Bitta Pigawati
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

MODEL AGROKONSERVASI UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS GARANG HULU Dewi Liesnoor Setyowati; Mohammad Amin; Erni Suharini; Bitta Pigawati
TATALOKA Vol 14, No 2 (2012): Volume 14 Number 2, May 2012
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.915 KB) | DOI: 10.14710/tataloka.14.2.131-141

Abstract

The problems in the Garang Watershed includes flooding, erosion, sedimentation, landslides, and droughts. It can be overcome by the land uses arrangement. Management in Garang Watershed can be planned using agro-conservation model. This model consists of three submodels, i.e., water management submodel,  erosion submodel, and community submodel. Submodel water management produces TATAAIR.EXE software, used for the simulation of optimal land use planning. Addition 10% of the forest area and 10% mixed farms are  the most optimal landuse composition, whereas 25% of forest reduction to moor can increase the ratio of discharge and water production. The total value of actual erosion in Upstream Garang Watershed is 3249.861 tonnes/ha/year. Level of erosion hazard are height erosion which cover area of 27.20%, moderate erosion covers area of 21.57%, and mild erosion covers area of 38.86%. Forms of conservation for the handling of the dangers of erosion that can be done include: vegetative engineering, vegetative-mechanic engineering, and without conservation measures. Environmentally conscious community forum should be established at least at the level of RW as a cadre to increase public awareness in preserving the environment.
KAJIAN KARAKTERISTIK PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN GAYAMSARI KOTA SEMARANG Ranella Deliana; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 1 (2015): Februari 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1828.356 KB)

Abstract

Permukiman kumuh merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah sebagai akibat dari urbanisasi. Munculnya permukiman kumuh di bantaran sungai ini disebabkan karena kurangnya lahan untuk bermukim dan mahalnya harga lahan di perkotaan. Dampak dari adanya permukiman kumuh di kawasan bantaran sungai adalah merusak keindahan kota dan disfungsi sungai. Seperti pada kawasan bantaran sungai Banjir Kanal Timur Kota Semarang dan sungai-sungai lainnya yang melewati Kecamatan Gayamsari sudah terbentuk menjadi kawasan permukiman yang seharusnya tidak diperuntukkan sebagai kawasan permukiman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik permukiman  kumuh di Kecamatan Gayamsari Kota Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif, spasial dan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permukiman kumuh di Kecamatan Gayamsari Kota Semarang memperlihatkan kualitas bangunan yang rendah dilihat dari banyaknya jenis bangunan semi permanen dan non permanen. Dilihat dari prasarananya kondisi air bersih baik, kondisi drainase, sanitasi dan persampahan buruk, kondisi jalan buruk pada kawasan bantaran namun pada kawasan non bantaran kondisi jalan baik. Tingkat pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan rendah, sebagian besar mata pencaharian sebagai buruh dan pedagang. Pada kawasan bantaran sungai rumah belum bersertifikat dan  merupakan lahan irigasi. Dari hasil analisis tersebut, maka rekomendasi yang dapat diberikan yaitu memberikan peringatan dengan kebijakan yang ada bagi rumah yang terdapat di kawasan bantaran sungai yang menggunakan lahan irigasi dan belum bersertifikat, merevitalisasi dan mengoptimalkan prasarana yang kurang memadai.
KAJIAN KARAKTERISTIK KAWASAN PEMUKIMAN KUMUH DI KAMPUNG KOTA (Studi Kasus: Kampung Gandekan Semarang) Raisya Nursyahbani; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (891.648 KB)

