Riana Dian Anggraini
Universitas Gadjah Mada

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perspektif Stakeholder Terhadap Sustainability Program TB di Kota Semarang Riana Dian Anggraini; Yodi Mahendradhata
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 8, No 2 (2019)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.908 KB) | DOI: 10.22146/jkki.46502

Abstract

ABSTRAK Latar Belakang: Missing case TB di Indonesia tahun 2017 mencapai 36%. Case Notification Rate (CNR) Kota Semarang ditahun 2017 mengalami kenaikan pesat sebesar 328 per 100.000 penduduk dengan Success Rate (SR) sebesar 80,38%, masih dibawah target nasional. Dukungan pendanaan terbesar pembiayaan program TB Kota Semarang tahun 2017 dari donor sebesar 71% sedangkan APBD hanya mencapai 29%.  Strategi penanggulangan TB di Kota Semarang mengacu pada RAD untuk kesinambungan Program TB. Ancaman sustainability Program TB terkait stabilitas pendanaan yaitu akan berakhirnya dana donor serta belum pernah dilakukanya monev RAD. Hal ini yang melatarbelakangi pentingnya mengetahui perspektif stakeholder terhadap sustainability Program TB di Kota Semarang.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi perspektif stakeholder terhadap kapasitas sustainability terkait dengan stabilitas pendanaan dan strategi pembiayaan Program TB di Kota Semarang.Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan pendekatan kualitatif. Penelitian menggunakan purposive sampling dengan subjek penelitian berjumlah 21 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan analisis data dilakukan dengan content analysis.Hasil Penelitian: Temuan ini mengungkap stabilitas pendanaan untuk keberlanjutan program telah terlihat dari peningkatan alokasi APBD dan sebaran alokasi pendanaan ditingkat kecamatan. Pandangan negatif terkait belum konsistensi RKA dinkes dengan RAD TB dan adanya gap antara kebutuhan Program TB dengan ketersedian anggaran. Pandangan optimis kesinambungan pendanaan sebagai program prioritas, sedangkan pesimis disebabkan ketergantungan pada donor tinggi dan belum dilakukan monev pelaksanaan RAD TB. Strategi pengumpulan dana lebih focus pada sumber pendanaan pemerintah sedangkan strategi penganggaran dengan melakukan advokasi menjadi program prioritas dan penerbitan Perda TB.  Kesimpulan: Penelitian ini menunjukan stakeholder optimis telah terbentuk stabilitas pendanaaan meskipun tanpa dasar pelaksanaan fungsi monev. Strategi pengumpulan dana dengan mengoptimalkan APBD, memanfaatkan BOK dan integrasi ke sistem JKN. Strategi penganggaran memerlukan advokasi, penyusunan perencanaan efektif dan efisensi serta penguatan regulasi melalui Perda TB. Kata Kunci: Perspektif Stakeholder;Stabilitas Pendanaan; Sustainability; Program TB 
Tantangan Membangun Kemitraan dengan Penyedia Layanan Kesehatan Sektor Swasta dalam Program Pengendalian TB Riana Dian Anggraini; Eka Putri Rahayu; Wa Ode Siti Orianti
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 11 (2018): Proceedings of the 4th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (868.384 KB) | DOI: 10.22146/bkm.40360

