AbstractThe judge has a role and a very strategic position, where the duties of judges are required to decide a case they become problems among men correctly and fairly in accordance guidance of the Qur'an and Hadith. The participation of women in politics and the judiciary has caused much controversy among scholars to critize it. This fundamental thesis underlying this study is the phenomenon in which the majorit y of Indonesian Muslims adherents homoge to Shafi'i in his opinion that he forbade women to the bench as the opinion promoted by Al- Mawardi but in the Religious Courts allow women to become judges with the following opinion carried by Al-Kasani that homoge to Hanafi. Therefore needs to be studied more in depth to the arguments used by Al-Mawardi who are scholars schools Syafi'iyyah with Al-Kasani Hanafiyyah schools that are scholars in establishing the legal status of women judges, so it will be known where opinions are relevant to the context of Indonesia the priest a second opinion.Based on the background of the problem underlying this study, the authors formulate some formulation of the problem to facilitate the review process including, how do al-Mawardi with al-Kasani about the concept of female judges, how the Law of the opinion istinbath al Mawardi with al-Kasani about the concept and how women judge the relevance of the opinion that the two figures in the context of developments in the Indonesian Religious Courts.In addition, the purpose of this study is to provide an explanation of the concept of women judges in the opinion of both the priests and the legal istinbath used by both priests and comparing of two opinions which are relevant to the context of the Religious Courts in Indonesia.This research included qualitative research (literature) by using descriptive method-comparative-analysis, which describes and explains the opinions and arguments used by both the priest and then analyzed and the results is comparated between them to obtain a pragmatic conclusion.After holding in-depth analysis of the arguments relied upon by the second law of priests, then found things to be the origin of the differences in the two priests to critize women become judges, namely the difference in socio-cultural background of the lives of both the priest and the dissent to interpret Qur'an and hadith. So then obtained a second opinion from the imam of Al-Kasani priests who carry the opinion of the Hanafi imams are considered relevant and matching with the judiciary in Indonesia and in the soul of the people of Indonesia.Keywords: Women Jugde, Al-Kasani, Al-Mawardi. AbstrakHakim memiliki peran dan kedudukan yang sangat strategis, dimana dalam tugasnya hakim dituntut untuk dapat memutuskan suatu perkara yang menjadi permasalahan diantara manusia dengan benar dan adil sesuai tuntunan al- Qur’an dan Hadits. Keikutsertaan perempuan dalam kancah politik dan peradilan telah menimbulkan banyak kontroversi dari kalangan ulama dalam menghukuminya. Hal mendasar yang melatarbelakangi pengkajian tesis ini adalah adanya fenomena dimana umat muslim Indonesia yang mayoritas penganutnya bermadzhab Syafi’i yang dalam pendapatnya beliau melarang perempuan menjadi hakim sebagaimana pendapat yang diusung oleh Al-Mawardi namun dalam Peradilan Agama memperbolehkan perempuan menjadi hakim dengan mengikuti pendapat yang diusung oleh Al-Kasani yang bermadzhab Hanafi. Oleh karenanya perlu dikaji lebih mendalam terhadap dalil-dalil yang digunakan oleh Al-Mawardi yang merupakan ulama madzhab Syafi’iyyah dengan Al-Kasani yang merupakan ulama madzhab Hanafiyyah dalam menetapkan kedudukan hukum hakim perempuan, sehingga akan diketahui mana pendapat yang relevan dengan konteks Indonesia dari pendapat kedua imam tersebut.Berdasarkan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian ini, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah untuk memudahkan dalam proses pengkajian diantaranya, bagaimana pendapat ibn Habib Al-Mawardi dengan ibn Mas'ud Al-Kasani tentang konsep hakim perempuan, bagaimana istinbath Hukum dari pendapat ibn Habib Al-Mawardi dengan ibn Mas'ud Al-Kasani tentang konsep hakim perempuan dan bagaimana relevansi pendapat kedua tokoh tersebut dengan konteks perkembangan Peradilan Agama di Indonesia.Selain itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai konsep hakim perempuan menurut pendapat dari kedua imam serta istinbath hukum yang digunakan oleh kedua imam dan membandingkan dari kedua pendapat mana yang relevan dengan konteks Peradilan Agama di Indonesia.Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif (kepustakaan) dengan menggunakan metode diskriptif-analisis-komparatif, yaitu menguraikan dan menjelaskan pendapat dan dalil yang digunakan oleh kedua imam untuk kemudian dianalisis dan hasilnya dikomparasikan antara keduanya untuk mendapatkan kesimpulan yang pragmatis.Setelah mengadakan analisa yang mendalam terhadap dalil-dalil yang dijadikan dasar hukum oleh kedua imam, maka ditemukan hal-hal yang menjadi asal perbedaan dari kedua imam dalam menghukumi perempuan menjadi hakim, yaitu adanya perbedaan sosio-cultural yang melatarbelakangi kehidupan dari kedua imam serta adanya perbedaan dalam menafsiri al-Qur’an maupun hadits. Sehingga kemudian diperoleh satu pendapat dari kedua imam yaitu imam Al- Kasani yang mengusung pendapat imam Hanafi yang dianggap relevan dan cocok dengan kehakiman di Indonesia dan sesuai dengan jiwa masyarakat Indonesia.Kata Kunci: Hakim perempuan, Al-Kasani, Al-Mawardi.