This Author published in this journals
All Journal Humaniora
Muslikh Madiyant
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Estetika Sinema Elektronik dalam Kasus Narasi Si Doel Anak Sekolahan Muslikh Madiyant
Humaniora Vol 10, No 1 (1998)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1617.904 KB) | DOI: 10.22146/jh.611

Abstract

Menyetarakan film dan narasi sebagai suatu pasangan, pada mulanya tidaklah jelas asal usulnya (Jaques Aumont, 1983) sebab ketika diketemukan kali pertama, film tidak begitu saja secara masif naratif. Film sebagai perangkat, pada mulanya, lebih cenderung memainkan penyelidikan ilmiah, memainkan perangkat pelaporan atau dokumentasi, perpanjangan lukisan, atau bahkan sekadar tontonan. Dalam kata lain, seni film pada awalnya lebih diterima sebagai alat perekam yang tidak ditujukan untuk menuturkan cerita dengan cara-cara spesifik.
Sinemasastra: Mencari Bahasa di dalam Teks Visual Muslikh Madiyant
Humaniora Vol 15, No 2 (2003)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.827 KB) | DOI: 10.22146/jh.784

Abstract

Kajian sastra di Indonesia selama tiga dasawarsa belakangan sudah mencakup pengembangan teori, kritik, dan sejarah. Pada perkembangan ini, kajian sastra di negeri kita belum menaruh perhatian secara memadai pada bidang penelitian yang bersifat lebih khusus dan sistematis, yakni sastra bandingan (komparatisme). Kenyataan ini dapat dimengerti jika disadari bahwa untuk memasuki bidang komparatisme dituntut sejumlah perangkat dasar yang cukup memadai pula. Dia harus seorang sejarawan sastra transnasional; dia harus memiliki informasi sastra asing secara memadai; memiliki pengetahuan secara luas ekspresi-ekspresi seni di luar sastra, memiliki kemampuan membaca teks atau ekspresi tidak dalam bahasa ibunya (Madiyant, 1996:16-18). Kaitan pernyataan di atas dengan perubahan namun Fakultas Sastra menjadi Fakultas Ilmu Budaya memiliki relevansi signifikan, dalam arti di lingkungan wacana pengetahuan baru ini amat mungkin dikembangkan bidang-bidang kajian yang baru yang selama ini terabaikan. Data dan fakta dapat berbicara dalam hal ini. Selama tiga tahun (enam semester) peneliti menyampaikan kuliah ‘sinemasastra’ pada tiga angkatan mahasiswa Sastra Roman, sambutan yang diperoleh cukup signifikan. Dari tiga angkatan ini telah dihasilkan dua skripsi bertopik sinemasastra. Sambutan tersebut dapat dijadikan indikator terterimanya bidang kajian baru di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya.