Abstrak Di Indonesia, pemberian bantuan hukum kepada fakir miskin atau pelaku kejahatan yang tidak mampu secara cuma-cuma untuk mendapatkan akses keadilan dan persamaan di depan hukum, sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011, sebagai negara hukum. yang harus diakui, dilindungi dan dijamin hak asasi warga negaranya, termasuk hak atas bantuan hukum. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan bantuan hukum gratis bagi pelaku tindak pidana yang tidak mampu serta bagaimana perangkat regulasi yang mendukung pelaksanaan bantuan hukum gratis tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan bantuan hukum gratis bagi pelaku tindak pidana belum berjalan optimal dan merata. Penyelenggara bantuan hukum yang terakreditasi hanya terdapat di 6 (enam) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan, kemudian anggaran yang disediakan oleh pemerintah melalui lembaga bantuan hukum secara terbatas yaitu Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan dengan Besaran biaya bantuan hukum dalam proses pengadilan, untuk perkara pidana dari tahap penyidikan sampai tahap peninjauan kembali kasasi sebesar delapan juta rupiah, namun kenyataannya belum maksimal dan masih kurang dirasakan oleh masyarakat miskin dalam mencari keadilan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor internal peraturan itu sendiri, seperti terhambatnya akses keadilan bagi masyarakat miskin atau pelaku tindak pidana, sebagai formalitas atau memenuhi syarat normatif dalam memperoleh bantuan hukum pada tahap proses pemeriksaan persidangan, pelaksanaan verifikasi dan akreditasi memakan waktu terlalu lama dan faktor eksternal. adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemberi bantuan hukum dan persepsi bahwa penerima bantuan hukum dimintai biaya lain dari pemberi bantuan hukum yang terakreditasi. Kata kunci: Bantuan Hukum, Pengangguran Pelaku Tindak Pidana, Implementasi. Abstract In Indonesia, giving legal aid to the poor or criminals who are unable to do so free of charge to gain access to justice and equality before the law, already stated in Regulation No. 16 the year 2011, as a nation of The rule of law that must be recognized, protects and guarantees the human rights of its citizens, including the right to legal aid. The problem in this research is how the implementation of free legal aid for criminal offenders who can't afford it and also how the regulatory instruments that support the implementation of free legal aid. The research method used is empirical juridical research. The sources of data used in this study consisted of primary data and secondary data. Based on the results of the research, shows that the implementation of free legal aid for criminal offenders has not run optimally and evenly. Accredited legal aid providers only exist in 6 (six) Regencies/Cities in South Sumatra Province, then a limited budget is provided by the government through legal aid providers, namely the Regional Office of the Ministry of Law and Human Rights of South Sumatra with the amount of legal aid costs in litigation, for criminal cases from the investigation stage to the cassation review stage of eight million rupiahs, but in reality, it has not been maximized and is still less felt by the poor in seeking justice. This can be caused by several factors internal to the regulation itself, such as impeding access to justice for the poor or perpetrators of criminal acts, as a formality or fulfilling normative requirements in obtaining legal aid at the stage of the trial examination process, the implementation of verification and accreditation takes too long and external factors. is the lack of socialization carried out by legal aid providers and the perception that legal aid recipients are being asked for other fees from accredited legal aid providers. Keywords: Legal Aid, Unemployment Criminal Offenders, Implementation.