Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

Analisis Numerik Pengaruh Pitch Ratio Longitudinal (SL/2a) dan Transversal (ST/2b) 1, 1.25, dan 1.5 terhadap Karakteristik Aliran Fluida dan Perpindahan Panas melintasi Staggered Elliptical Tube Banks Nazilah Nazilah; Budi Utomo Kukuh Widodo
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (819.339 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i1.15673

Abstract

Abstrak— Peningkatan performa alat penukar kalor pada sisi eksternal telah banyak diteliti, salah satunya adalah memodifikasi bentuk tube dari silinder sirkular menjadi silinder ellips. Perubahan bentuk geometri dapat meningkatkan perpindahan panas sisi eksternal karena silinder ellips adalah salah satu bentuk dari streamlined body dua dimensi. Titik separasi yang tertunda pada ellips mengakibatkan pada berkurangnya gaya drag yang dimiliki body dibandingkan dengan silinder sirkular. Penelitian dilakukan dengan menganalisis karakteristik aliran fluida pada sisi eksternal elliptical tube bank yang tersusun secara staggered dengan perbandingan ratio sebesar 1:3. Fluida kerja berupa udara berkecepatan konstan sebesar 4 m/s dimodelkan sebagai gas ideal yang mengalir pada sisi eksternal dengan kondisi temperatur sebesar 308 K dan heat flux pada  tube sebesar 2000 W/m2. Studi numerik dilakukan secara 2 dimensi dengan kondisi aliran steady dengan menggunakan perangkat lunak Computational Fluid Dynamic CFD. Model turbulensi yang digunakan adalah Renormalization Group (RNG) k-ε. Hasil studi bertujuan untuk mengetahui fenomena aliran dan perpindahan panas pada elliptical tube banks, ditinjau secara kualitatif menggunakan visualisasi kontur temperatur dan kecepatan, serta secara kuantitatif dengan menganalisa grafik kecepatan lokal dan Nusselt number. Dari analisis numerik ini diperoleh hasil variasi PL dan PT akan mempengaruhi nilai koefisien heat transfer, temperatur, dan kecepatan dari setiap model A, B, C, D, E, F, G, H dan I. Peningkatan nilai rata-rata kecepatan lokal kontur yang dihasilkan untuk tube banks dibandingkan dengan model A yang memiliki nilai Vavg = 3.361 m/s. Peningkatan kecepatan model B adalah sebesar 14.38 %, C = 37.67%, D = 5.21%, E = 16.24%, F = 38.78 %, G = 7.75%, H = 19.25% dan model I sebesar 42.61%. Peningkatan nilai rata-rata Nusselt lokal dimana model A memiliki nilai Nuavg = 95.8292.  Peningkatan Nusselt model B adalah sebesar 7.29 %, C = 16.03%, E =4.67%, F = 15.35 %, G = 0.44%, H = 4.63% dan model I sebesar 16.91%. Pada model D terjadi penurunan nilai Nusselt lokal senbesar 0.24%. Penurunan tekanan (ΔP) terjadi pada semua model, Model A memiliki ΔP sebesar 12.88 Pa, B = 18.41 Pa, C=36.35 Pa, E= 17.97 Pa, F= 36.18 Pa, G =14.97, H = 19.62 Pa, I = 36.54 Pa. Penurunan ΔP terjadi pada model D yang memiliki ΔP sebesar 12.79 Pa dibandingkan dengan model A. Model I dengan PL = 1 dan PT = 1 memiliki nilai Coefficient heat transfer ,kecepatan lokal dan pressure drop yang paling tinggi dibandingkan model variasi lainnya.
Analisis Termal High Pressure Feedwater Heater di PLTU PT. XYZ Maria Ulfa Damayanti; Budi Utomo Kukuh Widodo
Jurnal Teknik ITS Vol 5, No 2 (2016)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1083.369 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v5i2.20063

