Rani Gayatri Kusumawardhani Pradoto
Institut Teknologi Bandung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Tantangan Penerapan Alokasi Anggaran Biaya SMK3 pada Kontrak Konstruksi Proyek Berisiko Tinggi -, Meifrinaldi -; Wirahadikusumah, Reini D; Adhiwira, Felix -; Catri, Putra Ramadhana; Pradoto, Rani Gayatri Kusumawardhani
Jurnal Teknik Sipil Vol 26, No 1 (2019)
Publisher : Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.21 KB) | DOI: 10.5614/jts.v26i1.10107

Abstract

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menerbitkan regulasi yang mewajibkan implementasi Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dalam semua fase pekerjaan konstruksi. Ketentuan tersebut tercantum dalam PermenPUPR 5/2014 yang kemudian diperbarui menjadi PermenPUPR 2/2018 mewajibkan adanya alokasi biaya yang secara spesifik digunakan untuk pengadaan SMK3 dalam Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Ketentuan ini dilengkapi dengan adanya pedoman bagi Proyek manager untuk mengestimasi alokasi biaya SMK3. Meskipun begitu, pada praktiknya di lapangan dirasakan masih belum berjalan dengan efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menkaji masalah penerapan aturan tersebut yang mencakup perhitungan biaya yang harus dialokasikan oleh kontraktor untuk pengadaan seluruh komponen SMK3, serta menggali pendapat responden mengenai tantangan di lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei terhadap lima belas proyek konstruksi gedung high-rise di wilayah Jakarta dan Bandung. Biaya yang harus dikeluarkan untuk mengimplementasikan kebijakan ini kemudian disimulasikan dan diestimasi berdasarkan hasil wawancara, kuesioner, serta pengumpulan data-data serta dokumen pendukung dari narasumber. Didapatkan bahwa biaya yang harus dialokasikan berkisar antara 1,37% sampai 3,84%. dari total nilai kontrak. Komponen biaya yang paling siginfikan adalah yang berkaitan dengan premi untuk asuransi dan perizinan, serta pembayaran gaji untuk petugas pengawas K3. Sedangkan kendala utama dalam pelaksanaan program SMK3 adalah faktor pekerja, yaitu turnover pekerja yang tinggi sehingga program yang telah disusun menjadi kurang efektif. Responden mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan petunjuk teknis yang lebih komprehensif terkait dengan penganggaran SMK3, agar terdapat kesamaan presepsi pada saat pelaksanaan konstruksi di lapangan.
Tantangan Penerapan Alokasi Anggaran Biaya SMK3 pada Kontrak Konstruksi Proyek Berisiko Tinggi Reini D Wirahadikusumah; Felix - Adhiwira; Putra Ramadhana Catri; Rani Gayatri Kusumawardhani Pradoto; Meifrinaldi -
Jurnal Teknik Sipil Vol 26 No 1 (2019)
Publisher : Institut Teknologi Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jts.2019.26.1.9

Abstract

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diamanatkan melalui PP 50/2012. Dalam konteks pekerjaan konstruksi, KemenPUPR telah menerbitkan PerMenPUPR 5/2014 yang kemudian diperbarui menjadi PerMenPUPR 2/2018. Pedoman ini mengatur pengalokasian biaya penerapan SMK3 oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Pedoman ini telah mengatur komponen-komponen biaya SMK3 yang harus diperhitungkan dan dilaksanakan di proyek-proyek berisiko tinggi. Namun penerapannya belum berdampak pada peningkatan kinerja K3 konstruksi, dengan demikian digali potensi penerapan pangalokasian anggaran SMK3 dalam kontrak konstruksi secara terpisah dari biaya umum/overhead, yaitu sebagai suatu "line-item" yang khusus dalam kontrak konstruksi. Studi dilakukan pada lima belas proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi di wilayah Jakarta dan Bandung. Data diambil berdasarkan wawancara, kuesioner, serta dokumen pendukung. Biaya aktual SMK3 yang dikeluarkan berkisar antara 0,3-2,0%. Sedangkan anggaran yang dihitung berdasarkan pedoman adalah 1,37-3,84% dari total nilai kontrak. Komponen biaya yang paling signifikan adalah premi untuk asuransi, perizinan, serta gaji pengawas K3. Responden sebagai pihak kontraktor juga memberi masukan dari sudut pandang penyedia jasa terkait pendetilan perhitungan komponen biaya SMK3 yang tertuang dalam pedoman. Responden setuju pemisahan perhitungan biaya SMK3 dalam kontrak, namun pedoman dapat digunakan di luar lingkungan KemenPUPR apabila disusun penajaman perhitungannya sehingga terdapat kesamaan persepsi perhitungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Occupational Safety and Health Management (OSHM) is compulsary stated in Government Regulation 50/2012. For construction sector, OSHM has been regulated by Ministry of Public Works and Housing Regulation 5/2014 and later updated in 2/2018. This serves as guidelines for construction projects within the ministry and includes guidelines on cost allocation for OSHM. The objective of this study was to explore the possibility of separating OSHM related costs as a "line-item" in the bill of quantity, in order to be assigned specifically for OSHM purposes, not to be compromised with other indirect costs. First the actual costs allocated for OSHM were investigated in fifteen high-rise building projects in the vicinity of Jakarta and Bandung areas. These actual allocations were then compared to the "ideal" costs simulated based on the guidelines. The actual costs were 0,3- 2,0%, while the simulated costs were 1,37-3,84% of the contract values. The most significant components of OSHM costs were for insurance, licenses, and safety supervisors/officers. Respondents agreed with the benefits of separating OSHM costs as a "line-item" in the BoQ. The existing guidelines which were developed by the government could be used in the private sector, however, more detailed estimating procedure is needed. Both contractors and owners should give inputs to the revised standard guidelines.