Nofan Nur Khafid Azmi
PPS IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Perkawinan Beda Agama Menurut Perspektif Imam Nawawi dan Relevansinya dengan Sistem Perkawinan di Indonesia Nofan Nur Khafid Azmi
INKLUSIF (JURNAL PENGKAJIAN PENELITIAN EKONOMI DAN HUKUM ISLAM) Vol 4, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (67.856 KB) | DOI: 10.24235/inklusif.v4i1.3979

Abstract

ABSTRACT Indonesian society is a pluralistic society, especially in terms of ethnicity and religion. Consequently, in living a society in Indonesia faced with differences - differences in various things, ranging from culture, way of life and interaction between individuals. The concern of the government and other components of the nation is the issue of inter-religious relations. One of the problems in interfaith relations is the issue of marrying Muslims with non-Muslims, which is hereinafter referred to as “ Different Religion Marriage”The problem of this research is how is Imam Nawawi's perspective on interfaith marriage and how is the relevance of Imam Nawawi's thinking with interfaith marriage in Indonesia?This study aims to find out the thoughts of Imam Nawawi about interfaith marriage and to know the relevance of Imam Nawawi's thinking with the interfaith marriage system in Indonesia.This research is descriptive analytical, namely research that aims to assess the existing law and then analyze it to reach a conclusion. After the data on Imam Nawawi's opinion about the expert of the book and its legal norms regarding the ability of Muslim men to marry women from the book of the people collected, it will be described and analyzed to reach a conclusions that are judged about the law of marrying female scribes.AbstrakMasyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya dilihat dari segi etnis / suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupan bermasyarakat di Indonesia dihadapkan kepada perbedaan – perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah perkawinan Muslim dengan non-Muslim, yang selanjutnya disebut sebagai “perkawinan beda agama’’.Masalah penelitian ini adalah bagaimana perspektif Imam Nawawi tentang perkawinan beda agama dan bagaimana relevansi pemikiran Imam Nawawi dengan perkawinan beda agama di Indonesia?Penelitian ini bertujuan mengetahui pemikiran Imam Nawawi tentang perkawinan beda agama dan mengetahui relevansi pemikiran Imam Nawawi dengan sistem perkawinan beda agama di Indonesia.Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang bertujuan untuk menilai hukum yang ada untuk kemudian dianalisis sehingga mencapai sebuah kesimpulan. Setelah data mengenai pendapat Imam Nawawi tentang ahlul kitab dan istinbat hukumnya mengenai kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita ahlul kitab terkumpul, maka akan dideskripsikan dan dianalisa untuk mencapai kesimpulan yang bersifat menilai mengenai hukum mengawini wanita ahlul kitab. 
Perkawinan Beda Agama Nofan Nur Khafid Azmi
INKLUSIF (JURNAL PENGKAJIAN PENELITIAN EKONOMI DAN HUKUM ISLAM) Vol 6, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24235/inklusif.v6i2.8739

Abstract

Perkawinan Beda Agama adalah suatu bentuk perkawinan yang terjadi antara orang yang berbeda agamanya. Islam sebagai agama terakhir telah memberikan tuntunan bagaimana ketika orang Islam melakukan suatu proses perkawinan. Dalam al-Qur’an, ketentuan tentang perkawinan ini terdapat dalam surat al-Māidah [4]: 5 yang berisi kebolehan seorang laki-laki muslim menikah dengan wanita ahl al-Kitab dan surat al-Baqarah [2]: 221 yang berisi larangan bagi orang Islam menikah dengan non muslim. Hukum yang diperoleh dari ketentuan surat al-Mā‟idah [4]: 5 adalah suatu bentuk kebolehan (ibāhah/mubah) bukan ‟sunat‟, lebih-lebih ‟wajib‟. Ketika sesuatu yang mubah itu dilakukan dan mengantarkan kepada kemadaratan tertentu, maka perbuatan tersebut bisa dilarang, karena tujuan dari syari‟at Islam (maqasid asy-syari’'ah) adalah merealisasikan kemaslahatan dan menghindarkan kemadaratan.