Abstract

Abstrak- PT. XYZ mengoperasikan tiga unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) unit 3, 7 dan 8 berkapasitas 2.030 MegaWatt. Pada PLTU Paiton unit 7 dan 8 terdapat delapan buah feedwater heater yaitu empat buah Low Pressure Water Heater (LPWH), tiga buah High Pressure Water Heater (HPWH), dan sebuah dearator. Pada PLTU Paiton unit 7 dan 8 terdapat kerusakan pada HPWH 6 yang menyebabkan penurunan efisiensi dari siklus secara keseluruhan. Penurunan efisiensi dapat terjadi karena temperatur feedwater sebelum masuk ke boiler terlalu rendah, sehingga kalor yang dibutuhkan oleh boiler untuk memanaskan feedwater meningkat. Oleh karena itu konsumsi batubara akan meningkat dan menyebabkan terjadi kenaikan biaya operasional harian dalam sistem pembangkit. Dari data Divisi Produksi PT. XYZ Unit 7 dan 8 diperoleh spesifikasi HPWH 6, 7, dan 8 dan propertis fluida dalam HPWH 6, 7, dan 8. Data tersebut digunakan sebagai dasar analisis termal yang meliputi performa masing-masing HPH. Tahap selanjutnya dalam analisis termal adalah memvariasikan beban 25%, 50%, 75%, 100%, dan 105%. Tahap terakhir analisis adalah menghitung performa dengan variasi sumbatan (plug) 5%, 10%, 15%, dan 20% sesuai dengan variasi beban. Hasil yang didapatkan dari penelitian tugas akhir ini adalah nilai effectiveness tertinggi tercapai pada pembebanan 100% serta menghasilkan pressure drop tertinggi pada pembebanan 105%, nilai effectiveness terbesar serta nilai pressure drop terkecil terjadi pada zona Condensing, serta sumbatan (plugging) pada HPH akan menyebabkan penurunan nilai effectiveness dan kenaikan pressure drop sisi tube.
Perancangan Unit Mesin Pendingin (Cold Storage) untuk Produk Karkas Sapi Kapasitas 25 Ton dengan Kombinasi Refrigerasi Kompresi Uap, Refrigerasi Absorpsi, dan Flat Plate Solar Collector di Kabupaten Pamekasan-Madura Canny Cado Dwi Putri Ayu; Budi Utomo Kukuh Widodo; Prabowo Prabowo
Jurnal Teknik ITS Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (994.267 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v6i2.26684

Abstract

Pamekasan merupakan kota dengan potensi yang besar dalam bidang peternakan, yaitu produksi karkas sapi. Bahkan, proses ekspor sering dilakukan oleh masyarakat lokal ke berbagai daerah di luar Madura. Namun, mereka memilih cara yang salah dalam proses distribusi karkas. Mereka mengirim sapi dalam keadaan hidup dan melakukan proses penyembelihan di tempat tujuan. Proses ini akan lebih baik jika karkas terlebih dahulu dibekukan. Oleh karena itu, dibutuhkan desain cold storage. Pamekasan juga memiliki potensi iradiasi yang cukup, sehingga desain menggunakan solar collector jenis datar. Perancangan meliputi konstruksi dan sistem pendinginan, yaitu kombinasi refrigerasi kompresi uap dan absorpsi. Ammonia (R717) sebagai refrigeran dan Aquos-ammonia sebagai absorben-refrigeran pada absorpsi. Hal ini bertujuan agar karkas kapasitas 25 ton dapat didinginkan hingga temperatur -20℃. Variasi yang digunakan dalam proses perancangan yaitu persentase ammonia larutan lemah 10%, 20%, 30%, dan 40% untuk menentukan COP dan luas solar collector teroptimal. Hasil yang diperoleh yaitu beban maksimal 251,922 KW pada 15 jam pendinginan bulan Januari; nilai COP kompresi uap 3,375; COP optimal untuk refrigerasi absorpsi 0,794; luas solar collector 300,702 m2; dan pemilihan komponen sistem berdasar katalog.
Rancang Bangun Perangkat Praktikum Perpindahan Panas Konveksi Paksa pada Berkas Pin Fin Berpenampang Sirkular dengan Susunan Staggered Alik Dinikavanila; Budi Utomo Kukuh Widodo
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.24 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v8i1.42065

