Berlian Susetyo
Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Sejarah Pembangunan Jalur Kereta Api Sebagai Alat Transportasi Di Sumatera Selatan Tahun 1914-1933 R Ravico; Berlian Susetyo
AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : UNIVERITAS PGRI MADIUN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25273/ajsp.v11i1.8052

Abstract

Abad 18-19 yang menjadi momentum revolusi industri, dan berkembangnya kapitalis Kolonial Belanda. Berdampak bagi kehidupan di Hindia Belanda khususnya Kerisidenan Palembang sebagai wilayah koloni Belanda. Salah satu dampaknya ialah dibangunnya alat transportasi kereta api. Prioritas pembangunan kereta api sebagai upaya pemangkasan biaya angkut dan mempersingkat waktu dalam mengankut hasil bumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sejarah pembangunan rel kereta api dan di Sumatera Selatan tahun 1914-1933. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian sejarah dengan langkah-langkah: heuristik yaitu mengumpulkan sumber data, kemudian memverifikasi data, tahapan berikutnya menginterpretasi dan terakhir adalah menuliskan sejarah secara objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembangunan rel kereta api di Sumatera Selatan dimulai tahun 1914 melalui rute Kertapati, Palembang. Kemudian diteruskan hingga ke Prabumulih, Muara Enim dan Lahat yang selesai tahun 1924. Jalur kereta api terakhir di Lubuk Linggau pada tahun 1933. Tujuan awal pembangunan rel kereta api adalah untuk memangkas biaya trasporatsi pengangkutan hasil bumi seperti karet, batu bara, emas, kopi dan lainnya. Namun dalam perkembangannya kereta api tidak hanya berfungsi sebagai moda angkutan hasil bumi akan tetapi juga sebagai moda transportasi penumpang.
PEREKONOMIAN MASYARAKAT ONDER AFDEELING MOESI OELOE TAHUN 1900-1942 Berlian Susetyo; Ravico Ravico
Rihlah : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Vol 9 No 2 (2021): History and Culture
Publisher : Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/rihlah.v9i2.23250

Abstract

Saat memasuki masa politik open the door policy (politik pintu terbuka), ini membuka kran swastanisasi perkebunan dan pertanian seluas-luasnya. Daerah Moesi Oeloe muncul sebagai salah satu daerah penghasil ekonomi masa kolonial Belanda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana keadaan Onder Afdeeling Moesi Oeloe pada masa kolonial, bagaimana keadaan masyarakat dan kependudukan Onder Afdeeling Moesi Oeloe pada masa kolonial, serta bagaimana sejarah perkebunan dan pertanian di Onder Afdeeling Moesi Oeloe sebagai pendongkrak ekonomi di uluan Palembang. Metode penelitian yang digunakan ialah metode sejarah, dengan tahapan: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Onder Afdeeling Moesi Oeloe menjadi salah satu wilayah kekuasaan Belanda di bawah pemerintahan Residentie Palembang di uluan. Masyarakat awalnya berasal dari daerah Rejang yang telah memiliki budaya sendiri setelah pergi ke luar daerah Rejang dengan menuruni dataran tinggi menuju sungai-sungai seperti Kelingi, Lakitan, dan Beliti. Pada saat kolonial Belanda menempatkan Musi Ulu sebagai daerah penghasil ekonomi, beberapa aspek vital seperti perkebunan dan pertanian menjadi fokus pemerintah untuk mengeksploitasinya. Diantaranya perkebunan karet di Belalau dan di Temam, perkebunan kelapa sawit di Taba Pingin, kemudian pertanian di Tugumulyo.
Peran Kolonel Maludin Simbolon Sebagai Panglima Sub Teritorium Sumatera Selatan (Subkoss) di Lubuklinggau Tahun 1947-1948 Berlian Susetyo; Ravico Ravico
Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Vol 9, No 1 (2021)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/tamaddun.v9i1.8115

