Muchamad Arif Agung Nugroho
Universitas Wahid Hasyim

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL Agung Nugroho, Muchamad Arif
QISTIE Vol 8, No 2 (2015): Qistie
Publisher : QISTIE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPerkawinan heteroseksual merupakan suatu perikatan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, sedangkan pasangan homoseksual dapat beralternatif kawin dengan cara membuat perikatan yang bersumber dari perjanjian. Perjanjian tersebut diberi nama Perjanjian Hidup Bersama (PHB). Masalahnya adalah bagaimana hukum memandang PHB, hal-hal apa saja yang dicantumkan dalam PHB, bagaimana proses pengauntentikan PHB, dan apa saja kelemahan-kelemahan PHB sebagai alternatif hukum perkawinan homoseksual. Metode yang digunakan untuk membedah permasalahan tersebut adalah yuridis normatif. Setelah diteliti, ditemukan, bahwa alternatif hukum perkawinan homoseksual bisa dilakukan dengan cara membuat PHB asalkan tidak bertentangan dengan syarat-syarat sah perjanjian. Isi-isi dan klausul-klausul di dalam PHB dapat mengadopsi dari perikatan-perikatan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan khususnya di bidang perkawinan, akan tetapi para pihak bisa memodifikasinya sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. PHB adalah suatu perjanjian perdata yang pengauntentikannya dilakukan dengan cara dibuat oleh atau di hadapan notaris. Kelemahan PHB sebagai alternatif hukum perkawinan homoseksual antara lain adalah tidak bisa melindungi pasangan homoseksual dari sanksi sosial, berpotensi dibatalkan melalui pengadilan oleh pihak ketiga atau masyarakat, dan ada kemungkinan sebagian notaris menolak untuk membuatkan PHB.Kata kunci: alternatif hukum, homoseksual, perikatan, perkawinan, perjanjian
PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN BAGI SUPORTER SEPAK BOLA BERTIKET YANG DITOLAK MASUK STADION Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 1 (2019): QISTIE: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v12i1.2711

Abstract

Adanya kasus penolakan terhadap suporter sepak bola ke dalam stadion padahal mereka sudah memegang tiket resmi menggugat untuk mengkajinya dari sisi perlindungan hukum konsumen. Kasus-kasus demikian tidak pernah ada kelanjutannya sehingga tidak jelas bagaimana perlindungan hukum konsumen bagi suporter sepak bola. Maka dari itulah, penelitian ini menitikberatkan pada perlindungan hukum konsumen bagi suporter sepak bola bertiket yang dilarang masuk ke dalam stadion dengan tujuan memberi gambaran bagi supoter bagaimana cara menuntut hak-haknya sebagai konsumen. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu memandang hukum sebagai seperangkat aturan yang tertulis. Adapun hasil penelitian ini adalah ditemukan ada dua aspek perlindungan hukum bagi suporter, yaitu aspek pidana dan aspek hukum perdata. Dari aspek hukum pidana, suporter dapat menuntut secara pidana terhadap pihak penyelenggara pertandingan sepak bola dengan dasar Pasal 62 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen. Sedangkan dari aspek hukum perdata, suporter dapat mengajukan gugatan perbuatan melanggar hukum dalam rangka menuntut ganti rugi.Kata Kunci: suporter sepak bola, hukum perlindungan konsumen.
PEMANFAATAN MEDIASI DALAM PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 1 (2018): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v11i1.2223

Abstract

Bila PMK 1/2015 dan PMK 5/2015ditafsirkan, maka perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dipandang sebagai bagian dari ruang lingkup hukum publik sehingga perdamaian tidak diatur di dalamnya. Padahal di dalam penegakan hukum publik sangat dimungkinkan upaya damai. Akan lebih baik bila dalam perkara perselisihan hasil pemilihan kepada daerah diberi upaya hukum perdamaian melalui mediasi. Pokok masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah (1) Bagaimana prosedur mediasi dalam perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah? (2) Bagaimana pengaturan prosedur mediasi dalam hukum acara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah? Metode penelitian yang dipakai dalam tulisan ini adalah yuridis normatif, artinya penelitian ini berkutat pada pembahasan atau mengkaji peraturan-peraturan tertulis. Setelah dilakukan penelitian dan telaah ditemukan sebagai berikut: pertama, dipetakan para pihak telebih dahulu. Kedua, yang boleh menjadi mediator di dalam mediasi tersebut diutamakan mediator independen dan tersertifikasi agar posisi hakim MKRI tetap dalam keadaan objektif. Ketiga, jangka waktu proses mediasi janganlah terlalu lama. Keempat, agar mediasi efektif maka para pihak prinsipiil haruslah selalu hadir dalam proses mediasi tanpa diwakili kuasa hukumnya tetapi diperbolehkan didampingi kuasa hukumnya. Kelima, lokasi mediasi bisa dilakukan di dan difasilitasi oleh MKRI atau bisa juga di wilayah domisili hukum termohon, mengingat proses pemilihan kepala daerah berpusat di wilayah domisili hukum termohon. Keenam, mediasi yang berhasil dituangkan dalam akta perdamaian yang merupakan kesepakatan bersama antar para pihak. Ketujuh, biaya-biaya mediasi ditanggung oleh negara. Lalu, pengaturan tentang prosedur mediasi dilakukan dengan cara mengubah undang-undang tentang MKRI. Selanjutnya membuat PMK sebagai peraturan teknis prosedurnya. PMK ini ada baiknya dibuat tersendiri. Susunan atau anatomi dari PMK tentang mediasi antara lain mengatur tentang ketentuan umum, pedoman mediasi, mediator, tahapan pramediasi, tahapan proses mediasi, keterpisahan mediasi dari litigasi, perdamaian di luar pengadilan, ketentuan penutup. Kata kunci: mediasi, perselisihan hasil pemilihan kepada daerah
LEGALITAS PEMUNGUTAN PARKIR DI KANTOR-KANTOR PEMERINTAHAN KOTA SEMARANG Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 10, No 2 (2017): Qistie Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v10i2.2071

