Gaya yang diklaim sebagai arsitektur minimalis yang tengah marak saat ini pada dasarnya bukan bentuk arsitektur baru ataupun eforia baru. Model gaya seperti ini sudah lama muncul di masyarakat tradisional, lalu diidentifikasi sebagai sebuah model yang lebih kokoh keakuannya di awal tahun 1920-an, dan disepakati telah bersemi kembali mulai tahun 2000-an. Tentunya bahwa gaya ini telah hadir dengan motivasi, interpretasi dan aplikasi âtertentuâ yang khasdari satu generasi ke generasi lainnya. Konteks minimalis sebenarnya tidak tumbuh khusus untuk arsitektur saja. Kritikus seni Juan Carlos Rego (Minimalism: Design Source, Singapore, 2004) mengatakan, minimalis merupakan pendekatan estetika yang mencerminkan kesederhanaan. Fenomena ini tumbuh di berbagai bidang, seperti seni lukis, patung, interior, arsitektur, mode dan musik. Minimalis dalam arsitektur menekankan hal-hal yang bersifat esensial dan fungsional. Bentuk-bentuk geometris elementer tanpa ornamen atau dekorasi menjadi karakternya. Awal munculnya model minimalis sebenarnya sudah ada pada masyarakat tradisional contohnya di Asiayakni Jepang dengan konsep keheningan zen, sedang di dunia barat sendiri para arsitek mulai mencari bentuk baru untuk mendobrak gaya-gaya klasik sejalan dengan ramainya kemajuan sebagai dampak dari Revolusi Industri awal abad ke-20. Pada saat itu situasi sangat mendukung bahkan memberi tantangan baru dalam dunia rancang bangun karena pesatnya inovasi material bangunanseperti baja, beton dan kaca, juga dalam sistem standardisasi dan efisiensi. Kehadiran arsitektur minimalis pada saat itu diidentifikasi pada karya-karya Le Corbusier dan Ludwig Mies van der Rohe. Alasan mengapa bangunan kita harus memakai suatu gaya harus jelas sebagai titik penentuan sikap. Hal ini karena yang namanya desain âtidak ada yang benar dan juga tidak ada yang salahâ. Namun demikian standar proporsional harus tetap dijaga, karena terlalu minimalis akan menjadi steril, terlalu teratur akan menjadi membosankan, terlalu kompleks akan membingungkan.Arsitek perlu meletakkan karyanya terhadap sebuah trend secara obyektif dan tidak hanya mengakomodasi eforia model. Etikanya, bagi klien dalam hal ini masyarakat pemakai perlu diajak bernalar atas suatu gaya bangunan yang dipilihnya. Sebab apapun gaya yang dipilih tentu ada konsekuensi logis, ada kekurangan dan kelebihannya sehingga bisa ditimbang apakah cocok baginyaatau tidak. Kata kunci : Persepsi, tren arsitektur, minimalis