Abstract

Perpindahan panas merupakan perpindahan energi akibat adanya perbedaan temperatur. Fenomena perpindahan panas konduksi dan konveksi dapat ditemui pada sirip (fin). Fin dapat meningkatkan perpindahan panas dengan menambah luasan atau area perpindahan panas yang disebut extended surface. Untuk menambah pemahaman tentang perpindahan panas secara eksperimental khususnya yang terjadi pada berkas pin fin berpenampang sirkular perlu dirancang suatu perangkat praktikum perpindahan panas. Tugas akhir ini membahas perancangan alat praktikum perpindahan panas konveksi paksa melalui berkas pin fin berpenampang sirkular. Alat praktikum ini digunakan untuk mengetahui pengaruh diameter fin serta kecepatan udara terhadap perpindahan panas konveksi. Selain itu, dari pengujian tersebut diketahui distribusi temperatur di sepanjang fin. Pengujian dilakukan dengan menggunakan circular pin fin yang berjumlah 18 dengan diameter 10 mm dan 16 mm serta panjang 70 mm. Pin fin diletakkan dalam rectangular duct dan disusun secara staggered dengan ST = 20 mm, SL = 20 mm, dan SD = 23 mm. Electric plate heater diletakkan pada base plate sebagai sumber panas yang dikontrol dengan menggunakan termokontrol yaitu pada T = 50 ⁰C dan T = 70 ⁰C. Kecepatan udara divariasikan dengan menggunakan variasi air inlet pada centrifugal blower. Kemudian dilakukan pembacaan temperatur temperatur masing-masing 1 titik pada Treferensi, Tbase, Tout, dan sebanyak 20 titik pada pin fin. Pengukuran temperatur dilakukan dengan termokopel dan DAQ yang terintegrasi pada komputer. Hasil penelitian menjunjukkan distribusi temperatur menurun di sepanjang fin. Temperatur permukaan fin tertinggi terdapat pada fin baris keempat dan fin yang terletak di sebelah kiri. Temperatur terendah terjadi pada v = 4.20 m/s dan temperatur tertinggi terjadi pada v = 2.64 m/s. Fin diameter 10 mm mempunyai luas permukaan yang lebih kecil dan memberikan jarak antar fin yang lebih luas daripada fin diameter 16 mm. Jarak tersebut memungkikan fluida yang melalui fin dapat membawa panas dari fin dan menyebabkan penurunan temperatur yang besar. Pada kecepatan yang sama, fin 10 mm mempunyai koefisien konveksi yang lebih besar daripada fin 16 mm. Untuk varisi set point yang digunakan, koefisien konveksi yang tertinggi dicapai pada set point 50ᵒC.Perpindahan panas merupakan perpindahan energi akibat adanya perbedaan temperatur. Fenomena perpindahan panas konduksi dan konveksi dapat ditemui pada sirip (fin). Fin dapat meningkatkan perpindahan panas dengan menambah luasan atau area perpindahan panas yang disebut extended surface. Untuk menambah pemahaman tentang perpindahan panas secara eksperimental khususnya yang terjadi pada berkas pin fin berpenampang sirkular perlu dirancang suatu perangkat praktikum perpindahan panas. Tugas akhir ini membahas perancangan alat praktikum perpindahan panas konveksi paksa melalui berkas pin fin berpenampang sirkular. Alat praktikum ini digunakan untuk mengetahui pengaruh diameter fin serta kecepatan udara terhadap perpindahan panas konveksi. Selain itu, dari pengujian tersebut diketahui distribusi temperatur di sepanjang fin. Pengujian dilakukan dengan menggunakan circular pin fin yang berjumlah 18 dengan diameter 10 mm dan 16 mm serta panjang 70 mm. Pin fin diletakkan dalam rectangular duct dan disusun secara staggered dengan ST = 20 mm, SL = 20 mm, dan SD = 23 mm. Electric plate heater diletakkan pada base plate sebagai sumber panas yang dikontrol dengan menggunakan termokontrol yaitu pada T = 50 ⁰C dan T = 70 ⁰C. Kecepatan udara divariasikan dengan menggunakan variasi air inlet pada centrifugal blower. Kemudian dilakukan pembacaan temperatur temperatur masing-masing 1 titik pada Treferensi, Tbase, Tout, dan sebanyak 20 titik pada pin fin. Pengukuran temperatur dilakukan dengan termokopel dan DAQ yang terintegrasi pada komputer. Hasil penelitian menjunjukkan distribusi temperatur menurun di sepanjang fin. Temperatur permukaan fin tertinggi terdapat pada fin baris keempat dan fin yang terletak di sebelah kiri. Temperatur terendah terjadi pada v = 4.20 m/s dan temperatur tertinggi terjadi pada v = 2.64 m/s. Fin diameter 10 mm mempunyai luas permukaan yang lebih kecil dan memberikan jarak antar fin yang lebih luas daripada fin diameter 16 mm. Jarak tersebut memungkikan fluida yang melalui fin dapat membawa panas dari fin dan menyebabkan penurunan temperatur yang besar. Pada kecepatan yang sama, fin 10 mm mempunyai koefisien konveksi yang lebih besar daripada fin 16 mm. Untuk varisi set point yang digunakan, koefisien konveksi yang tertinggi dicapai pada set point 50ᵒC.
Optimasi Jaringan Heat Exchanger Dengan Metode Pinch Technology Menggunakan Perangkat Lunak Aspen Energy Analyzer V.10 Pada Train F PT Badak NGL Bontang Ananda Azaria Febriana; Budi Utomo Kukuh Widodo
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23373539.v8i1.42269