Abstract

PendahuluanDokter praktek mandiri, apotek dan laboratorium swasta maupun pekerja informal kesehatan dikenal sebagai penyedia layanan sektor swasta, selama ini diyakini memiliki dimensi kualitas layanan kesehatan yang lebih baik. Hal itu menjadi alasan utama untuk memasukkan keterlibatan mereka dalam pemberian layanan DOTS. Penerapan PPM (Public Private Mix) yang dilaksanakan lebih dari 15 tahun masih menghadapi tantangan bersifat persisten, dimana sebagian besar sektor swasta tidak terlibat dalam kolaborasi kemitraan ini.IsiImplementasi PPM belum berjalan menyeluruh secara nasional dan fragmentasi disektor swasta menyulitkan untuk membentuk komitmen secara merata. Program TB bersifat vertikal dan public sedangkan sektor swasta berorientasikan bisnis jasa menuntut keuntungan dari  layanan yang diberikan. Terjadi perbedaan ideologi serta visi yang belum jelas dalam kolaborasi ini.Sektor swasta memiliki kapasitas lemah dalam melakukan tugas “case holding” yang mampu menjangkau kepatuhan pengobatan. Dilain sisi staf layanan public seringkali merasa terbebani dengan tanggungjawab memenuhi target program. Kapasitas merancang dan mengelola kontrak kemitraan dengan organisasi swasta juga belum dimiliki. Kolaborasi lemah sebab peningkatan kapasitas hanya terpaku disektor public. Penegakan aturan dalam notifikasi kasus TB, penggunaan rasional OAT serta pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) juga belum optimal.Pembiayaan yang memadai dan berkelanjutan dibutuhkan untuk ekspansi PPM. Investasi ini tidak hanya untuk layanan publik tetapi juga untuk sektor swasta tetapi alokasi dana yang tersedia tidak mencukupi untuk upaya peningkatan PPM.Lesson learnTantangan dalam pelaksanaan PPM karena ada perbedaan ideologi, komitmen yang tidak merata, kelemahan kapasitas dalam berkolaborasi serta ketidakpastian pendanaan. Strategi dengan melakukan investasi untuk meningkatkan kapasitas memperkuat layanan TB disektor swasta. Peningkatan kapasitas pada semua penyedia layanan menjamin pemerataan kualitas layanan TB sehingga mampu meningkatkan deteksi kasus, mempercepat diagnosis dan pengobatan serta meminimalkan biaya perawatan akibat TB. Hubungan kemitraan perlu disertai kesepakatan kerjasama,  penegakan peraturan dan pedoman operasional PPM TB.Kata Kunci PPM TB, Sektor Swasta, Kemitraan, Kolaborasi
Modernisasi Implementasi Public Private Mix pada Populasi Berisiko di Daerah Kumuh Perkotaan Wilayah Kerja Puskesmas Riana Dian Anggraini; Eka Putri Rahayu; Wa Ode Siti Orianti
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 34, No 11 (2018): Proceedings of the 4th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (23.622 KB)

Abstract

Abstrak PendahuluanInfrastruktur kesehatan yang tidak berkembang didaerah kumuh dan buruknya akses kelayanan kesehatan primer mendorong pemanfaatan penyedia layanan sektor swasta oleh masyarakat miskin. Keberadaaan praktisi swasta melebihi jumlah penyedia layanan publik dan mampu menawarkan kemudahan akses serta lebih menjadi pilihan dibandingkan fasilitas layanan publik.Strategi DOTS mendeteksi kurang dari 30% dari perkiraan kasus TB baru yang ada di masyarakat. Missing case yang mencapai 70% tidak mungkin dapat ditemukan kecuali dengan pendekatan strategi inovasi. Keterlibatan praktisi swasta dilibatkan dalam penerapan DOTS diharapkan dapat meningkatkan jangkauan layanan TB berkualitas pada masyarakat miskin.IsiPelibatan praktisi swasta merupakan strategi  dalam pengendalian TB. Manfaat yang diharapkan dalam kemitraan ini dapat meningkatkan manajemen kasus dan akses layanan TB yang bermutu bagi masyarakat  yang tinggal didaerah kumuh perkotaan. Keberhasilan strategi ini ditandai dengan makin meningkatnya partisipasi praktisi swasta dalam penemuan, pengobatan dan pelaporan kasus TB.Reformasi kesehatan dalam implementasi PPM dibutuhkan untuk mengatasi permasalahan agar semua praktisi swasta yang terletak pada garis depan bersedia terlibat dalam kolaborasi. Penekanan dilakukan terhadap perubahan bentuk dari PPM generik menjadi PPM modern agar kemitraan berjalan efektif. Hubungan kontak kerja harus mengakomodir kebutuhan dari sektor swasta dan harapan Program TB dalam mencapai target. Modernisasi PPM dikemas dengan pendekatan model bisnis sosial dengan paket intervensi yang disesuaikan dengan layanan sektor swasta. Kontrak kerja dilakukan dengan organisasi perantara dalam melaksanakan fungsi manajemen. Peningkatan dan pemanfaatan kapasitas dengan pendekatan ganda baik dilayanan publik maupun sektor swasta dengan alternative pendanaan dapat bersumber dari swasta.Lesson LearnPublic Privat Mix dalam pengendalian TB dengan melibatkan sektor swasta merupakan perubahan struktur yang terjadi dalam bidang kesehatan. Efektifitas PPM membutuhkan modernisasi dalam implementasinya. Pilihan strategi dengan mengemas program  yang ramah bisnis dan mengontrak organisasi perantara yang tepat untuk melakukan fungsi manajerial baru yang proaktif.Kata Kunci PPM TB, Modernisasi, Kumuh Perkotaan.
Strategi fanstastik pesan kesehatan mental pada follower selebritis Riana Dian Anggraini; Eka Putri Rahayu
Berita Kedokteran Masyarakat (BKM) Vol 35, No 4 (2019): Proceedings the 5th UGM Public Health Symposium
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (909.153 KB) | DOI: 10.22146/bkm.45147

