimis ringan dan berat untuk tercapainya Cakupan Kesehatan Semesta melalui JKN pada tahun 2019 dinyatakan oleh peneliti di NTT, Kalimatan Timur, sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sulawesi Tenggara.Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi ini, agar pencapaian Cakupan Kesehatan Semesta dapat memiliki gambaran yang lebih men- janjikan? Banyak ahli dan pemerhatai sepakat bahwa salah satu langkah kunci adalah dengan memper- hatikan aspek preventif dan promotif secara lebih kuat. Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan perlu meningkatkan kegiatan preventif dan promotif. Perlu dicatat bahwa usaha preventif dan promotif se- bagian besar berada di luar wewenang Kementerian Kesehatan, atau menjadi tanggung jawab kemen- terian lainnya. Untuk itu, diharapkan ada kebijakan meningkatkan upaya yang mendukung pencegah- an dan promosi kesehatan lintas Kementerian. Ke- mentrian Kesehatan sebagai pimpinan sektor kese- hatan perlu mengambil inisiatif untuk berdialog dan mengangkat isu ini dalam pembicaraan antar kemen- trian terkait. Langkah kedua adalah memperbaiki berbagai kebijakan di JKN. Berdasarkan konsep pem- biayaan kesehatan, diharapkan ada kebijakan yang memperhatikan berbagai titik kritis di dalam sistem, salah satunya adalah peningkatan dana untuk pro- gram kesehatan dari APBN dan APBD serta dana masyarakat. Peningkatan dana ini berwujud anggar- an investasi dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mampu untuk memperluasakses terha- dap pelayanan kesehatan dan pemenuhan kecukup- an tenaga kesehatan khususnya di daerah sulit. Ino- vasi-inovasi terkait hal ini perlu diujicobakan di ber- bagai daerah dengan berbagai sifat keterbatasan dan profil epidemiologis yang berbeda untuk memberikan landasan yang cukup bagi sebuah kebijakan yang bersifat menyeluruh. Realokasi dana subsidi BBM, cukai pajak, dan sebagainya perlu menjadi topik lob- bying untuk memperluas kemampuan fiscal sektor kesehatan. Perlu pula penguatan kebijakan manaje- men dana BPJS dengan misalnya mengkaitkan pem- bayaran (reimbursement) dengan outcomes kesehat- an, mutu, dan upaya peningkatan pelayanan kese- hatan. Terutama, perlu ada kebijakan untuk memper- baiki aspek pemberi pelayanan (supply) kesehatan. Penguatan juga diperlukan untuk membangun sistem verifikator dan investigator yang lebih baik di pelayan- an primer dan rujukan untuk mencegah fraud dan penggunaan dana yang tidak efisien. Kami yakin ber- bagai macam usulan kebijakan lain perlu disampai- kan kepada pemerintah, dan untuk itu kami mengun- dang para peneliti sektor kebijakan kesehatan untuk membuat kajian-kajian yang menyediakan bukti- bukti bagi kebijakan yang diusulkan. Shita Listya DewiPusat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan.
Edisi Khusus Seri 2 Kepersertaan JKN Shita Dewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 4, No 4 (2015)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (124.034 KB) | DOI: 10.22146/jkki.v4i4.36114

Abstract

Selamat berjumpa kembali.Sebagai lanjutan dari edisi khusus yang lalu, maka edisi khusus ini masih akan membahas hal- hal terkait Jaminan Kesehatan Nasional. Pada edisi ini, bahasan difokuskan pada isu kepersertaan.Sebagaimana telah kita ketahui, salah satu komponen dari sistem jaminan kesehatan adalah sistem population coverage. Di banyak negara, ter- masuk Indonesia, target dari sistem jaminan kese- hatan nasional adalah universal health coverage (cakupan kesehatan semesta), yang berarti bahwa semua anggota masyarakat terlindungi. Strategi pencapaiannya beranekaragam. Indonesia memilih untuk mencapai target tersebut secara bertahap, memulainya dari sub-kelompok tertentu dari ma- syarakat, dan kemudian secara berangsur-angsur memperluas cakupannya.Sub-kelompok masyarakat tersebut dibagi ke dalam dua kelompok besar: peserta penerima bantu- an iuran (PBI), dan peserta bukan penerima bantuan iuran (non-PBI). Masing-masing kelompok pun masih dibagi lagi ke dalam sub-sub kelompok yang lebih kecil. Kelompok non-PBI misalnya terdiri dari pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, serta pe- kerja bukan penerima upah dan anggota keluarga- nya. Setiap sub kelompok, masih dibagi lagi ke da- lam sub kelompok yang lebih kecil. Sub kelompok pekerja penerima upah dibagi ke dalam peserta yang merupakan anggota TNI, Polri, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pejabat negara, pegawai pemerintah non PNS, pegawai swasta dan penerima upah lain. Sementara sub kelompok pekerja bukan penerima upah terbagi ke dalam pekerja mandiri dan juga bukan pekerja, misalnya pensiunan, veteran, janda dan anak yatim piatu dari penerima pension, inves- tor dan pemberi kerja, dan sebagainya.Pada awal pelaksanaan JKN tahun 2014 lalu, fokus rekruitmen kepersertaan adalah pada peserta PBI, anggota TNI, Polri, PNS, peserta PT Askes dan PT Jamsostek. Tahun 2015 ini, rekruitmen keperser- taan mulai ditargetkan ke kelompok pekerja BUMN, usaha besar, menengah dan kecil. Tahun depan, fo- kus rekruitmen adalah pekerja usaha kecil. Demikian seterusnya hingga pada tahun 2019 mendatang, ditargetkan 95% penduduk Indonesia sudah menjadi peserta JKN/KIS (Kartu Indonesia Sehat), sehingga cakupan kesehatan semesta diharapkan dapat tercapai.Jadi, tepat kiranya jika bahasan edisi khusus kali ini adalah mengenai kepersertaan JKN. Bagi peserta PBI yang telah dijaring pada tahun sebelum- nya, apakah mereka memanfaatkan JKN? Seberapa baik pengalaman mereka dalam pemanfaatan JKN? Sedangkan bagi kelompok non PBI: apakah mereka telah memiliki awareness terhadap pentingnya ke- persertaan JKN? Mengingat sulitnya menjaring pe- serta dari sektor informal di banyak negara lain, apakah di Indonesia perlu ada upaya advokasi dan sosialisasi khusus untuk peserta sektor informal (pekerja bukan penerima upah)? Adakah hal-hal yang bisa kita pelajari dari kepersertaan sistem jaminan kesehatan yang lalu, misalnya Jamkesmas? Dan, masih banyak lagi pertanyaan lain yang bisa kita ajukan untuk membahas kepesertaan JKN. Oleh karena itu, edisi kali ini menampilkan beberapa hasil temuan mengenai hal ini, yang kami harap dapat membangkitkan minat untuk meneliti berbagai pertanyaan lain seputar kepesertaan JKN.Untuk mencapai cakupan kesehatan semesta, tentu masih banyak yang harus dibenahi, termasuk: 1) Penguatan sosialisasi dan advokasi; 2) Evaluasi berkala mengenai capaian kepesertaan dan penye- suaian target; serta 3) Penyiapan fasilitas kesehatan yang disesuaikan dengan pertumbuhan kepesertaan JKN/KIS. Semoga, penelitian yang kita lakukan dapat memberikan sumbangsih untuk memberikan masukan kepada pemerintah terkait ketiga hal ini.