Abstract

Kemunculan kampung kota merupakan fenomena yang banyak terjadi terutama di negara-negara berkembang dan sebenarnya adalah sebuah bentuk asli dari kota-kota di Indonesia. Disisi lain, dalam kampung kota yang padat juga terdapat berbagai masalah yang selanjutnya dapat menyebabkan munculnya pemukiman kumuh dalam kampung kota tersebut (Budihardjo, 1997). Sehubungan dengan hal tersebut, kondisi yang terjadi di Kampung Gandekan memiliki permasalahan yang menarik untuk dijadikan sebagai obyek penelitian karena memiliki keunikan tersendiri sebagai salah satu Kampung Kota yang memiliki keterkaitan dengan sejarah kota Semarang, namun disisi lain saat ini tengah menghadapi berbagai permasalahan baik secara sosial, ekonomi dan budaya maupun yang terkait dengan kemunculan kawasan kumuh didalamnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik kawasan pemukiman kumuh yang terdapat  di Kampung Gandekan Semarang beserta tingkat kekumuhannya. Hasil analisis dari kajian terhadap karakteristik kawasan permukiman kumuh di Kampung Gandekan diketahui bahwa karakteristik pemukiman kumuh yang terdapat di Kampung Gandekan ini, dari karakteristik penghuninya adalah merupakan warga campuran antara pribumi dengan etnis Tionghoa yang sebagian besar memiliki tingkat pendidikan dan penghasilan ekonomi yang masih rendah, dari karakteristik huniannya sebagian besar masih tergolong jenis hunian yang belum layak huni, dari karakteristik sarana prasarana terutama untuk kepentingan privat masih belum memadai sedangkan dari karakteristik lingkungannya diketahui bahwa kondisi lingkungan didalamnya cenderung tidak teratur dan masih belum memenuhi standar kebutuhan pemukiman seperti tidak adanya keberadaan ruang terbuka hijau maupun non hijau yang dapat digunakan untuk kegiatan aktifitas bersama.  Adapun hasil dari analisis tingkat kekumuhannya, Kampung Gandekan memiliki kategori yang terbagi menjadi dua jenis tipologi tingkat kekumuhan yakni tingkat kumuh sedang dan tingkat kumuh rendah.
BENTUK ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP BENCANA ROB DI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG KABUPATEN DEMAK Aditya Listiyan Sutigno; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 4 (2015): November 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (685.513 KB)

Abstract

Kawasan pesisir pantai mempunyai peranan yang penting dalam perekonomian masyarakat dan pembangunan karena merupakan ruang yang menjembatani antara wilayah daratan dengan wilayah perairan/lautan (Rahardjo Adisasmita,2006:45). Permasalahan yang timbul dari perubahan iklim tersebut adalah rusaknya kondisi fisik yang ada di kawasan pesisir Kecamatan Sayung seperti terendamnya permukiman, rusaknya jalan, air bersih yang sudah terkontaminasi, dan percepatan korosi. Sebagian besar  kerusakan tersebut disebabkan oleh rob atau kenaikan muka air laut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk adaptasi masyarakat di Desa Sriwulan Kecamatan Sayung terhadap bencana rob. Sasaran yang dilakukan yaitu  identifikasi dan analisis untuk adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi bencana rob. Identifikasi kondisi wilayah, identifikasi aspek fisik dan sosial ekonomi digunakan untuk menganalisis adaptasi masyarakat terhadap rob dan kondisi lingkungan permukiman di Desa Sriwulan sehingga nantinya dapat diketahui bentuk adaptasi yang dilakukan masyarakat di Desa Sriwulan dalam menangani rob.Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian ilmiah dimana penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan didukung dengan kajian teori tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat, pesisir, perumahan permukiman di pesisir, teori pasang surut, bencana pesisir, adaptasi, dan mitigasi bencana sebagai bahan acuan untuk mengetahui bentuk adaptasi masyarakat terhadap rob di Desa Sriwulan Kecamatan Sayung. Output yang dihasilkan dari penelitian ini adalah macam bentuk adaptasi masyarakat terhadap bencana rob di Desa Sriwulan.
KAJIAN PERKEMBANGAN KECAMATAN MIJEN SEBAGAI DAMPAK PEMBANGUNAN BUKIT SEMARANG BARU (BSB CITY) Ratri Septi Adiana; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 1 (2015): Februari 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (612.785 KB)

Abstract

isu urbanisasi Kota Semarang terkait tingginya pertumbuhan jumlah penduduk sebesar 1,7% pada tahun 2010 yang berdampak pada masalah keruangan. Jumlah penduduk yang tinggi menuntut ketersediaan tempat tinggal dengan segala sarana dan prasarana penunjangnya sebagai pusat aktivitas penduduk di kawasan tersebut. Dewasa ini peran kawasan pinggiran kota makin penting karena salah satu kecenderungan perkotaan adalah perpindahan penduduk dari inti kota ke pinggiran. Perkembangan kawasan pinggiran ini dapat dilihat dari pembangunan perumahan Kota Satelit yaitu Bukit Semarang Baru (BSB City,  sehingga fenomena ini berdampak pada perkembangan di Kecamatan Mijen itu sendiri. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa karakteristik Kecamatan Mijen pada tahun 1999 memiliki struktur ruang berupa lahan yang masih pedesaan karena didominasi oleh lahan pertanian. Ketika pembangunan BSB City dimulai, lahan pertanian tersebut mengalami perubahan menjadi fungsi lahan perkotaan dengan  pola jalan bersiku banyak ditemukan di area ini menunjukkan terdapat area permukiman terencana dengan pola perkembangan kota terpencar/tidak berpola. Pergeseran hirarki kota terjadi pada Kelurahan Jatisari, Kedungpane, Jatibarang, dan Mijen. Pada tahun 1999 lahan hutan sebesar 66% dari total luas Kecamatan Mijen yang kemudian menjadi 30% pada tahun 2011. Sedangkan peningkatan fungsi lahan permukiman dari 22% menjadi 59%, dan secara sosial ekonomi terjadi peningkatan tingkat pendapatan masyarakat yang disebakan oleh pergeseran mata pencaharian dari petani  menjadi  buruh. Selain itu juga angka migrasi netto tertinggi pada Kelurahan Jatisari.
Evaluasi Program Pamsimas di Kelurahan Jabungan Kecamatan Banyumanik Chenda Destarian; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 4 (2015): November 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.034 KB)

