This Author published in this journals
All Journal Jurnal Mahupiki
JURNAL AYU ANISA
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

PENERAPAN PIDANA CAMBUK TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA MEMINUM KHAMAR BERDASARKAN QANUN ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DI DAERAH KABUPATEN GAYO LUES PROVINSI ACEH JURNAL AYU ANISA
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.738 KB)

Abstract

Secara terpisah, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang otonomi khusus untuk Aceh. Ia merupakan suatu bentuk otonomi yang dirancang dalam suatu tawaran yang melebihi batas otonomi pada biasanya terhadap daerah lainnya. Tujuannya adalah untuk meredam gerakan kemerdekaan yang menginginkan pemisahan secara menyeluruh dari Indonesia, dengan memberikan daerah otoritas yang lebih besar untuk mengatur pemerintahannya sendiri, oleh karena itu, konteks pelaksanaannya pun tidak telepas dari tanggung jawab Negara. Atas dasar pemberian otonomi secara khusus itu, maka dapat dilakukan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Salah satu bentuk dari penerapan Syariat Islam di Aceh ini ialah dengan dijalankannya hukum pidana Islam di Aceh berupa hukum pidana cambuk, pemberlakuan hukum cambuk di Aceh dimulai pada tanggal 10 Juni 2005, dan salah satu penerapan hukum cambuk ini diterapkan terhadap para pelaku tindak pidana meminum Khamar. Alasan mengapa hukum pidana cambuk ini diterapkan terhadap pelaku tindak pidana meminum Khamar di Aceh, karena Aceh ingin menerapkan Hukum Islam secara Kaffah, hukuman cambuk sebagai sarana mendidik pelaku agar menyesali perbuatannya dan tidak mengulanginya lagi serta sebagai pembelajaran kepada masyarakat (tadabbur). Seperti yang kita ketahui, bahwa Khamar mengandung zat kimia alkohol yang akan merusak kesehatan manusia, dan sangatlah tidak baik untuk dikonsumsi, selain itu, dalam Hukum Islam juga memandang minuman ini sebagai minuman haram. Oleh sebab itu, sangatlah penting untuk dilakukannya pengaturan mengenai khamar. Seperi hal nya di Aceh, telah mengatur secara tegas mengenai larangan meminum khamar, yang diatur dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, namun pengaturan mengenai larangan meminum khamar ini dari persfektif hukum Nasional, belum ada pengaturannya secara tegas mengenai pelarangan meminum jenis minuman ini. Jikapun ada diatur hanyalah mengenai larangan mengenai proses produksi yang tanpa izin Menteri Kesehatan dan pelarangan jika meminumnya di jalanan umum serta dapat mengganggu ketentraman masyarakat maka barulah tindakan ini dapat dikatakan sebagai tindak pidana. Oleh sebab itu, sudah tentu lebih baik dilakukan pengaturan yang lebih tegas dalam persfektif Hukum Nasional sehingga dapat diberlakukan diseluruh masyarakat Indonesia. Sehingga keberadaan minuman keras ini dapat dibatasi dan akan meminimalisir kemungkinan masyarakat yang meminumnya.