Abstract

Abstract: SUBKOSS was formed on May 17, 1946 as a result of the Republic of Indonesia Army Conference (TRI) in Bukit Tinggi which was led by the Commander of the Sumatra Command, Mayjend Suhardjo Hardjowardoyo. However, the determination to start the SUBKOSS was retroactive starting January 1, 1946. Then the city of Lubuklinggau was one of the areas that became the military seat of SUBKOSS during the Second Dutch Military Aggression led by Colonel Maludin Simbolon. This study uses a historical research method with the following steps: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results showed that Colonel Maludin Simbolon had attended Gyugun military education in Pagaralam in 1943 during the Japanese occupation, then he was appointed commander of the third South Sumatra Sub-Command, then during the Dutch Military Aggression II issued a policy of "Beleid Operation Commander of the South Sumatra Sub Territory" , henceforth to become guidelines and guidelines for all Indonesian National Armed Forces in the South Sumatra Sub-Territory.Keywords: Maludin Simbolon, SUBKOSS, Dutch Military Aggression II.
Kota Lubuklinggau Dalam Kurun Waktu 1825-1948 Berlian Susetyo; Ravico Ravico
Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 10, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/jc.v10i1.12902

Abstract

Abstrak: Kajian tentang Kota Lubuklinggau berdasarkan kronologis sejarah masih belum ada kajian yang komprehensif, sehingga terjadi kegagalan pemahaman generasi muda dalam memahami sejarah Kota Lubuklinggau. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kota Lubuklinggau pada masa Kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa setelah proklamasi kemerdekaan serta masa agresi militer pertama dan kedua. Metode penelitian yang digunakan ialah metode sejarah, antara lain heuristik, kritik sumber, intepretasi dan historiografi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Lubuklinggau Tahun 1929 menjadi dusun kedudukan marga Sindang Kelingi Ilir, kemudian dikembangkan menjadi ibukota Onder Afdeeling Moesie Oeloe masa kolonial Belanda Tahun. Pada masa Jepang Tahun 1942, Lubuklinggau menjadi ibukota Bunshu Musikami Rawas. Pada masa setelah kemerdekaan Tahun 1945, Lubuklinggau menjadi Kawedanaan Musi Ulu sekaligus menjadi ibukota Kabupaten Musi Ulu Rawas. Kemudian pada masa agresi militer Belanda I Tahun 1947 dan agresi militer Belanda II Tahun 1948, Lubuklinggau menjadi pusat pemerintahan Karesidenan Palembang sekaligus pusat pemerintahan militer Sub Teritorium Sumatera Selatan (SUBKOSS). Kata Kunci: Moesie Oeloe, Musi Ulu Rawas, LubuklinggauAbstract: The study of Lubuklinggau City is based on historical chronology, there is still no comprehensive study, so that there is a failure in understanding the young generation in understanding the history of Lubuklinggau City. Furthermore, this study aims to describe the city of Lubuklinggau during the Dutch colonial period, the Japanese occupation period, the period after the proclamation of independence and the period of the first and second military aggression. The research method used is the historical method, including heuristics, source criticism, interpretation and historiography. The results showed that Lubuklinggau in 1929 became the hamlet of the Sindang Kelingi Ilir clan, then it was developed into the capital of Onder Afdeeling Moesie Oeloe during the Dutch colonial period. During the Japanese period in 1942, Lubuklinggau became the capital of the Bunshu Musikami Rawas. In the period after independence in 1945, Lubuklinggau became Kawedanaan Musi Ulu as well as the capital of Musi Ulu Rawas Regency. Then during the Dutch military aggression I in 1947 and Dutch military aggression II in 1948, Lubuklinggau became the center of the Palembang Residency government as well as the center of the South Sumatra SubTerritory (SUBKOSS) military government. Keywords: Moesie Oeloe, Musi Ulu Rawas, Lubuklinggau
Peran Adnan Kapau Gani dalam Perjuangan Militer Daerah Sumatera Selatan Tahun 1945-1949 Berlian Susetyo; Priyanti Gani; Muhammad Wahayuni
Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah Vol 6, No 1 (2022): Historia Madania: Jurnal Ilmu Sejarah
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/hm.v6i1.16261