Abstract

Kapal Fiberglass Reinforced Plastic (FRP) semakin banyak dibangun seiring dengan program pengadaan 1.700 kapal nelayan berbahan fiberglass oleh pemerintah pada tahun 2016. Seiring dengan dibangunnya kapal fiberglass tersebut, maka jumlah pekerjaan reparasi kapal fiberglass juga meningkat. Akan tetapi reparasi kapal fiberglass pada galangan umumnya masih belum menggunakan standar Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) maupun guidebook reparasi kapal fiberglass. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh laminasi fiberglass akibat proses reparasi terhadap kekuatan kapal. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan lokasi kerusakan dan schedule laminasi. Lokasi kerusakan yang diteliti adalah geladak, sisi dan alas dengan kerusakan berupa sobek pada kulit. Variasi metode reparasi yang dipilih adalah single sided scharf repair dan double sided scharf repair. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik dan pengujian tekuk untuk menghitung tensile strength, modulus of tensile elasticity, bending strength dan modulus of bending elasticity. Hasil dari penelitian ini adalah setelah direparasi kapal FRP masih memiliki nilai tensile strength dan modulus of tensile elasticity yang memenuhi standar BKI dimana penurunan terbesar tensile strength adalah 9,66% dari nilai awal dan modulus of tensile elasticity berkurang sebesar 18,93% dari nilai awal. Setelah dilakukannya proses reparasi, kapal juga masih memiliki nilai bending strength dan modulus of bending elasticity yang memenuhi standart BKI dimana pengurangan terbesar bending strength adalah 38,94% dari nilai awal dan modulus of bending elasticity berkurang sebesar 63,62%. Biaya reparasi yang paling ekonomis pada penelitian ini adalah dengan menggunakan variasi double sided scharf repair pada lokasi geladak dengan total biaya Rp2.600.985, yaitu lebih murah 13,51% dari biaya reparasi sesungguhnya.
Studi Eksperimen Perpindahan Panas Konveksi Paksa pada Berkas Pin Fin Berpenampang Circular dengan Susunan Aligned Linda Wijiati; Budi Utomo Kukuh Widodo
Jurnal Teknik ITS Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM), ITS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (639.911 KB) | DOI: 10.12962/j23373539.v8i1.42376

Abstract

Fin digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas dengan menambah luasan atau area perpindahan panas yang disebut extended surface. Salah satu media untuk mendemonstrasikan fenomena perpindahan panas pada fin adalah dengan melakukan studi eksperimen. Studi eksperimen ini digunakan untuk mengetahui pengaruh diameter fin dan kecepatan udara terhadap perpindahan panas konveksi serta distribusi temperature di sepanjang fin. Pengujian dilakukan dengan menggunakan circular pin fin yang berjumlah 16 dengan diameter 10 mm dan 16 mm serta panjang 70 mm. Pin fin diletakkan di dalam rectangular duct dan disusun secara aligned dengan =20 mm dan =20 mm. Electric plate heater diletakkan pada base plate sebagai sumber panas yang dikontrol menggunakan thermocontrol yaitu pada T=50oC dan T=70oC. Kecepatan aliran udara divariasikan dengan menggunakan variasi air inlet pada centrifugal blower. Setelah itu dilakukan pembacaan temperature masing-masing pada 1 titik pada base plate, dan 24 titik pada circular pin fin. Pengukuran temperature dilakukan dengan thermocouple dan akuisisi data yang terintegrassi pada computer. Hasil penelitian menunjukkan distribusi temperature menurun sepanjang pin fin. Reynolds number terbesar terjadi pada v=4.20 m/s. Pada kecepatan yang sama, fin 10 mm mempunyai koefisien konveksi yang lebih besar daripada fin 16 mm.
The Effect of Feedwater Heaters Operation Schemes to a 200 MW Steam Power Plant Heat Rate Using Cycle-Tempo Software Adi Apriyanto Wijaya; Budi Utomo Kukuh Widodo
IPTEK The Journal of Engineering Vol 4, No 3 (2018)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j23378557.v4i3.a4995

