Provinsi Riau adalah salah satu kontributor utama nilai ekspor komoditas Crude Palm Oil (CPO) kelapa sawit. Kualitas CPO ini salah satunya ditentukan oleh tingkat kematangan tandan buah segar (TBS) sebelum dipanen dan ketika memasuki proses pengilangan di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Penentuan kematangan TBS kelapa sawit sebelum panen atau sebelum memasuki proses selanjutnya di PKS pada umumnya dilakukan secara tradisional oleh pemanen atau mandor yang berpengalaman. Metode secara elektronik dan otomatis dibutuhkan untuk standarisasi sehingga semua pihak mempunyai persepsi yang sama terhadap tingkat kematangan TBS. Sistem e-nose adalah sistem yang mengidentifikasi suatu bahan berdasarkan respon aroma yang diterima. Sistem kerja pada e-nose menggunakan prinsip penciuman pada hewan dan manusia. Sensor gas pada system e-nose berfungsi sebagai sel reseptor pada manusia dan hewan dengan prinsip bahwa perubahan komposisi gas yang ada di sekitar sensor akan ditangkap dan dengan transduser akan diubah menjadi sinyal listrik. Dalam pembuatan rancang bangun system e-nose sawit dibutuhkan merancang perangkat keras dan perangkat lunak. Dalam perangkat keras, terdapat ruang pendeteksi gas untuk mendeteksi sampel yang telah dilengkapi blower dan sensor gas. Sedangkan untuk perangkat lunak dibuat berupa program antar muka mikrokontroler yang akan mngontrol jalannya system dan program fata logger untuk menampilkan data pengukuran. Setelah melalui proses, akuisi data dilakukan untuk mendapatkan nilai tegangan terhadap waktu setiap sensor pada setiap tingkat kematangan TBS kelapa sawit. Setelah itu pengukuran kadar minyak segera dilakukan. Data yang didapatkan dari hasil pengukuran kemudian diolah dan dianalisis menggunakan analisa komponen utama PCA. Analisaa PCA kemudian digunakan untuk mengklasifikasi kematangan TBS kelapa sawit.