Abstract

The independence achieved by the Indonesian people had to go through the twists and turns of the struggle to sacrifice property, soul and body due to the colonial nation that once controlled Indonesia, came to colonize again, namely the Dutch. So that in this struggle to defend Indonesia's independence, heroes emerged who wanted to always fight to defend the sovereignty of the Indonesian nation from Dutch influence. Adnan Kapau Gani is a perfect fighter who understands political and military issues. His thoughts in the military sector have inspired and contributed greatly to the struggle of the Indonesian people. This study aims to reveal the role of Adnan Kapau Gani in the military struggle of the South Sumatra region. The research method used is the historical method, with stages: heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The results showed that Adnan Kapau Gani had a big role in the formation of TKR Sumatra by being the organizer/coordinator which he did in Palembang. With the military already formed, Adnan Kapau Gani convinced the central government that in terms of defense it was necessary to reorganize the Sumatran TRI, so the South Sumatra Sub-Commandment (SUBKOSS) was formed and he himself served as commander in chief, as well as Deputy Minister of Defense. Then in the Second Dutch Aggression, Adnan Kapau Gani was appointed military governor of the special region of South Sumatra to lead a guerrilla war by organizing the people and fighters against the Dutch troops. So he earned the title of great guerrilla leader.
Kajian Historis Pembentukan Sub Komandemen Sumatera Selatan (SUBKOSS) Tahun 1945-1948 Berlian Susetyo; Ravico Ravico
SWADESI: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah Vol 2, No 2 (2021): SWADESI: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/swadesi.v2i2.48710

Abstract

Abstrak: Militer merupakan alat pertahanan dan kekuatan sebuah negara, dan benteng terdepan apabila ada upaya mengganggu sebuah kedaulatan negara. Termasuk perjuangan militer Indonesia melawan kolonial Belanda pasca proklamasi khususnya di Sumatera Selatan. Perjuangan tentara Indonesia khususnya di Sumatera Selatan masih menarik untuk dikaji, hal ini disebabkan masih sedikitnya sarjana yang tertarik menulisnya. Kajian ini bertema sejarah militer terbentuknya Sub Komendemen Sumatera Selatan diteliti menggunakan metode penelitian sejarah  dengan tahapannya yaitu heuristik, verifikasi, intepretasi dan histortiografi. Untuk menganalisa data kajian ini menggunakan pendekatan militer untuk menjawab problem solvingnya. Sehingga dapat ditarik benang merahnya bawah sejarah Sub Komandemen Sumatera Selatan (SUBKOSS) diawal memiliki konflik interen yang pada akhirnya dapat dipecahkan secara kemiliteran dari pemerintah pusat. Selanjutnya SUBKOSS pernah berubah nama menjadi Divisi VIII/Garuda dan kembali lagi menjadi SUBKOSS setelah adanya kebijakan Reorganisasi dan Rasionalisasi (RERA) didalam tubuh Tentara Nasional Indonesia pada Mei 1948. 
PERAN MUSEUM PERJUANGAN SUBKOSS GARUDA SRIWIJAYA DALAM UPAYA PELESTARIAN SEJARAH DAN BUDAYA LOKAL DI LUBUK LINGGAU Berlian Susetyo; Sisca Arie Hanika; Muhammad Natarsyah; Muhammad Wahayuni
PERIODE: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah Vol. 7 No. 1 (2025): PERIODE : Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/periode.071.2

Abstract

Abstrak Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya memiliki peran strategis dalam pelestarian sejarah dan budaya lokal di Lubuk Linggau. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis: (1) program kebijakan museum dalam pelestarian sejarah dan budaya lokal; serta (2) dampak pelaksanaan kebijakan program tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa museum ini memberikan kontribusi signifikan dalam pelestarian sejarah melalui program pameran koleksi, pendataan peninggalan sejarah, serta pelestarian aksara Ulu. Selain itu, upaya kolaborasi dengan komunitas lokal dan lembaga pendidikan berhasil meningkatkan kunjungan museum serta membangun kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai sejarah dan budaya. Dampaknya, terdapat peningkatan apresiasi masyarakat terhadap warisan budaya lokal serta penguatan identitas budaya di wilayah Lubuk Linggau.