Latar belakang. Peningkatan kejadian resistensi Salmonella enterica serotype typhi (S. typhi) terhadap berbagaiantibiotik telah banyak dilaporkan. Tanpa mengenal pola kepekaan kuman tersebut di suatu rumah sakitakan menimbulkan peningkatan mortalitas dan morbiditas akibat S. typhi.Tujuan. Mengetahui pola kepekaan S. typhi terhadap kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim-sulfametoksazol,seftriakson, sefotaksim, seftazidim, sefoperazon, meropenem, imipenem, dan siprofloksasin.Metode. Merupakan penelitian observasional deskriptif berdasarkan data rekam medis pasien didiagnosisdemam tifoid anak (0–14 tahun) sejak 1 Januari 2006 - 31 Desember 2010. Semua hasil kultur S. typhipositif dari darah, urin, feses, atau cairan serebrospinalis dilakukan uji kepekaan dan resistensi terhadapberbagai jenis antibiotik, dengan metoda difusi cakram (tahun 2006-2009) dan metoda v-tech radiometric(tahun 2010).Hasil. Kultur S. typhi ditemukan 15,8% dari seluruh spesimen dari 216 pasien demam tifoid. Selama tahun2006–2010, S. typhi menunjukkan sensitivitas yang baik terhadap berbagai jenis antibiotik. Antibiotik linipertama (kloramfenikol, ampisilin, dan trimetoprim-sulfametoksazol) 92–100%, seftriakson, sefotaksim,dan sefoperazon 95,7%–100%, seftazidim 81,8%–100%, meropenem 100%, imipenem 94,7%–100%,serta siprofloksasin 100%.Kesimpulan. Sejak tahun 2006 sampai 2010 tidak terjadi peningkatan kejadian resistensi antibiotik dariS. typhi. Kloramfenikol, ampisilin, dan trimetoprim-sulfametoksazol, masih menunjukkan sensitifitas yangtinggi sehingga dapat dipakai sebagai terapi lini pertama demam tifoid