Abstract

Praktik pemungutan parkir di kantor-kantor pemerintahan sudah sering kali dialami oleh masyarakat, sehingga menyebabkan masyarakat bertanya-tanya dan menaruh curiga, apakah praktik pemungutan parkir tersebut legal? Berawal dari pertanyaan inilah menyebabkan legalitas pemungutan parkir di kantor kantor pemerintahan layak dikaji lebih dalam. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Metode ini dipakai karena dalam tulisan ini menguraikan peraturan-peraturan tentang atau yang berkaitan dengan perpakiran, lalu diolah yang nantinya akan ditemukan apakah praktik pemungutan parkir di kantor-kantor pemerintahan memiliki dasar hukum atau tidak? Kalau tidak, apa saja ancaman hukumnya? Maka disimpulkan, bahwa ada 2 jenis pungutan parkir yaitu Pajak Parkir dan Retribusi Parkir. Berdasarkan Pasal 62 ayat (2) UU PDRD dan Pasal 3 ayat (2) Perda 10/2011 PP, tempat parkir yang ada di lingkungan atau disediakan oleh kantor pemerintahan bukanlah objek pajak. Artinya pemarkir kendaraan di kantor-kantor pemerintahan tidak dikenakan biaya alias gratis. Apabila ada pemungutan parkir di kantor-kantor pemerintahan, maka semua itu adalah ilegal dan pemungutnya terancam sanksi tindak pidana pemerasan sebagaimana tercantum dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.Kata kunci: parkir, pajak parkir, retribusi parkir, keuangan daerah.
GERAKAN HUKUM PROGRESIF UNTUK PEMBARUAN HUKUM Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 1 (2015): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v8i1.1226

Abstract

Hukum progresif merupakan gagasan Satjipto Rahardjo untuk memperbaiki dan meperbarui cara berhukum di Indonesia. Pemikiran ini mendapat antusias dari berbagai kalangan dan semakin mapan, padahal tak seharusnya gagasan ini termapankan. Hukum progresif haruslah terus menerus mengalir dan dalam keadaan menjadi. Oleh karena itu, pokok permasalahan tulisan ini adalah mencari model gerakan hukum progresif. Berkaca dari sejarah pemikiran-pemikiran intelektual yang terus dikaji dan didiskusikan, maka model  gerakan intelektual adalah suatu gerakan yang bisa diambil hukum progresif untuk memperbarui hukum di Indonesia. Kata kunci: hukum progresif, gerakan intelektual
PERBAIKAN ATAS HUKUM ACARA PENILAIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 11, No 2 (2018): QISTIE: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v11i2.2612

Abstract

Pasal 21 UU 30/2014 mengatur tentang kewenangan PTUN untuk menilai ada atau tidak adanya unsur penyelahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. MA mengeluarkan Perma 4/2015 sebagai pedoman beracara dalam penilaian unsur penyalahgunaan wewenang. Perma 4/2015 memiliki kekurangan atau kelemahan dan tulisan ini bermaksud untuk menggali dan menemukan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahannya supaya dapat dilakukan perbaikan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu mengumpulkan data primer lalu data sekunder, selanjutnya data tersebut dibaca, dibandingkan, dan dicari kekurangan atau kelemahan dari Perma 4/2015, berikutnya dianalisis dan diuraikan dalam tulisan ini secara deduktif. Pokok permasalahan dalam penelitian ini ada dua, yaitu 1) apa saja kelemahan hukum acara penilaian unsur penyalahgunaan wewenang? 2) langkah apa saja yang diperlukan negara dalam memperbaiki hukum acara penilaian unsur penyalahgunaan wewenang? Hasil penelitian yang ditemukan adalah ada tiga kelemahan hukum acara penilaian unsur penyalahgunaan wewenang, yaitu istilah permohonan sebaiknya diganti dengan gugatan serta para pihak dalam perkara perlu ditambah yaitu aparat pengawasan intern pemerintah sebagai termohon/tergugat dan juga rakyat (perorangan atau kelompok) sebagai pihak ketiga/interven. Maka dari itu, UU 30/2014 dan Perma 4/2015 harus dirubah untuk menyesuaikan perbaikan tersebut.Kata kunci : Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, penyalahgunaan wewenang, menyalahgunakan wewenang, administrasi pemerintahan
KESIAPAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG DALAM MENGATUR PERIZINAN RUMPON Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 13, No 2 (2020): Qistie : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v13i2.3913

