Nining I Soesilo
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KOMPARASI IMPLEMENTASI EKONOMI KERAKYATAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Nining I Soesilo
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 1 (2021): JUNI 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jksekp.v11i1.9967

Abstract

Makalah ini memuat evaluasi tentang implementasi berbagai kebijakan ekonomi kerakyatan di sektor kelautan dan perikanan di Indonesia, sebagaimana diamanatkan oleh TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998. Meski tidak terdukung oleh ketersediaan data dan bersifat sangat umum, pencapaian ekonomi kerakyatan dalam sektor kelautan dan perikanan dapat diukur dan dirinci menurut analisis kurun waktu dengan penggunaan logika, pola dan metode perhitungan yang sama. Dalam penelitian ini, pengukuran pencapaian tersebut dilakukan dengan pendekatan keunggulan komparatif dari tren data pada setiap periode kebijakan menteri. Ada empat skenario evaluasi ekonomi kerakyatan yang diamati, yang diturunkan dari ketentuan TAP MPR tersebut di atas: (i) Skenario A, yang berorientasi pada masyarakat paling bawah dan koperasi melalui pendekatan nilai tukar nelayan dan jumlah ikan yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan; (ii) Skenario B, yaitu skenario A yang ditambah dengan elemen perusahaan dalam negeri dan perusahaan lainnya; (iii) Skenario C, yaitu Skenario B yang ditambah dengan komparasi perusahaan asing; (iv) Skenario D, yaitu Skenario C yang ditambah dengan elemen ekspor impor. Hasil menunjukkan bahwa setiap skenario memiliki periode terbaiknya. Skenario A terbaik adalah terjadi pada periode kebijakan tahun 2011-2014. Skenario B dan C terbaik adalah terjadi pada periode kebijakan tahun 2014-2019. Sementara itu, Skenario D terbaik adalah terjadi pada periode kebijakan 2011-2014. Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa apabila didukung ketersediaan data, pendekatan ini dapat direplikasi untuk terlaksananya implementasi ekonomi kerakyatan yang lebih baik di Indonesia. Tittle: Comparative Implementation of People’s Economy in the Marine and Fisheries SectorThis paper reports a bottom-up comparative evaluation of policy implementation on people’s economy in Indonesia as regulated in TAP MPR Number XVI/ MPR /1998. Albeit lack of data, this experiment shows that the achievement of people’s economy’s can be detailed in marine and fishery sector by using similiar time series analysis with the same logic and methodology. The trend’s comparative advantage of statistical data for each ministerial period is calculated. There are four scenarios to achieve multi-goals: (i) The A Scenario, the pro-poor implementation orientation is calculated using the exercise of exchange rate of fishers and the number of fish sold at the Fish Auction Center; (ii) The B Scenario, which is Scenario A added by elements of domestic companies and other companies; (iii) The C Scenario, which is the sum of the B scenario by including the comparison of foreign companies; (iv)The D Scenario, which is the C Scenario plus export and import activities. Each scenario has its best period. The best A scenario was in the 2011-2014 period. The best B and C scenarios were between 2014-2019, and the best D scenario was in the 2011-2014 period. The implication of this research is that if supported by the availability of data, this approach can be replicated for a better implementation of the people’s economy in Indonesia..
KEMITRAAN KOPERASI DENGAN PERUSAHAAN SUSU BERDASARKAN CODEX ALIMENTARIUS DALAM MEWUJUDKAN KEDAULATAN PANGAN DI INDONESIA / Cooperative Partnership with Milk Companies Based on Codex Alimentarius in Realizing Food Sovereignty in Indonesia Nining I Soesilo
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 40, No 1 (2021): June, 2021
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v40n1.2021.p71-87

Abstract

Government of Indonesia has allocated food sovereignty’s budget through the 2016 state budget (APBN) which places the cooperation of Ministry of Cooperatives and SME’s with Ministry of Agriculture, when developing the farmer cooperatives’ corporatization. Global food sovereignty is contested by: (1) civil society in which one of the actors is cooperatives, (2) the government which is part of the Food and Agriculture Organization of the United Nations (UN FAO), and (3) the global private sector which is part of the World Trade Organization (WTO).This paper analyzes Karya Nugraha Jaya Multipurpose Cooperative in Kuningan (KSU KNJ)’s partnership which supplies 90% of good quality raw milk from its members to PT Ultra Jaya Milk (54%) and Diamond Milk (36%), two business actors who has implemented the WTO’s and FAO’s Codex Alimentarius for the sake of fulfilling food safety standards for worldwide food trade. These international institutions forced to revoke the word ‘mandatory’ and the article on ‘sanctions’ from Indonesia’s Ministry of Agriculture’s regulation if business actors do not enter into partnerships with farmers & cooperatives. This study shows that KSU KNJ, which is one of 9,703 Indonesian agricultural cooperatives, is an aggregator of the milk produced by its members. A strategy is needed to increase the partnership of dairy cooperatives with private companies. The possible seven strategies are: (1) Wait and see first group; (2) Driving group; (3) Chain integration group, (4) Cooperation specialist group; (5) Free specialist group; (6) Diversification cooperation group; and (7) Free cooperation group.Keywords: Food sovereignty, codex alimentarius, dairy, cooperatives, partnership AbstrakPada tahun 2016 Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan anggaran kedaulatan pangan melalui APBN yang memposisikan Kemenkop UKM harus bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dalam mengembangkan korporatisasi koperasi petani. Kedaulatan pangan telah menjadi isu global karena diperebutkan oleh tiga aktor: (1) Masyarakat sipil yang mana salah satu aktornya adalah koperasi, (2) Pemerintah yang tergabung pada Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN FAO), dan (3) Swasta global yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Tulisan ini menelaah dan menganalisis kemitraan pada Koperasi Serba Usaha Karya Nugraha Jaya (KSU KNJ) di Kuningan yang memasok 90% susu segar berkualitas dari para anggotanya ke PT Ultra Jaya Milk (54%) dan Diamond Milk (36%), dua pelaku usaha yang sudah menerapkan Codex Alimentarius versi WTO dan FAO demi memenuhi standar keamanan pangan untuk perdagangan dunia. Institusi internasional ini menjadi salah satu acuan bagi Indonesia dalam membuat Peraturan Menteri Pertanian No 33 tahun 2018 yang mencabut kata ‘wajib’ dan pasal ‘sanksi’ jika pelaku usaha tidak melakukan kemitraan dalam dua aturan sebelumnya. Hasil telaah dan analisis menunjukan KSU KNJ yang merupakan salah satu dari 9.703 koperasi pertanian Indonesia telah berperan sebagai agregator produksi susu anggotanya. Diperlukan strategi guna meningkatkan kemitraan koperasi susu dengan perusahaan swasta. Terdapat tujuh strategi tersebut mencakup: (1) Kelompok menunggu dan lihat-lihat dahulu; (2) Kelompok penggerak; (3) Kelompok pengintegrasi rantai, (4) Kelompok spesialis kerja sama; (5) Kelompok spesialis bebas; (6) Kelompok kerja sama diversifikasi; dan (7) Kelompok kerja sama bebas.Kata kunci: Kedaulatan pangan, codex alimentarius, susu, koperasi, kemitraan