Abstract

There are several ways to improve performance of Rankine cycle which is implemented at steam power plant, regenerative feedwater heating is one of the methods. Some failures in closed feedwater heaters such as, water leak through manhole and tube leakage may happen during operation of the plant. Repairing such failures may take some period of time and must shut off the operation of the feedwater heaters. Further study is needed to evaluate the effect of closed feedwater heater in off-service condition against the steam power plant’s performance. This study varies off-service condition of closed feedwater heaters applying thermodynamics analysis and modeled through Cycle-Tempo software. There are 12 possible feedwater heater operation schemes. Based on the heat balance and equipment design of a 200 MW Steam Power Plant at Jakarta-Indonesia, this study concluded that the NPHR might increase as much as 0.96% and 0.39% due to the off-service of any HPH and the off-service of any LPH respectively. Schemes of 2 off-service feedwater heaters summed up with 1.37% increase of NPHR.
Heat Rate Gap and Cost Analysis Due to Increase of Condenser Pressure in A 660 MW Combined Cycle Power Plant Muchlisin Muchlisin; Budi Utomo Kukuh Widodo
IPTEK Journal of Proceedings Series No 1 (2019): 4th International Seminar on Science and Technology 2018 (ISST 2018)
Publisher : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (280.223 KB) | DOI: 10.12962/j23546026.y2019i1.5097

Abstract

A condenser is one of the main equipment in a Combined Cycle Power Plant (CCPP) cooling system which has a great influence on steam turbine output and thermal efficiency of the whole power plant as well. The objective of this study is to analyze the effect of increase in condenser pressures on the heat rate and electricity production costs. The primary data is acquired from the DCS. These data are then compared to those of the best performance operating data. The differences of these two data of 23 parameters, are then integrated with the impact factor to gain the heat rate loss. Based on the heat rate loss, then the cost of electricity production is established accordingly. The study concludes that the increase of condenser pressure from 2.41 inHgA to 2.82 inHgA results in increase of plant heat rate 19.55 kcal/kWh. The 5 great parameters to contribute to this loss are: HP and LP steam flows, condenser pressure, stack temperatures of HRSG 1.3 and 1.2. Meanwhile, the cost of production rises up from 751 IDR/kWh to 805 IDR/kWh
Experimental Study of the Effect of Magnetization on Bioethanol Injectors on Spray Characteristics for Applications in the SINJAI-150 Engine Amalia Dwi Utami; Bambang Sudarmanta; Budi Utomo Kukuh Widodo; Ary Bachtiar Krisna Putra; Is Bunyamin Suryo
JMES The International Journal of Mechanical Engineering and Sciences Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : LPPM, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j25807471.v3i2.9389

Abstract

In general, the hydrocarbon molecules in the fuel perform vibrational activity towards the core and attract each other, forming clustering molecules. Induction of a magnetic field in the fuel flow can change the hydrocarbon molecules so that their arrangement becomes more regular (de-clustering). The induction of the magnetic field in this research utilized a coil that was fed by an output current from the SINJAI-150 engine alternator. Magnetic field placement was placed before Bioethanol E100 fuel entered the injector. Observation of the magnetization of the fuel was carried out molecularly with the FTIR (Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy) test and observing the characteristics of the fuel spray at the injector output. The results obtained were an increase in the fuel transmittance of Bioethanol E100 up to 41.31% for C-H compounds, 48.8% for C-O compounds, and 114% for O-H compounds compared to standard conditions. In the spray characteristics, there was an increase in the spray angle up to 2 and a decrease in the Sauter Mean Diameter (SMD) to 1.312 mm, due to a decrease in the value of the fuel properties in the form of surface tension, viscosity, and density up to 2.6%, 10.28% and 10.15% from the standard state without magnetization. As a result of decreasing the density value, the mass flow rate of the fuel decreases to 10.28% from the standard conditions at 2,000 rpm.
Influence of Nozzle-to-Surface Distance Ratio and Reynolds Number Variation on Hemispherical Tempered Glass Strength and Quench Time Frans Loekito; Budi Utomo Kukuh Widodo; Djatmiko Ichsani
JMES The International Journal of Mechanical Engineering and Sciences Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : LPPM, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.12962/j25807471.v1i1.2208

Abstract

The quenching step in a glass tempering process is a transient heat transfer phenomenon which is governed by several parameters – Reynolds number (Re) and the nozzle diameter-to-surface distance ratio (H/D). In this research, the effect of such parameters on the strength and quench time of hemispherical tempered glass are to be analyzed. The quenching process will use the impinging jets quench method, with an equilateral – staggered nozzle arrangements. The process is performed in an ambient air of 60oC and with a nozzle pitch and diameter of 27 mm and 4 mm respectively. The study applies variations of Reynolds number: 2300, 10000, 20000, 30000, 40000, 50000, 60000, 70000, 80000, and 87000, and H/D: 2, 6, 9, and 12. These variations are used to construct and solve a mathematical model, to obtain temperature distribution contours. The contours are then transformed into stress distribution graphs. From these steps, it is found that the tempered glass strength increases and the quench time decrease along with the increase of Re and the decrease of H/D. It is also found that the allowable range of operation is between Re = 8000 – 25000 for H/D =2 and Re = 8000 – 30000 for H/D = 6, 9, and 12.