Zainuddin Zainuddin
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Al-Mu'ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif

Islah Dalam Pemahaman Qur’an Hadis Zainuddin Zainuddin
Jurnal Ilmiah Al-Mu ashirah Vol 19, No 2 (2022)
Publisher : Forum Intelektual Qur'an dan Hadits Asia Tenggara (SEARFIQH) Kota Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jim.v19i2.14058

Abstract

Islah is a term found in the Qur'an and the hadith of the Prophet. Islah comes from the word Ashlaha-yushlihu-ishlahan, which means repair, safety and peace. Islah according to the Qur'an is a person who always reads the Qur'an, remembrance and prayer in the quiet night. Performing islah is doing good deeds in a calm manner and state that can benefit oneself and others. Like the state of a person doing night prayers, it is a reform that is very beneficial to himself and gives good to others, because it can prevent evil deeds and provide good for safety and peace. So something can be seen as reform if it serves to bring value and benefits. On the other hand, acts that cause harm are not called reforms. Thus, the measure of a good or bad charity lies in the value of the benefits or harms it contains. Islah adalah suatu term yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Islah berasal dari kata Ashlaha-yushlihu-ishlahan, yang artinya perbaikan, keselamatan dan perdamaian. Islah menurut al-Qur’an adalah orang yang senatiasa membaca al-Qur’an, zikir dan shalat di waktu malam yang tenang. Melaksanakan islah adalah melakukan perbuatan yang baik dengan cara dan keadaan tenang yang dapat memberi manfaat pada dirinya dan orang lain. Seperti keadaan seseorang mengerjakan shalat malam, adalah suatu islah yang sangat bermanfaat kepada dirinya dan memberi kebaikan kepada orang lain, karena dapat mencegah perbuatan mungkar dan memberikan kebaikan untuk keselamatan dan perdamaian. Maka sesuatu dapat dipandang sebagai islah jika ia berfungsi mendatangkan nilai manfaat. Sebaliknya, perbuatan yang menimbulkan mudarat, tidak dinamakan islah. Dengan demikian, tolok ukur suatu amal baik atau tidak adalah terletak pada nilai manfaat atau mudarat yang dikandungnya.
Tafsir Al-Qur’an tentang Jual Beli Zainuddin Zainuddin
Jurnal Ilmiah Al-Mu'ashirah: Media Kajian Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif Vol 17, No 2 (2020)
Publisher : Forum Intelektual Qur'an dan Hadits Asia Tenggara (SEARFIQH) Kota Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jim.v17i2.9240

Abstract

The views of the commentators on buying and selling in surah Al-Baqarah verse 275 are interesting to study. Why does Allah repeat the parable of the ignorant Arab society before? It may be that a parable is a form of reality that exists and is not different until now. That is why it is so important that God talks about buying and selling and his position. The analyzes of the commentators are very diverse. Practical facts in the field about buying and selling and usury have not been quietly talked about throughout the ages. This study uses the method of tahlili, one central verse is discussed in detail, through a tafsir approach. The main sources in this study are tafsir books to know the sale and purchase according to the commentators. The result of this finding is that God wants trading to be completely lawful, free from the practice of usury, financial monopolies, and unilateral risk-bearing so that in the practice of trading, the principles of oneness, humanity, justice, and peace are established. AbstrakPandangan  para mufasir mengenai jual beli dalam surah Al-Baqarah ayat 275 menarik untuk dikaji. Mengapa Allah menyebut kembali perumpamaan masyarakat Arab jahiliyah dahulu. Bisa jadi permisalan tersebut merupakan bentuk kenyataan yang ada dan tidak berbeda sampai saat ini. Karenanya begitu penting Allah membicarakan tentang jual beli dan kedudukannya. Analisa-analisa para mufassir sangat beragam. Kenyataan praktik di lapangan tentang jual beli dan riba tidak sepi dibicarakan sepanjang zaman. Kajian ini menggunakan metode tahlili, satu ayat sentral dibahas secara rinci, melalui pendekatan tafsir. Sumber utama dalam kajian ini adalah kitab-kitab tafsir dengan tujuan hendak mengetahui jual beli menurut para mufasir. Hasil temuan ini adalah bahwa Allah menginginkan jual beli benar-benar halal, terhindar dari praktik riba, monopoli keuangan, dan penanggungan resiko sepihak sehingga di dalam praktik jual beli terbangun prinsip ketauhidan, kemanusiaan, keadilan dan kedamaian.