Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

31odernisasi Hukum di Indonesia Adakah -Peran Golongan Borjuis Seperti Di Eropa Barat ?- Muhammad Syamsudin
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 13 No. 2: Mei 2006
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol13.iss2.art3

Abstract

The Modernization of law in West Europe, in the process of the modernization was supported by the bourgeois liberal capitalism group. The group was able to changefundamentally the social, cultural political and economic aspects of the EuropeanCommunity who has already established the modem concept of law. Is the condition alsooccured in Indonesia?
Sengketa Tanureal: Refleksi Pertentangan Sentralisme Hak Menguasai Negara dalam UUPA dengan Kepentingan Masyarakat Adat Muhammad Syamsudin; Ahmad Basuki
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 10 No. 22: Januari 2003
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol10.iss22.art6

Abstract

The UUPA is a transitional act product which is made to change the characteristic of colonial Law of agrarian field into the agrarian law which is in accordance with the form and idea of Indonesia Republic Unitary State. In practice, during the new order regime,the authorities abused the State Authorization Right and gave the investors the privileges of controlling the agrarian sources. As a consequence, the existency and community role of the custom were getting marginilized and felt ata disadvantage. This reality frequenthy triggered to cause the tenureal disputes between the investors and the custom community which, in general, enabled to threat the integrity of national territory/ unity. In the effort of preventing the recurrence, the UUPA needs reforming the characteristic of agrarian law which not only accomodating but also warranting the interests ofcustom community. Pluralism of agrarian law should reflect more the spirit of Unity in diversity.
Budaya Hukum llmuwan tentang Hak Cipta: Suatu Penelitian Hukum Empiris Muhammad Syamsudin
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 9 No. 19: Februari 2002
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol9.iss19.art12

Abstract

This writing is aimed to discuss either theoretically or empirically about the cultural law of scientist for copyright. The cultural law has a very large meaning, covers the vaiues, ideas, knowledge, belief, attitude and societal behaviour to the law both positive andnegative. In this writing, the law values and societal behaviour of the law becomes an indicator inknowing the law culture. Statistics isapplied to assist analyzing the main data gained from the research subject, namely the scientists at the universities in Yogyakarta more about 114 which they are gained in a quata way. In the analysis, itis used an CHI square by using the three category of law culture, namely strong, middle andweak. The result shows that thelaw culture of scientists on copyright in general are strong enough which is showed by the value indicator and positive behaviour on the Acts of Copyright. It means that in the scientist environment, the Act of Copyright is well understood, comprehended and held by the scientist in doing their scientific activities. The Acfs ofCopyright also gives gurantee of justice, exactness and utility for the scientist dealwith scientific paper.
PROSTITUSI DI LOKALISASI GANG SADAR BATURADEN PURWOKERTO MUHAMMAD SYAMSUDIN
Cakrawala Hukum: Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Vol 18, No 45 (2016): Majalah Ilmiah Cakrawala Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/chk.v18i45.19

Abstract

Bangsa Indonesia dewasa ini tengah giatgiatnyamelaksanakan pembangunan disegalabidang. Salah satu dari komponen pembangunantersebut adalah kaum perempuan. Struktur sosialselama ini memposisikan perempuan sebagai objekpembangunan. Karenanya, perempuan selalutertinggal. Salah satu hambatannya adalahstereotipe tentang perempuan, yang menempatkanperempuan selalu dalam posisi nomor dua.Teoritisi feminis mengungkapkan bahwaadanya hubungan sosial yang timpang, yaitu kaumperempuan berada pada posisi subordinatterhadap kaum lelaki, maka akan “melestarikan”kaum perempuan terbelakang. Padahal secarahukum, sudah mendapatkan kesempatan yangsama dengan kaum laki-laki di segala bidang.Namun dalam kenyataannya tetap saja perempuanterpinggirkan (Amal, 1995:117)Kemitrasejajaran dalam hidupbermasyarakat tidak terealisir, karena diskriminasiantara lelaki dan perempuan, ketidakadilanterhadap perempuan dan laki-laki terlalumengistimewakan kaum lelaki. Perempuan belumdihargai sesuai prestasinya. Stereotip negatif yangterlembaga di masyarakat tidak diragukan menjadihambatan dalam sosialisasi kemitrasejajaran priadan perempuan, khususnya bagaimanamemasyarakatkan pemberdayaan perempuan.Adanya istilah pemberdayaan perempuanmengandung makna bahwa selama ini perempuanmengalami ketidakberdayaan, diskriminasi danketidak-adilan. Misalnya tentang peran gandaperempuan. Perempuan tetap dianggap lemahwalaupun telah menghasilkan ekonomi buat incomekeluarga. Selain itu, mereka masih harusmemanggul beban di sektor domestik, marjinalisasiperempuan pedesaan dari sektor pertanian, daneksploitasi perempuan di pabrik.Dalam hal seks pun perempuan ‘terjajah’Perempuan lebih tampil sebagai objek dan korbandari berbagai pelecehan seksual, seperti;perkosaan, dan hubungan seksual pranikah. Halini mendorong intensitas masalah-masalah seksualyang berdampak pada seks yang tak aman (unprotectedsex), penyebaran penyakit kelamin, dankehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah yangdisebut terakhir ini akan menimbulkan masalahmasalahlain, seperti: aborsi dan praktek hubunganseks pranikah. Fenomena praktek prostitusiterselubung di kalangan perempuan khususnya dilokalisasi-lokalisasi saat ini, merupakan bagian daripersoalan sosial ekonomi, kemiskinan dan ciri darikehidupanProstitusi
Pemaknaan Hakim tentang Korupsi dan Implikasinya Pada Putusan: Kajian Perspektif Hermeneutika Hukum Muhammad Syamsudin
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 22, No 3 (2010)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.931 KB) | DOI: 10.22146/jmh.16241