Abstract

Permukiman kumuh di Kota Semarang berdasarkan letak lokasinya terbagi atas permukiman kumuh yang berada di pusat kota, tengah kota dan pinggiran kota. Setiap permukiman kumuh yang ada di kota Semarang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Fokus penelitian adalah permukiman kumuh yang terletak di Kelurahan Jabungan yang berada di Kecamatan Banyumanik. Kelurahan Jabungan, Kecamatan Banyumanik merupakan lokasi pemukiman masyarakat miskin yang perkembangannya masih jauh dari yang diharapkan. Program-program yang pernah dilakukan hingga saat ini belum dapat menjadi sebuah solusi dari kawasan tersebut. Untuk itu perlu diadakannya evaluasi agar dapat memenuhi standar permukiman yang baik. Pada umumnya Kelurahan Jabungan sudah terjangkau air bersih, namun sumbernya bukan dari  PDAM, melainkan  berasal dari sendang dan  sumur untuk RW 1, 2, dan 4. Sumur gali dan sumur artetis yang ada kurang mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. Selain itu, pada musim hujan air yang berasal dari sumur tersebut menjadi keruh. Untuk sanitasi, berdasarkan hasil survey yang dilakukan menunjukkan bahwa 14% masyarakat belum memiliki jamban. Dalam hasil ini pokok permsalahan juga didukung dengan perilaku masyarakat yang tidak sehat dan kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan tempat tinggalnya. Maka dari itu, pemerintah memberikan bantuan dalam bentuk Program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Masyarakat). Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Sifat dari penelitian ini adalah penelitian ilmiah dimana penelitian yang dilakukan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan didukung dengan kajian teori mengenai penilaian kualitas lingkungan baik ditinjau dari kualitas lingkungan fisik maupun kepedulian masyarakat sebagai bahan evaluasi program-program yang akan dilakukan selanjutnya. Hasil dari penelitian ini berupa evaluasi program Pamsimas. Hasil evaluasi tersebut didapatkan dari komparasi analisis rencana program Pamsimas dan analisis implementasi Program Pamsimas. Dari hasil tersebut, menunjukkan evaluasi program Pamsimas yang sudah terlaksana di Kelurahan Jabungan Kecamatan Banyumanik.
Peluang Peningkatan Tipe Terminal di Kecamatan Banyumaik (Analisis Demand dan Supply) Febriana Ayu K; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 4 (2015): November 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.89 KB)

Abstract

Kecamatan Banyumanik merupakan kecamatan yang terus mengalami perkembangan baik dari jumlah penduduk maupun pelayanan kotanya. Kecamatan ini juga berbatasan langsung dengan kabupaten Semarang dan menjadi gerbang koridor semarang atas atau semarang bagian Selatan sehingga memiliki pergerakan yang tinggi sebagai jalur keluar masuknya kota Semarang. Pergerakan yang tinggi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan fasilitas transportasi pendukung yaitu terminal. Terminal merupakan salah satu fasilitas utama yang memiliki peran penting dalam sistem transportasi. Menurut keputusan menteri nomor 35 tahun 2003 pengertian terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang dan/atau barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum, yang merupakan salah satu wujud simpul jaringan transportasi. Terminal juga memiliki peran yang penting sebagai unsur tata ruang dalam kaitannya untuk meningkatkan mobilitas dan efisiensi kehidupan kota. Terminal merupakan tempat untuk mengurangi kemacetan dimana dapat mengatur lokasi pergantian moda transportasi menjadi lebih teratur. Lokasi sebuah terminal harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat                 Di kecamatan Banyumanik hanya memiliki sub terminal atau terminal bantu yang berfungsi sebagai tempat transit dan pergantian moda. Demand yang tinggi terhadap fasilitas transportasi tersebut tidak sebanding dengan supply fasilitas terminal yang tersedia sehingga mengakibatkan timbulnya titik-titik baru yang digunakan masyarakat untuk menunggu angkutan yaitu terminal bayangan. Terminal bayangan ini muncul karena adanya demand yang tinggi dari mayarakat banyumanik terhadap kebutuhan sarana transportasi dan efisiensi waktu. Ketidakseimbangan antara demand dan supply ini mengakibatkan berbagai dampak makro maupun mikro terhadap lalu lintas maupun jaringan angkutan di Kecamatan Banyumanik dan kota Semarang.
KAJIAN KERENTANAN DI KAWASAN PERMUKIMAN RAWAN BENCANA KECAMATAN SEMARANG BARAT, KOTA SEMARANG Mukhammad Arief; Bitta Pigawati
Teknik PWK (Perencanaan Wilayah Kota) Vol 4, No 2 (2015): Mei 2015
Publisher : Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (980.975 KB)