Abstract

 Pendahuluan: Liputan media tentang pesona selebritis menghadapi masalah kesehatan mampu menarik perhatian public. Pada hari Robin Wiliam meninggal dunia, dilaporkan Google lebih dari 10 juta mencari informasi dan menjadi trending topik pengguna media social. Ruang interaktif media sosial mendorong publik untuk mencari dan menanggapi informasi topik yang beredar dimedia masa. Prevalensi gangguan mental berdasarkan Riskesdas 2013 dengan gejala depresi dan kecemasan diatas usia 15 tahun mencapai 6% penduduk Indonesia dan gangguan jiwa berat sebanyak 1,7 per 1000 penduduk. Pemanfaatan kekuatan dari pengungkapan masalah kesehatan selebritis dimedia social sebagai potensi peluang edukasi dan mengurangi stigma gangguan mental.Tujuan: Penelitian ini bertujuan menempatkan pesan kesehatan masyarakat terbaik dan efektif dengan memanfaatkan kekuatan selebritis dalam menghadapi masalah kesehatan, mengeksplorasi persepsi pengguna informasi tentang kesehatan mental dan nada pesan kesehatan yang harus disampaikan.  Metode: Penelitian merupakan studi literatur dengan menelaah 7 jurnal terkait dengan worship celebrity berhubungan dengan kesehatan mental. Hasil dari telaah ini digunakan untuk mengidentifikasi strategi penempatan dan pesan edukasi efektif kesehatan mental.Hasil: Pesan kesehatan mental efektif pada komunitas penggemar selebritis melalui media social facebook dan twiter. Penempatan terbaik bersamaan dengan liputan berita selebriti secara online. Ketergantungan konsumsi informasi dipermudah akses dan penyebaran melalui media internet. Populasi usia dewasa muda sebagai sasaran utama penyampaian pesan ini merupakan mayoritas komunitas penggemar dan pengguna internet. Konten penyampaian pesan harus mampu menarik sasaran dan mengalihkan dari situs yang berorientasikan berita dan acara selebritis ke situs pendidikan kesehatan.  Kesimpulan: Perubahan persepsi tentang kesehatan mental dapat lebih membuka informasi tentang tanda, gejala, penyebab dan pencarian solusi serta menawarkan dukungan bantuan antar pengguna informasi. Pemangku kebijakan kesehatan harus memantau berita pengumuman masalah kesehatan selebritis dengan cara mendidik dan bertanggung jawab. Selebritis dapat menjadi role model dalam menghadapi dan menyikapi masalah kesehatan mental serta sebagai duta pemerintah dalam menyebarkan pesan kesehatan.