p-Index From 2020 - 2025
0.444
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Sari Pediatri
Badriul Hegar
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Derajat Kerusakan Mukosa Esofagus pada Anak dengan Penyakit Refluks Gastroesofagus Berlian Hasibuan; Badriul Hegar; Muzal Kadim
Sari Pediatri Vol 14, No 1 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.1.2012.19-23

Abstract

Latar belakang. Refluks gastroesofagus (RGE) yang berlangsung lama, baik durasi maupun frekuensi dapat menyebabkan berbagai derajat kerusakan mukosa esofagus atau esofagitis. Esofagitis atau penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) yang tidak segera ditangani dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Oleh karena itu pembuktian kerusakan mukosa esofagus pada setiap anak yang secara klinis dicurigai mengalami esofagitis menjadi amat penting. Tujuan. Menilai derajat kerusakan mukosa esofagus atau esofagitis pada anak yang secara klinis memperlihatkan gejala PRGE.Metode. Penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif terhadap data hasil pemeriksaan endoskopi dari pasien dengan gejala klinis PRGE, dilakukan pada 1 Januari sampai 31 Desember 2009, di Divisi Gastrohepatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM. Derajat kerusakan mukosa esofagus ditentukan berdasarkan kriteria Los Angeles.Hasil. Di antara 58 pasien dengan gejala klinis PRGE yang dilakukan endoskopi, didapatkan 51 pasien (87,9%) mengalami kerusakan mukosa esofagus (esofagitis), yang mencakup 21,6% esofagitis derajat A, 33,3% esofagitis derajat B, 25,5% esofagitis derajat C, dan 19,8% esofagitis derajat D. Tujuh pasien (12,1%) tidak ditemukan kerusakan mukosa esofagus. Gejala klinis terbanyak adalah mual dan muntah pada 25pasien (43,1%), diikuti nyeri perut berulang daerah ulu hati dan regurgitasi, masing-masing pada 20 pasien (34,5%). Kesimpulan.Kerusakan mukosa esofagus akibat refluks gastroesofagus pada anak merupakan keadaan yang perlu diwaspadai pada setiap anak dengan gejala klinis regurgitasi dengan volume dan frekuensi berlebihan, serta gejala klinis PRGE.
Probiotik Pada Gangguan Saluran Cerna Fungsional Valerie Andrea; Badriul Hegar
Sari Pediatri Vol 20, No 3 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.522 KB) | DOI: 10.14238/sp20.3.2018.185-9

Abstract

Probiotik memiliki kemampuan untuk memengaruhi komposisi mikroflora saluran cerna. Ketika dikonsumsi dalam jumlah adekuat, probiotik memiliki efek positif terhadap kesehatan pejamu. Terdapat beberapa penelitian yang menilai efek terapeutik probiotik terhadap berbagai macam penyakit, termasuk gangguan saluran cerna fungsional pada anak. Gangguan saluran cerna fungsional adalah gangguan yang dianggap terkait dengan saluran cerna, namun tidak dapat dijelaskan oleh kelainan struktural maupun biokimia. Penelitian besar menggunakan probiotik pada gangguan saluran cerna fungsional telah banyak dilakukan. Penggunaan probiotik juga dianggap aman dan hampir tidak pernah dilaporkan efek samping pada rawat jalan. Beragam strain, dosis, dan metodelogi penelitian menjadikan kesulitan dalam menerjemahkan dan menyimpulkan secara keseluruhan hasil penelitian yang ada. Walaupun demikian, beberapa penelitian dengan metodelogi yang baik memperlihatkan fakta bahwa peran probiotik terhadap beberapa gangguan saluran cerna fungsional tidak dapat diabaikan.
Bifidobakterium dan Kesehatan Saluran Cerna Anak Reza Ranuh; Badriul Hegar
Sari Pediatri Vol 22, No 3 (2020)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp22.3.2020.190-6

Abstract

Kolonosisasi mikrobiota saluran cerna yang didominasi oleh mikrobiota sehat merupakan aspek penting dalam optimalisasi kesehatan anak. Komposisi mikrobiota saluran cerna selalu berubah pada setiap keadaan karena banyak faktor yang memengaruhinya. Bifidobacteria terdapat dalam Air Susu Ibu dan mendominasi saluran cerna bayi yang mendapat ASI eksklusif, seringkali dikaitkan dengan kesehatan bayi dan anak dikemudian hari. Bifidobacteria dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu (1) spesies Bifidobacteria berasal dari manusia (human residential bifidobacteria/HRB) dan (2) spesies Bifidobacteria yang secara alami berkoloni di hewan/ lingkungan (non-HRB). Bifidobacteria breve, B. longum subsp.infantis, dan B. bifidum adalah HRB yang terdapat pada bayi. Kolonisasi usus bayi ASI eksklusif didominasi oleh HRB saat berusia 2 minggu. Suplementasi HRB memberikan efek protektif NEC pada bayi dengan usia gestasi <34 minggu. Resolusi sakit perut bermakna terlihat pada irritable bowel syndrome yang mendapat suplementasi HRB, walaupun demikian belum cukup kuat bukti untuk menyatakan bahwa probiotik lebih efektif dalam mencegah kolik infantil.
Pendekatan Tata Laksana Regurgitasi dan Gastro-esophageal Reflux Badriul Hegar
Sari Pediatri Vol 24, No 1 (2022)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp24.1.2022.62-8

Abstract

Regurgitasi seringkali menyebabkan keadaan tidak nyaman pada bayi dan orangtua. Pendekatan diagnosis dan terapi yang rasional diperlukan agar kualitas hidup bayi dan ibu tetap terjaga. Kriteria diagnosis regurgitasi berdasarkan Kriteria Rome IV. Deteksi alarm sign menjadi bagian pendekatan diagnosis regurgitasi atau gastroesophageal reflux (GER). Alarm signs dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (1) kemungkinan GER Diseases (GERD) dan kelainan anatomi atau (2) kemungkinan alergi protein susu sapi. Bayi menangis berkepanjangan, iritabel, dan rewel tidak dapat dipakai sebagai gejala satu-satunya untuk menegakkan diagnosis GERD. Beberapa pendekatan terapi direkomendasikan saat ini, yaitu (1) parental reassurance, (2) teknik pemberian minum, (3) thickening milk, (4) alternatif susu formula, (5) posisi bayi, dan (6) tidak memberikan obat. Pemberian small frequent feeding mungkin akan mengurangi frekuensi regurgitasi, tetapi juga akan meningkatkan frekuensi GER. Proton pump inhibitor (PPI) bukan prokinetik sehingga pemberian pada bayi yang mengalami regurgitasi adalah sikap yang tidak rasional. Bayi dengan regurgitasi disertai menangis berkepanjangan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk memberikan terapi PPI empiris.