Abstract

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat berbanding lurus dengan kebutuhan tempat bermukimpenduduk. Kurangnya daya tampung lingkungan permukiman yang layak bagi masyarakat memperluasterjadinya pemanfaatan lahan permukiman di kawasan yang tidak sesuai. Banyak kawasan rawan bencanayang digunakan sebagai kawasan permukiman. Tujuan penelitian ini  untuk mengkaji kerentanan di kawasanpermukiman rawan bencana Kecamatan Semarang Barat menggunakan metode penelitian kuantitatifdeskriptif dengan pendekatan spasial.  Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar permukiman berada dikawasan rawan bencana yaitu seluas 1014,57 Ha ( 63,8 % dari luas permukiman atau  45,82 % dari seluruh luaswilayah Kecamatan Semarang Barat). Faktor penyebab tetap bermukimnya masyarakat di kawasan rawanbencana adalah  lama bermukim dan kondisi jenis rumah tempat tinggal. Analisis tingkat kerentanan wilayahterhadap bencana menunjukkan wilayah Kecamatan Semarang Barat memiliki kerentanan yang bervariasimulai dari tidak rentan, kerentanan rendah, kerentanan sedang, hingga kerentanan tinggi. Terdapat 9kelurahan yang teridentifikasi memiliki ketidaksesuaian terhadap arahan Rencana Tata Ruang Wilayah KotaSemarang karena terdapat permukiman di kawasan rawan bencana.
PENGEMBANGAN KAWASAN VIHARA BUDDHAGAYA WATUGONG SEBAGAI OBJEK WISATA DI KOTA SEMARANG Mustanir Afif; Bitta Pigawati
Jurnal Pengembangan Kota Vol 3, No 2: Desember 2015
Publisher : Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (744.187 KB) | DOI: 10.14710/jpk.3.2.128-138

Abstract

Pariwisata di Indonesia merupakan sektor unggulan keempat yang menyumbangkan devisa negara paling besar setelah Minyak & Gas Bumi, Batu Bara dan Minyak Kelapa Sawit pada tahun 2013. Sektor ini terus dikembangkan sampai saat ini, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Kota Semarang melalui program atau event wisata, seperti program “Ayo Wisata ke Semarang.” Namun masih sedikit upaya pemerintah dalam pengembangan objek wisata yang telah ada. Vihara Buddhagaya Watugong memiliki berbagai atraksi wisata yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung, seperti arsitektur dan identitas bangunan. Namun, selama ini pengelolaan objek wisata ini belum dilakukan secara optimal, sehingga belum dapat berkembang secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi pengembangan berdasarkan aspek penawaran objek wisata dan permintaan wisatawan. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan teknik analisis deskriptif kuantitatif untuk analisis penawaran objek wisata, A Priori Segmentation untuk menganalisis permintaan wisatawan dan analisis SWOT untuk penentuan strategi pengembangan kawasan Vihara Buddhagaya Watugong. Hasil dari penelitian ini adalah adanya ketidaksesuaian antara aspek penawaran dan permintaan wisatawan, seperti kurang beragamnya atraksi wisata, minimnya sarana wisata seperti pusat cenderamata dan warung apa? serta minimnya ketersediaan informasi dan promosi wisata. Perlu adanya peningkatan capaian informasi bagi wisatawan, dapat berupa penyediaan buku saku informasi, leaflet atau penggunaan web blog dan media online lainnya sehingga capaian informasi kepada wisatawan dapat meningkat dan; serta membuat suatu paket wisata berupa rute-rute perjalanan wisata yang dapat dipilih oleh wisatawan yang berkunjung ke Kota Semarang sesuai dengan jenis wisata yang ingin dilakukan. Rekomendasi yang diberikan adalah perlu adanya kolaborasi antara pemerintah dan pengelola objek wisata kawasan Vihara Buddhagaya Watugong.