Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

MERUNUT KIAT AL-QUR AN DAN AL-HADIS TENTANG CARA HIDUP SEHAT: MODUL BAGI PARA KONSELOR MUSLIM Munawir, M. Fajrul
Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam Vol 9, No 1 (2012): Juni
Publisher : UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (393.959 KB) | DOI: 10.14421/hisbah.2012.%x

Abstract

Al-Qur an dan al-Hadis adalah kitab suci umat Islam yang berisi di dalamnya petunjuk hidup umat Islam. Salah satu petunjuknya adalah tuntunan menjalani hidup secara sehat baik fisik maupun psikis. Tetapi petunjuk tersebut saat ini seolah terabaikan dan terpinggirkan di mata umat Islam. Deskripsi tentang ayat-ayat dan Hadis-hadis tentang bagaimana menghadapi dan menyelesaikan soal kesehatan fisik dan psikis dalam paparan ini memberikan rangsangan kembali kepada umat Islam untuk kembali ke rumah besarnya yaitu al -Qur an dan al-Hadis sekaligus memberikan tugas khusus bagi para konselor muslim untuk ikut mempopulerkan kembali khazanah umat Islam yang selama ini terdiam dan terpendam di dalam tumpukan almari dan rak perpustakaan.
REINTREPERTRASI PEMAKNAAN HADIS TENTANG I’TIKAf PEREMPUAN Munawir, M. Fajrul
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 10 No. 1 (2011)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2011.101.33-70

Abstract

Hadis i’tikaf perempuan riwayat al-Bukhari memiliki dua proses hukum.  Pertama, kebolehan i’tikaf, kedua, larangan i’tikaf karena terdapat illat hukum yang menyebabkan dilarangnya i’tikaf (keamanan [sic], riya, ujub). Lalu hadis yang kedua yang mengkomparasi hadis pertama kembali membolehkan i’tikaf setelah tidak ada illat hukumnya. Jadi dengan demikian hukum asal i’tikaf adalah boleh bagi perempuan (tidak ada diskriminasi). Hasil ini kemudian menjadi semacam indikasi bahwa sesungguhnya persoalan i’tikaf perempuan dan kajian-kajian hadis missogini tidak terletak pada soal kualitas kesahihan sanadnya, tetapi justru fokus pada soal bagaimana memaknai kembali (remeaning) soal tekstual dan kontekstualnya, oleh karena itu pada sesi inilah sebenarnya penajaman analisis dan pengkayaan pandangan musti dilakukan, meskipun kinerja kritik sanad selalu menjadi menu yang tidak bisa terlewatkan pada setiap kegiatan penelitian kualitas hadis.
RELEVANSI PEMIKIRAN SAYYID QUTB TENTANG TAFSIR JAHILIYAH BAGI DAKWAH DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM KONTEMPORER Munawir, M. Fajrul
Jurnal Dakwah Vol. 12 No. 1 (2011)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Term jahiliyah dalam Al-Qur’an menempati posisi sentral dalam bingkai keberagamaan al-Qur’an (Islam) di samping term penting lainnya seperti kufr, hilm, sabar, islam. Tulisan ini menginformasikan bahwa proses penafsiran jahiliyah yang dilakukan Sayyid Qutb dilalui dua periode dan situasi, yaitu sebelum di penjara dan saat di penjara. Dua situasi tersebut berpengaruh pada hasil penafsiran tentang jahiliyah meskipun tidak signifikan. Sedangkan yang terkait dengan karakteristik jahiliyah, maka hal itu terbagi menjadi tiga, pertama, jahiliyah dalam pengertian kebodohan yang menggejala pada semua orang, kedua, jahiliyah yang mendarah daging yang susah dihilangkan, dan ketiga, jahiliyah yang kadarnya rendah sehingga mudah dihilangkan. Pandangan yang menonjol yang dikedepankan oleh Sayyid Qutb terhadap isu dan kasus serta term jahiliyah ini, selain deskripsi di atas, terdapat tiga hal yang merupakan suatu penemuan dan kontribusi keilmuan yang dihasilkan dari studi ini. Pertama, perspektifnya tentang sejarah dan pribadi Rasulullah yang a historis dan tak tersentuh oleh noda dan salah walaupun bersifat sementara. Sehingga ‘memaksa’ Qutb untuk mengalihkan tafsir jahiliyah yang seharusnya dikenakan kepada Rasulullah, justru dikenakan kepada para budak muslim yang dalam konteks ayat justru yang harus diberi penghormatan karena ketaqwaannya. Kedua, Qutb memberikan pandangan yang menegaskan tentang term jahiliyah yang tidak mengenal dimensi ruang dan waktu. Penegasan ini sekaligus memberikan sanggahan terhadap pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa jahiliyah itu hanya terbatas dan terjadi pada masyarakat Arab pra-Islam atau terjadi dan dikenakan kepada komunitas non muslim seperti yang dinyatakan Abu al-A’la al-Mawdudi. Ketiga, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pandangan Qutb tentang jahiliyah dalam kasus-kasus tertentu sangat mencerminkan pandangan yang normatif-tekstualis yang oleh sebagian kalangan dimasukkan dalam model penafsiran yang radikal. (kasus tafsir QS. Al-Ahzab 33:33 tentang perempuan yang marginal dan subordinat dalam perspektif kritik para feminis terhadap beberapa tafsir).
KONSEP FASIK DALAM AL-QUR’AN PERSPEKTIF AL-IBRIZ: Analisis Teori Sosiologi Karl Mannheim QS. As-Shaf 5-6 Ridho, M. Fikriyansyah; Munawir, M. Fajrul
TAFAKKUR : Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol. 5 No. 01 (2024): TAFAKKUR: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an Ar-Rahman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62359/tafakkur.v5i1.400

Abstract

Fasiq in the Qur'an refers to behavior that violates Allah's laws and deviates from the truth, often linked to disobedience to divine authority. The Tafsir Al-Ibriz by Bisri Mustofa and Karl Mannheim's sociological theory are used to explore how the concept of fasiq is understood and applied within social and cultural contexts. This study aims to analyze the concept of fasiq in the Qur'an, particularly in Surah As-Saff verses 5-6, through the lens of Tafsir Al-Ibriz and Karl Mannheim's theory. The research is qualitative, focusing on library research. In Islamic teachings, fasiq is a sin, either major or minor, with some views linking it to disbelief depending on the offense. The term fasiq appears 54 times in 23 Surahs of the Qur'an. Surah As-Saff, a Madinan Surah, discusses Sharia law and jihad. Tafsir Al-Ibriz highlights the Jews' rejection and harm towards Prophets Musa and Isa, even though they knew the truth they brought. Mannheim's theory provides insight into the objective meaning of these verses, showing the rejection of the prophets by their people. The expressive meaning is seen in the ongoing harm to Prophet Musa by his people, despite recognizing him as Allah's messenger. Finally, the documentary meaning suggests a hidden indication that in As-Shaf verses 5-6, it is used as reassurance directed to the Prophet Muhammad, encouraging patience when he is harmed by his people.