Abstract

Pemerintah sedang membatasi pemasangan rumpon di seluruh wilayah perairan Indonesia dengan mengeluarkan Permen KKP No. 26/Permen-KP/2014 karena disinyalir rumpon dapat merusak ekologi laut. Pemasang rumpon wajib memiliki SIPR (Surat Izin Pemasangan Rumpon). Khusus untuk rumpon yang dipasang di Jalur Penangkapan Ikan I, SIPR-nya dikeluarkan oleh Bupati/Wali Kota yang diatur lebih lanjut dalam Perda. Penelitian ini bermaksud meneliti lebih lanjut tentang kesiapan Pemda Kota Semarang dalam mengatur perizinan rumpon. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Apakah Pemda Kota Semarang siap mengatur perizinan rumpon dalam Perda? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan Pemda Kota Semarang dalam mengatur perizinan rumpon. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Bagi sivitas akademika, penelitian ini memberi manfaat berupa penambahan pustaka tentang perizinan rumpon; (2) Bagi pemerintah, penelitian ini memberi manfaat sebagai sumber Naskah Akademik dalam pembuatan Perda tentang perizinan rumpon; (3) Bagi masyarakat, penelitian ini memberi manfaat sebagai sumber informasi tentang perizinan rumpon. Metode penelitian yang dipakai adalah yuridis normatif. Data yang diambil adalah data sekunder yaitu peraturan perundang-undangan dan buku-buku hukum. Hasil penelitan yang diperoleh adalah bahwa Pemda Kota Semarang belum memiliki Perda yang khusus mengatur tentang perizinan rumpon, artinya Pemda Kota Semarang belum siap dalam mengatur perizinan rumpon.
MENAKAR PENGGUNAAN RUMAH TAHANAN MILIK TENTARA NASIONAL INDONESIA OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 2 (2012): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v6i2.930

Abstract

Now days, KPK (Anti-Corruption Commission) is cooperating with TNI (Indonesian National Army) for borrowing Kodam Jaya’s detention facilities. That policy makes problem, so this papper answers the problem in administrative law perspective. After studied legislation, researcher found violation of human right because KPK is not author to make detention facilities. KPK have violated AAUPB (principles of good governance). Next time, KPK must cooperate with Kemenkumham (Ministry of Law and Human Rights) who are real author to make detention facilities.
PERINTAH PEJABAT TATA USAHA NEGARA MELALUI TELEPON DAN AKIBAT HUKUMNYA Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2012): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v6i1.548

Abstract

Orders over  the phone about a moratorium on corruption by Wamenkumham remission is an interesting thing to be appointed to the writing of the law, because such events have been detrimental to the interests of the convicted of corruption. Countries such as not having  the means  to resolve  the dispute. Therefore,  this paper is to review the legal argumerntasi against the order along with its legal effect. When viewed from the state administrative law and procedural law state administrative courts,  then  the command can be equated with  legal decisions, so  it could be the subject of dispute that can be sued in state administrative courts. In addition,  the command also meet  the criteria  for maladministration  to be reported to the Ombudsman of the Republic of Indonesia and the recommendations issued by  the  issuing  sanctions against  the officials.Key words: administrative official orders, due  to  legal, ombudsman
PENGEMBANGAN SINERGITAS ANTARA MAHASISWA DAN LEGISLATIF DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UNTUK WUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG BAIK Muchamad Arif Agung Nugroho
Qistie Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 2 (2014): Qistie
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/jqi.v7i2.1069

Abstract

Mahasiswa tidak boleh steril dari keberpihakan terhadap rakyat, oleh karena itu mahasiswa memiliki peran besar sebagai penyambung lidah rakyat, salah satunya adalah mejembatani aspirasi rakyat kepada legislatif dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sinergitas antara mahasiswa dan legislatif perlu dikembangkan. Dasar hukum pengembangan sinergitas ini adalah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Kiat-kiat pengembangan sinergitas antara mahasiswa dan legislatif yang perlu diambil adalah peningkatan ilmu pengetahuan, pengorganisasian, aksi nyata, penggalangan aliansi dan kerja sama simbiotik.Kata kunci: sinergitas, penyambung lidah rakyat, aspirasi, peraturan perundang-undangan.