Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

FATWA ULAMA NU (NAHDLATUL ULAMA) DAN MUHAMMADIYAH JAWA TIMUR TENTANG HISAB RUKYAT Miftahul Ulum
Jurnal Keislaman Vol. 1 No. 2 (2018): Jurnal Keislaman
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Taruna Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54298/jk.v1i2.3369

Abstract

Penelitian ini bersifat deskriptif-komparatif yang berusaha menggambarkan secara komprehensif dan mendalam tentang analisis astronomi terhadap pandangan tokoh NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah Jawa Timur yang berkaitan dengan penentuan awal bulan Qamariyah, khususnya dalam menentukan awal bulan Syawal, dengan pendekatan astronomi. Sudah menjadi tradisi bahwa pada saat akan memasuki bulan suci Ramadhan umat muslim Indonesia seakan-akan kembali ‘mempertikaikan’ mengenai kapan dimulainya tanggal 1 Ramadhan yang merupakan awal dilaksanakannya puasa wajib bagi seluruh umat muslim. Setidaknya ada tiga waktu dimana kita umat muslim biasanya sering ‘bertikai’ yakni dalam penentuan 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijah, pada saat Idul Adha. Ada dua metode dalam menentukan awal bulan hijriyah, yaitu metode rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan). Secara harfiah, rukyat berarti “melihat”. Arti yang paling umum adalah “melihat dengan mata telanjang”. Jadi, secara umum, rukyat dapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal sesuai dengan sunah Nabi. Sebaliknya, hisab berasal dari bahasa arab “habasa” artinya menghitung, mengira dan membilang. Dalam disiplin ilmu falak, kata hisab memilki arti ilmu hitung posisi benda-benda langit. Penelitian ini berupaya untuk kembali mengingatkan umat muslim tentang penentuan waktu awal dan akhir Ramadhan, khususnya tahun 2006-2007 yang mana NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia menetapkan suatu kebijakan yang berbeda. Pada tahun tersebut terjadi perbedaan yang sangat signifikan diantara kedua ormas itu sehingga perlu dikaji untuk ditarik benang merahnya dan dicari solusi untuk penyatuan / kesamaan dalam penentuan awal bulan yang dimaksud. Pada intinya, menurut NU bahwa kita diwajibkan berpuasa di bulan Ramadhan dari awal sampai akhir bulan dengan penentuan awal puasa melalui metode: Ru’yah al-Hila>l atau melalui melihat hilal (bulan) baik Ramadhan maupun Syawal. Jika ru’yat bulan Ramadhan telah ditetapkan maka diwajibkan berpuasa. Jika ru’yat bulan Syawal telah ditetapkan, maka wajib tidak berpuasa (berbuka). Sebaliknya, sejak tahun 1969, Muhammadiyah tidak lagi melakukan rukyat dan memilih menggunakan hisab wujud al-hila>l, hal ini karena rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan paradigma bahwa Islam merupakan agama yang tidak sempit, maka solusi hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah. Secara garis besar, pandangan tokoh-tokoh NU Jatim tentang penetapan awal bulan Qamariyah adalah dengan ruyah al-hila>l, sebaliknya para tokoh Muhammadiyah Jatim membangun ontologi kriteria penentuan awal bulan Qamariyah dengan ilmu hisab. Dalam mensikapi perbedaan kriteria antara NU dan Muhammadiyah, sebagian tokoh NU Jawa Timur mensikapi dengan mengikuti pemerintah, sebagian yang lain mensikapi dengan mengikuti ikhbar PB NU.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum: Relevansi dan Kontinuitas Miftahul Ulum
Attanwir : Jurnal Keislaman dan Pendidikan Vol. 11 No. 1 (2020): Maret
Publisher : STAI Attanwir Bojonegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (797.862 KB) | DOI: 10.53915/jurnalkeislamandanpendidikan.v11i1.32

Abstract

Gelombang digital membawa perubahan besar terhadap cara manusia dalam belajar. Saat ini orang memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, waktu yang dimiliki banyak dimanfaatkan untuk menimba ilmu. Semakin cepat orang mempelajari sesuatu hal, maka akan semakin banyak pula pengalaman belajar yang didapatkan, jika pengalaman belajar banyak didapat maka peningkatan taraf hidup akan semakin terbuka. System pembelajaran di era digital 4.0 ini harus mengupayakan penyebaran informasi secara luas dan cepat, sehingga pesanpesan pembelajaran bias diperoleh dengan cepat dan akurat. Untuk menjawab tantangan akan kebutuhan cepatnya informasi maka Pendidikan saat ini lebih banyak memanfaatkan fasilitas e-learning. Dalam proses pembelajaran fasilitas e-learning ini dimanfaatkan dalam berbagai mata pelajaran termasuk diaplikasikan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Pembinaan Kompetensi Ustadz Madrasah Diniyah melalui Program Tarbiyatul Mu'allimin di Madrasah Diniyah Takmiliyah Awwaliyah Ar-Rosyidiyah Mambaul Ulum Pangarengan Sampang Miftahul Ulum
MODELING: Jurnal Program Studi PGMI Vol 6 No 2 (2019): September
Publisher : Program Studi PGMI Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nahdlatul Ulama Al Hikmah Mojokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.944 KB) | DOI: 10.36835/modeling.v6i2.448

