Imas Khaeriyah Primasari
Universitas Wiralodra

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Praktik Penegakan Hukum Tindak Pidana Perbankan Melanggar Prinsip Kehati-Hatian Eri Eka Sukarini; Imas Khaeriyah Primasari
Gema Wiralodra Vol. 13 No. 1 (2022): Gema Wiralodra
Publisher : Universitas Wiralodra

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31943/gw.v13i1.245

Abstract

Bank memiliki fungsi strategis dalam kancah perekonomian di setiap negara. Dalam fungsinya yang strategis ini sehingga perbankan selalu dihadapkan oleh regulasi dalam setiap langkah usahanya. Regulasi tersebut bukan saja pada bagaimana cara mendirikan atau izin mendirikan bank, namun pada setiap pos-pos neraca perbankan diatur sedemikian rupa agar bank berada dalam tingkat kesehatan yang terjaga guna memedomani prinsip–prinsip atau asas-asas perbankan. Salah satu prinsip perbankan yang menjadi perhatian serius para penegak hukum, adalah prinsip kehati-hatian. Pelaksanaan prinsip kehati-hatian secara faktual dapat kita lihat dalam penerapan analisis pemberian kredit secara mendalam dengan menggunakan prinsip the five principle C, yakni meliputi unsur character (watak), capital (permodalan), capacity (kemampuan nasabah), condition of economy (kondisi perekonomian), dan colleteral (agunan) 5. Prinsip kehati-hatian sangat diperlukan khususnya dalam hal bank hendak menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Prinsip kehati-hatian pada hakikatnya juga memberikan perlindungan hukum bagi nasabah. Prinsip kehati-hatian sering diartikan sebagai suatu prinsip agar bank dalam menjalankan usahanya harus memerhatikan berbagai risiko, baik itu risiko administratif maupun risiko hukum. Arti kehati-hatian sangat luas untuk ditafsirkan, sehingga setiap pelanggaran terhadap risiko, dikategorikan sebagai pelanggaran prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian dalam kasus perbankan, sangat terbuka luas untuk diterapkan. Pelanggaran prinsip kehati-hatian menjadi uraian kalimat dakwaan yang lazim dilakukan bagi penuntut umum untuk menjerat para pengelola perbankan yang ceroboh. Cukup banyak para bankir pelanggar prinsip kehati-hatian dijerat sebagai tindak pidana. Untuk menerapkan terjadinya pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam perkara pidana perbankan, biasanya Penuntut Umum mengkriminalisasinya dengan Pasal 49 ayat (1) huruf a dan Pasal 49 ayat (2) b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dua pasal sebagai dakwaan yang disusun secara alternatif bersumber dari penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), diuji oleh hakim dalam kaitannya dengan pemberian kredit. Dakwaan Penuntut Umum selalu berujung karena pemberian kredit mengalami kemacetan sebagai akibat pemberian kredit nonprosedur, melanggar regulasi perbankan dan standard operational procedure (SOP). Menariknya dalam beberapa kasus perbankan, pemberian kredit yang dilakukan terdakwa dilakukan secara prosedur dan tidak ada rekayasa pembukuan. Sebab macet itulah sehingga terdakwa dihadapkan sebagai pelanggar prinsip kehati-hatian. Perlu ada produk regulasi perbankan yang secara khusus mengatur secara detail batasan-batasan sanksi apa saja yang disebut sebagai pelanggar administratif atau tindak pidana prinsip kehati-hatian. Sebab, jika tidak diatur secara jelas dan tegas akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Kata Kunci: , Tindak Pidana, Prinsip Kehati-Hatian
IMPLEMENTATIF TENTANG PEMBUATAN KARTU KELUARGA DALAM KEPENDUDUKAN BERDASARKAN UNDANG -UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DIKAITKAN DENGAN KOMUNITAS DAYAK HINDHU – BUDDHA BUMI SEGANDU INDRAMAYU Imas Khaeriyah Primasari; Saeful Kholik
Problematika Hukum Vol 3, No 2 (2017): July 2017
Publisher : President University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33021/ph.v3i2.760

Abstract

Population Administration geared to meet the rights of every person in the field of population administration without discrimination through a professional public service. Registration is done by recording biographical data resident population, recording on events reporting population and population census as well as the issuance of citizenship documents.46 Law No. 24 of 2013 concerning changes to law Number 23 of 2006 concerning Population Administration emphasizes that in orderly management of population administration must make a Deed of Liability, Identity Card, And of course the Family Card of course it regulates the orderly administration regardless of their race, culture and class that respect each other's faith as Dayak Budha Bumi Segandu Indramayu Regency who have been discriminatory towards the creation of family cards that still see tribes, customs and traditions of a particular group. The long-term goals and specific targets to be achieved from this study are to provide an understanding of the implications of sanctions if the family card is not accompanied by religion and knowledge of a group of Buddhist dayak tribes and the obstacles and efforts of the Indramayu Regency government in implementing Law Number 24 of 2013 concerning Amendments to Law Number 23 Year 2006 concerning Population Administration. The method that will be used in achieving these objectives is to use normative legal research methods (doctrinal research) which mainly analyze primary legal materials and secondary legal materials equipped with field data. The implementation of the model for the formation of a Family Card registration policy by the Dayak Bumi Budhha Segandhu tribe in Losarang Subdistrict, Puntang Village, Indramayu Regency, adheres to the difficulties of registering a family card or other administration, The findings in the field prove that the people of the Segandhu Buddhist Dayak tribe adherents also have offspring and implementing compulsory schooling for 9 years The implementation is not in line with the Law