Abstract

Answering the increasing rate of acquittal verdicts handed on corruption charges, this study analyses judges’ interpretation of corruption and its implication to their judgements. We find that judges perceive corruption in either narrow or broad interpretations. Narrow approach tends to result in acquittal while broad interpretation ends in guilty verdicts. Dilatarbelakangi oleh fenomena jamaknya putusan bebas terhadap tersangka korupsi di pengadilan umum, studi ini mempelajari pemaknaan hakim akan korupsi dan implikasinya terhadap putusan. Hasil studi menemukan bahwa terdapat dua pemaknaan hakim tentang korupsi: pemaknaan sempit dan luas. Pemaknaan sempit cenderung menghasilkan putusan bebas, sedangkan pemaknaan luas cenderung melahirkan putusan bersalah.
Korupsi dalam Perspektif Budaya Hukum Muhammad Syamsudin
Unisia Vol. 30 No. 64 (2007): Jurnal Unisia
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/unisia.vol30.iss64.art7

Abstract

In the perspective of legal culture corruption denotes a behavior that contradicts to values and norms either those of honesty, social, religion or the law. But, the emerging of the corruption itself is influenced by individual and collective need and demand, and also iit is supported by social culture environment that inherited the corruption tradition. Besides, legal culture of the government dose not justify law and pays priority over social status, economy, and that of politics of corruptor. The internal legal cultutre of law enforcement itself does not support to solve the corruption that shows the corruption in the process of court. Departing from this phenomenon it is clearly that corruption is regarded as society culture that difficult to solve, instead the corruption can be proved legally but it can be regarded as other meaning for instance commission, kompensation, reward, insentive, return fee and so on. Kaywords: Corruption, Law En- forcement, Legal Culture
Analisis Sosiologi Lingkungan Terhadap Pemburuan Biawak (Varanus Salvator) Bagi Keberlanjutan Ekosistem Sungai Muhammad Syamsudin; Muhammad Labibun Nuful; Ahmad Fauzan Hidayatullah
Jurnal Ilmiah Pendidikan Lingkungan dan Pembangunan Vol 24 No 02 (2023): PLPB: Jurnal Pendidikan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan, Volume 24 Nom
Publisher : Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21009/plpb.v24i02.31766

Abstract

Biawak dianggap sebagai hama dan populasinya masih banyak, apabila perburuan dilakukan terus menerus tidak menutup kemungkinan akan berakibat pada kepunahan. Biawak termasuk memiliki peran yang cukup penting dalam ekosistem sungai, seperti pemakan bangkai hewan-hewan yang ada disungai dan juga bisa mengendalikan populasi ular dengan memakan telur-telur ular. Penelian ini menerapkan metode kualitatif dengan pengumpulan data nya menggunakan observasi, wawancara dan juga dokumentasi kami melakukan observasi dengan terjun kelapangan tepatnya di Sungai Beringin, kemudian melakukan wawancara kepada masyarakat setempat dan juga pemburu yang biasa melakukan perburuan di sekitar sungai tersebut dan untuk dokumentasi nya berupa foto dari sungai Bringin sebagai pelengkap data penelitian ini. Hasil penelitian kami dapat kesimpulan bahwa kegiatan berburu yang dilakukan oleh warga adalah hal yang membuat ekosistem sungai terganggu dan populasi biawak semakin berkurang. Salah satu cara yang baik adalah semua warga harus bisa mengurangi dan mengingatkan apabila ada pemburuan terjadi di sungai beringin.