This Author published in this journals
All Journal Sari Pediatri
Sri Martuti
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD Dr. Moewardi, Surakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Faktor Risiko Kegagalan Ventilasi non Invasif di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUD Dr. Moewardi Leksmana Hidayatullah; Sri Martuti; Pudjiastuti Pudjiastuti
Sari Pediatri Vol 21, No 3 (2019)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.734 KB) | DOI: 10.14238/sp21.3.2019.177-82

Abstract

Latar belakang. Ventilasi non invasif (non invasive ventilation = NIV) dapat menjadi alternatif ventilasi selain intubasi endotrakeal, belum banyak didapatkan penelitian mengenai NIV di negara berkembang. Karakteristik awal pasien mempunyai peranan sebagai faktor risiko kegagalan NIV, tetapi masih didapatkan hasil yang beragam.Tujuan. Menganalisis faktor risiko kegagalan terapi NIV berdasarkan karakteristik awal pasien di Pediatric Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi.Metode. Penelitian analitik dengan desain cross sectional dengan besar sampel 25 anak, dilakukan pengambilan data melalui rekam medik dengan periode november 2016 sampai mei 2018.Hasil. Didapatkan hasil, sebanyak 10 dari 25 pasien (40%) gagal NIV, 22 pasien (88%) sebagai lini pertama sedangkan sebagai penyapihan ventilator sebanyak 3 pasien (12%). Analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan jalur nutrisi enteral (P value 0,028 ;OR 10,64 (1,29-87,56)CI 95%) dapat menjadi prediktor kegagalan penggunaan NIV.Kesimpulan. Pemberian Nutrisi secara enteral pada saat awal penggunaan NIV dapat dijadikan prediktor kegagalan.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Nutrisi Akut Pascabedah Yusrina Istanti; Antonius Pudjiadi; Abdul Latief; Sri Martuti; Moh. Supriatna; Pudjiastuti Pudjiastuti
Sari Pediatri Vol 16, No 3 (2014)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.573 KB) | DOI: 10.14238/sp16.3.2014.215-20

Abstract

Latar belakang. Malnutrisi sering ditemukan pada pasien pascabedah dan berhubungan dengan penurunan fungsi otot, respirasi, imun serta penyembuhan luka yang terganggu. Tindakan pembedahan merupakan stresor yang memicu respons metabolik sehingga berpengaruh terhadap luaran, termasuk status nutrisi.Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi status nutrisi akut pascabedah.Metode. Penelitian observasional analitik dilakukan di ICU anak tiga rumah sakit, yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RS Dr Kariadi, dan RSUD Dr Muwardi. Dilakukan pemeriksaan kadar retinol binding protein (RBP) hari ke-1 dan ke-5 pascabedah sebagai indikator status nutrisi, kortisol, dan C-reactive protein (CRP) sebagai marker respons inflamasi. Status nutrisi berdasarkan antropometri dinilai, jenis, dan lama pembedahan dicatat. Dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan antara kortisol, CRP, dan RBP dengan kadar RBP hari ke-5. Uji kai kuadrat untuk melihat hubungan status nutrisi, jenis dan lama pembedahan dengan kadar RBP hari ke-5.Hasil. Selama kurun waktu 6 bulan didapatkan 39 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan 4 subjek dieksklusi. Penurunan kadar RBP hari ke-5 dijumpai pada 12 (34,4%) subjek. Didapatkan hubungan antara kadar kortisol, CRP, dan RBP hari ke-1 dengan kadar RBP hari ke-5 [r=-0,35 (p=0,04); r=-0,53 (p=0,001); r=0,42 (p=0,01)]. Tidak terdapat hubungan antara status nutrisi berdasarkan antropometri serta jenis dan lama pembedahan dengan kadar RBP hari ke-5 (p>0,05).Kesimpulan. Terdapat hubungan antara kadar RBP hari ke-1 dan ke-5 sebagai parameter status nutrisi akut pascabedah. Kadar RBP hari ke-5 tidak dipengaruhi oleh status nutrisi prabedah serta jenis dan lama pembedahan, tetapi oleh kadar kortisol dan CRP sebagai marker respons stres.
Perbandingan Prediktor Mortalitas Skor PRISM III dan PELOD 2 pada Anak Sakit Kritis Non Bedah Tressa Bayu Bramantyo; Sri Martuti; Harsono Salimo
Sari Pediatri Vol 19, No 5 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp19.5.2018.284-9

Abstract

Latar belakang. Tujuan utama perawatan pasien di PICU adalah untuk menyelamatkan jiwa pasien yang mengalami sakit kritis, tetapi masih dapat disembuhkan. Sarana, prasarana, sumber daya manusia yang terbatas di PICU dengan biaya rawat yang mahal masih menjadi perhatian utama. Sistem skoring digunakan untuk memprediksi luaran dan prognosis pasien. Sampai saat ini, belum ada sistem skoring yang digunakan di PICU secara baku untuk penilaian awal pasien di Indonesia.Tujuan. Menganalisis perbandingan kemampuan prediktor mortalitas antara skor PRISM III dan skor PELOD 2 pada anak sakit kritis non bedah.Metode. Penelitian kohort dilakukan dengan subyek pasien anak berusia 1 bulan-18 tahun yang dirawat di PICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dari kelompok pasien non bedah.Hasil. Studi kohort dari bulan Maret sampai dengan Juli 2017 terhadap 40 pasien anak berumur 1 bulan-18 tahun yang dirawat di PICU. Didapatkan hasil skor PELOD 2 >20 berisiko terjadi mortalitas sebesar 7,75 kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan skor PELOD 2 <20 (RR 7.750 (95% IK 3.105-19.342), p<0,001). Pasien dengan skor PRISM III ≥8 berisiko terjadi mortalitas sebesar 10 kali lipat dibandingkan dengan pasien dengan skor PRISM III <8 (RR 10,00 (95% IK 3.418-29.256), p<0,001). Skor PRIM III memiliki sentitivitas 76,9% dan spesifisitas 100,0%, sedangkan skor PELOD 2 memiliki sensitivitas 69,2% dan spesifisitas 100,0% untuk memprediksi mortalitas.Kesimpulan. Skor PRISM III lebih unggul dalam memprediksi mortalitas pada pasien anak sakit kritis non bedah bila dibandingkan dengan skor PELOD 2.Â