Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM MALEFICENT Amanda Diani; Martha Tri Lestari; Syarif Maulana
ProTVF Vol 1, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.035 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v1i2.19873

Abstract

Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan isi pesan di baliknya. Pesan-pesan atau nilai-nilai yang terkandung dalam film dapat mempengaruhi penonton baik secara kognitif, afektif dan konatif. Film Maleficent merupakan film adaptasi dongeng Sleeping Beauty yang menceritakan kehidupan seorang peri bernama Maleficent. Melalui film ini, karakter perempuan digambarkan sebagai subjek narasi yang aktif dan membawa pesan feminisme. Topik feminisme menarik perhatian peneliti karena selama ini perempuan sering digambarkan hanya sebagai objek narasi yang pasif bahkan objek erotis utama dalam film. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui makna kode semiotika mengenai feminisme dalam level realitas, level representasi dan level ideologi. Untuk mencapai tujuan penelitian, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis semiotika John Fiske berdasarkan kode-kode televisi yang terbagi ke dalam tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Hasil penelitian menunjukkan nilai-nilai feminisme pada level realitas melalui kode penampilan, tata rias, kostum, cara bicara, lingkungan dan perilaku. Pada level representasi nilai-nilai feminisme ditunjukkan melalui kode kamera, karakter, aksi, konflik dan dialog. Pada level ideologi nilai feminisme yang terepresentasikan mewakili aliran ekofeminisme di mana perempuan dan alam memiliki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.
MENGOMUNIKASIKAN IDEOLOGI LEWAT SENI Syarif Maulana
Lingkar Studi Komunikasi (LISKI) Vol 1 No 1 (2015): FEBRUARI 2015
Publisher : Universitas Telkom

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25124/liski.v1i1.815

Abstract

Di awal abad ke-20, komunisme berkembang dari sebuah pemikiran filosofis, menjadi ideologi politik dan juga ekonomi sebuah negara. Uni Soviet adalah yang pertama kalinya menjadikan paham komunisme –yang dicetuskan oleh Karl Marx, seorang pemikir asal Jerman di abad ke-19- sebagai sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Di bawah pimpinan Vladimir Lenin, seluruh masyarakat diharapkan untuk bersatu agar cita-cita komunisme dapat tercapai: Mewujudkan suatu komunitas yang setara dan tidak ada ketimpangan sosial (sebagaimana lawan ideologi mereka yaitu kapitalisme). Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu yang dilakukan adalah mengubah peran seni. Seni yang tadinya ditujukan murni untuk keluhuran estetika semata, oleh Lenin diredefinisi menjadi bertujuan untuk kepentingan komunisme. Karya seni rupa misalnya, harus melukis hal-hal yang terkait dengan ideologi, seperti lukisan buruh, petani, atau peristiwa-peristiwa kemenangan kaum komunis. Artikel ini hendak menunjukkan bahwa peran seni dalam peradaban tidak selalu stabil dan objektif. Ada masa dimana seni merupakan bagian dari ritual keagamaan, ada masa dimana seni merupakan ekspresi pribadi yang murni dari pengaruh eksternal, dan ada masa dimana seni merupakan campur tangan kekuasaan untuk mewujudkan suatu cita-cita ideologi.