Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Maskawin sebagai Pertahanan Strata Sosial Samagat Etnik Dayak Tamambaloh Efriani Efriani; Jagad Aditya Dewantara; Donatianus BSE Praptantya; Diaz Restu Darmawan; Pawennari Hijjang
ETNOREFLIKA: Jurnal Sosial dan Budaya Vol 9 No 1 (2020): Volume 9 Nomor 1, Februari 2020
Publisher : Laboratorium Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/etnoreflika.v9i1.719

Abstract

Dayak Tamambaloh terbagi dalam 4 kelas sosial; Samagat, Pabiring, Ulun/Banua dan Pangkam. Samagat merupakan strata tertinggi dan memiliki hak sebagai pemimpin yang disebut Tamanggung. Tamanggung merupakan seorang Samagat dengan darah yang murni tidak tercampur dengan strata dibawahnya. Karena itu, Samagat wajib menikah sesama Samagat dengan tujuan melestarikan keturunan bagi lahirnya calon Tamanggung. Namun kewajiban ini berbenturan dengan sistem perkawinan eksogami keluarga inti Dayak Tamambaloh. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan mengkaji cara Samagat mempertahankan strata sosialnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi. Unit analisis kajian ini adalah Samagat Dayak Tamambaloh. Penelitian ini menunjukkan, terdapat adat panyonyok yang menjadi simbol untuk mempertahankan strata sosial Samagat. Panyonyok merupakan pemberian maskawin berupa meriam api atau gong atau tempayan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan. Secara simbolik Panyonyok memiliki empat fungsi. Pertama, untuk mempertahankan, menaikkan strata sosial keturunan atau anak. Kedua, simbol penyatuan keluarga luas laki-laki dengan perempuan. Ketiga, simbol jaminan kesetiaan suami-istri. Keempat sebagai media “pamer”, atau suatu wujud prestise. Dalam sistem perkawinan Dayak Tamambaloh, adat panyonyok dapat dilakukan oleh strata Pabiring dan Ulun/Banua. Namun, Fungsi untuk mempertahan dan atau mengangkat strata keturunan, merupakan fungsi utama Panyonyok bagi Samagat. Fungsi ini tidak menjadi tujuan utama panyonyok pada strata pabiring dan Ulun/Banua. Sebagai upaya mempertahankan status sosial ke-samagat-an, adat panyonyok dilakukan dengan cara mambiti dan dambitang. Mambiti apabila seorang laki-laki dari strata pabiring atau ulun/banua menikahi perempuan Samagat. Dambitang apabila seorang laki-laki dari strata Samagat menikahi perempuan Pabiring atau Ulun/Banua.
Sistem Kepercayaan dan Peran Perempuan Terhadap Pengelolaan Sumberdaya Hutan di Luwu Timur Jumardi Lanta; Pawennari Hijjang; Safriadi Safriadi
ETNOSIA : Jurnal Etnografi Indonesia Vol. 4 No. 1 (2019)
Publisher : Department Anthropology, Faculty of Social and Political Sciences Hasanuddin University.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31947/etnosia.v4i1.5941

Abstract

This article aims to (1) describe the local community belief system in preserving the forest so that the forest, (2) analyze the factors that influence the local community to convert forest functions (3) Analyze the role of women in preserving forest resources. The research method is a qualitative method with in-depth interview and observation data collection techniques and use PRA (Participatory Rural Appraisal). The results of the study show that there is a well-preserved community belief system known as "metompa/metabe" that is able to prevent people from carrying out massive deforestation at the research site. Likewise the existence of efforts to empower women to manage, maintain and preserve forest resources is an important aspect for women to increase their household income while protecting the forest from damage and extinction.
Empowerment of Women Fishermen through Joint Business Groups: An Analysis of AGIL and Social Constructivism in Small-Scale Fisheries, Talisayan M. Ichsan Rapi; Pawennari Hijjang; Ansar Arifin
Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia (JIM-ID) Vol. 4 No. 09 (2025): Jurnal Ilmiah Multidisplin Indonesia (JIM-ID) October 2025
Publisher : Sean Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Small-scale fisheries in Indonesia significantly contribute to coastal economies and food security, yet women fishers remain marginalized due to limited access to capital, markets, and restrictive gender norms. This study analyzes how Kumpulan Usaha Bersama (KUB), or collective enterprises, function as platforms for women's empowerment in Talisayan Village, Berau Regency, East Kalimantan. Employing a qualitative case study design, data were collected through participant observation, in-depth interviews, focus group discussions, and document reviews. The analysis applied Talcott Parsons' AGIL framework and Berger & Luckmann's social constructivist theory. The findings reveal that KUB functions as: (1) an adaptation mechanism to economic pressures by providing access to microfinance, savings schemes, and livelihood diversification; (2) a means of goal attainment by enhancing household income and women's economic independence; (3) a space of integration that strengthens social solidarity, trust networks, and community social capital; and (4) an agent of latency that fosters normative change and expands women's leadership roles. Women reconstruct their identities from marginal workers to recognized economic actors through internalization, externalization, and objectivation. This study concludes that KUB improves household welfare, enhances socio-ecological resilience, and creates spaces for gender equality in coastal communities. Academically, the study expands the application of the AGIL framework and social constructivism in gender and fisheries studies. Practically, it recommends institutional strengthening, market access, and technological support as strategies for inclusive and sustainable coastal development