Abstract

Program Tarbiyatul Mu’allimin merupakan sebuah wadah pembinaan yang diadakan untuk memberikan pembekalan sekaligus meningkatkan penguasaan materi seorang ustadz khususnya dalam bidang ilmu agama. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipan, wawancara tidak terstruktur, dan metode dokumentasi. Analisis data yang dilakukan yaitu selama penelitian dan setelah penelitian dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program tarbiyatul mu’allimin dilaksanakan setiap hari pada jam 16.00-17.00 (istiwa’). Bentuk pelaksanaannya sama dengan pelaksanaan KBM yang dilaksanakan dikelas biasanya. Metode yang biasa digunakan adalah metode ceramah dan tanya jawab. Dan materi kajiannya meliputi 8 bidang ilmu yaitu: ‘ilmu ushūl (kitab Jawẖaroh at-Tauẖīd), ‘ilmu furu’ (kitab Fatẖul al-Qarīb), tafsīr (kitab Tafsīr Jalalain), ‘ilmu ẖadits (kitab Riyad as-Sholiẖīn), ‘ilmu alat (kitab Ibnu Aqīl), ilmu qushos (kitab Daqoiqul Akhbar), ‘ilmu sufi (kitab Bidāyatul Hidāyah), ‘ilmu akhlak (kitab Ta’līmul Muta’allīm dan ‘Uqudul Lijain). Kendala yang dihadapi dalam penerapan program Tarbiyatul Mu’allimin pada pembinaan kompetensi ustadz diantaranya: minimnya minat atau kemauan para asatidz untuk konsisten mengikuti program dengan alasan malas atau sibuk bekerja, waktu yang kurang memadai, kegiatan sosial masyarakat seperti tahlilan. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala yaitu dengan memberikan pemantapan dan meyakinkan para asatidz akan pentingnya mengikuti program Tarbiyatul Mu’allimin untuk menambah dan memperluas penguasaan materi yang akan disampaikan pada murid-muridnya. Selain itu, kepala madrasah juga memberikan tunjangan.
Pendampingan Masyarakat Dan Penguatan Moderasi Islam Kepada Masyarakat Sampang Korban Konflik Syi’ah Di Rumah Susun Puspa Agro Sidoarjo Miftahul Ulum

Publisher : LPPM Universitas Yudharta Pasuruan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.859 KB) | DOI: 10.35891/js.v2i1.1722

Abstract

After providing assistance and various discussions, moderation of Islam needs to be carried out continuously especially for the marginalized, especially the people of Syi'ah Sampang and the people who perpetrated the arson and riots in the Sampang Sunni-Shia conflict that occurred seven years ago. As a result of discussions with various approaches that the Syi'ah Sampang community who were displaced in Puspa Agro Flats wanted to get legal certainty and justice and were able to return to their home villages. After the author carried out community assistance to the Sampang community victims of the Sampang Syiah conflict in the Puspa Agro Sidoarjo Flats, the authors concluded that it was necessary to conduct continuous and continuous assistance, given the complexity of changing the mindset and mindset of many people, especially regarding trust or belief in religion.
Kebijakan Standar Nasional Pendidikan Miftahul Ulum
Syaikhuna: Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam Vol. 11 No. 1 (2020): Maret
Publisher : STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36835/syaikhuna.v11i1.3845

Abstract

Abstract: National Education Standards are minimum criteria regarding the education system in the entire jurisdiction of the Unitary Republic of Indonesia. The policy regarding National Education Standards is contained in Government regulation No. 19 of 2005 This regulation is a translation of Law No. 20 of 2003 concerning the National Education System. And along with the enactment of the 2013 curriculum, the policy changed to Government Regulation No. 32 of 2013 concerning Amendments to Government Regulation No. 19 of 2005 concerning National Education Standards. National Education Standards contain 8 minimum criteria which include: graduate competency standards, content standards, process standards, teacher and education staff standards, facilities and infrastructure standards, management standards, financing standards, education assessment standards.