A. Kurdi Syamsuri
Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Kehamilan pada Skar Seksio Sesaria Nuswil Bernolian; Win T. Pangemanan; A. Kurdi Syamsuri; M. Hatta Ansyori; Putri Mirani; Peby Maulina Lestari; Abraham Martadiansyah; Cindy Kesty
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 3 Nomor 2 September 2020
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v3n2.198

Abstract

Tujuan: Memaparkan klasifikasi, faktor risiko, epidemiologi, cara diagnosis, tatalaksana, dan komplikasi kehamilan pada skar seksio sesareaMetode: Tinjauan pustakaKesimpulan: Kehamilan pada skar SC merupakan kehamilan yang kantung kehamilannya terdapat pada miometrium yang menipis akibat SC sebelumnya. Secara umum, kehamilan pada skar Caesarean Scar Pregnancy (CSP) dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu tipe 1 (endogenik) dan tipe 2 (eksogenik). Kejadiannya berkisar antara 1 per 8.000 dan 1 per 2.500 SC dengan risiko rekurensi 3,2-5,0% pada wanita dengan riwayat SC 1 kali yang ditatalaksana dengan dilatasi dan kuretase dengan atau tanpa embolisasi arteri uterina. Adapun faktor risiko CSP adalah tebal Segmen Bawah Rahim (SBR) <5 mm, kantong kehamilan menonjol ke plika vesikouterina, SC di rumah sakit umum daerah, dan riwayat perdarahan melalui vagina ireguler dan nyeri abdomen selama CSP sebelumnya. Pengobatan CSP dapat secara konservatif dengan metotreksat (MTX) maupun operatif termasuk eksisi jaringan kehamilan dengan laparoskopi, histerotomi, atau histerektomi. Pilihan pengobatan lain termasuk dilatasi dan kuretase, reseksi transervikal (TCR) dengan histeroskopi, embolisasi arteri uterina (UEA), kemoembolisasi arteri uterina, atau penempatan kateter balon ganda.Caesarean Scar PregnancyAbstractObjective: To explain about classification, risk factors, epidemiology, diagnostic methods, management, and complications of Caesarean Scar Pregnancy (CSP).Method: Literature review Conclusion: CSP is a pregnancy where the gestational sac is found in the thin myometrium due to previous CS. In general, Caesarean Scar Pregnancy (CSP) can be divided into 2 types, namely type 1 (endogenic) and type 2 (exogenic). Its incidence ranges from 1 per 8,000 and 1 per 2,500 SC with a recurrence risk of 3.2-5.0% in women with a history of 1 time CS who are treated with dilatation and curettage with or without uterine artery embolization. The risk factors for CSP are lower uterine segment thickness <5 mm, gestational sac pouches protruding into the vesicouterine fold, CS in regional public hospitals, and a history of irregular vaginal bleeding and abdominal pain during previous CSP. Caesarean scar pregnancy treatment can be conservative with methotrexate (MTX) or operatively including excision of pregnancy tissue with laparoscopy, hysterotomy, or hysterectomy. Other treatment options include dilatation and curettage, transcervical resection (TCR) with hysteroscopy, uterine artery embolization (UAE), chemoembolization of the uterine arteries, or placement of a double-balloon catheter.Key words: Caesarean scar pregnancy
Preeklamsia Pascasalin Nuswil Bernolian; Wim T. Pangemanan; A. Kurdi Syamsuri; M. Hatta Ansyori; Putri Mirani; Peby Maulina Lestari; Abarham Martadiansyah; Cindy Kesty
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Special Issue: Article Review
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v4n2s.196

Abstract

AbstrakTujuan: Memaparkan etiologi dan faktor risiko, diagnosis banding, patofisiologi, pemantauan, terapi, komplikasi, rekurensi dan tindakan preventif pada kasus preeklamsia pascasalin.Metode: Tinjauan pustaka dengan berbagai referensi yang diakses melalui mesin pencarian seperti Pubmed dan Sci-Hub dengan menggunakan kata kunci preeclampsia, hypertension, postpartum, management. Sumber referensi yang digunakan yaitu guidelines, jurnal, dan buku teks yang diterbitkan dalam 15 tahun terakhir.Kesimpulan: Insiden preeklamsia di Indonesia yaitu 128.273/tahun atau sekitar 5,3%. Sebanyak 0,3 – 27,5% kasus yang dilaporkan mengalami preeklamsia atau hipertensi pascasalin. Gejala-gejala preeklamsia pascasalin muncul setelah melahirkan. Mayoritas kasus berkembang dalam 48 jam setelah persalinan, walaupun sindrom dapat muncul hingga 6 minggu setelah persalinan. Periode pascasalin merupakan waktu kritis bagi spesialis obstetri dan ginekologi untuk menjamin wanita dengan riwayat preeklamsia untuk dipantau dalam jangka waktu pendek dan panjang. Akan tetapi, pemantauan pascasalin sangatlah rendah, berkisar antara 20-60%. Pemilihan antihipertensi pasca salin yaitu berikatan kuat dengan protein dan solubilitas lipid yang rendah sehingga lebih sedikit yang masuk ke ASI. Selain itu, dipengaruhi juga oleh ionisasi, berat molekul dan konstituen ASI (kandungan lemak, protein, dan air). Agen lini pertama untuk preeklamsia pascasalin adalah labetalol dan hidralazin intravena serta nifedipin. Wanita dengan hipertensi gestasional ataupun preeklamsia biasanya dapat menghentikan antihipertensi dalam 6 minggu pasca salin.Postpartum PreeclampsiaAbstractObjective: To explain about etiologies and risk factors, differential diagnosis, pathophysiology, follow up, treatment, complications, recurrence, and prevention of preeclampsia post delivery discharged.Method: Literature review with several references accessed through search engines such as Pubmed and Sci-Hub by using keywords preeclampsia, hypertension, postpartum, management. Reference sources used are guidelines, journals, and textbooks published in the last 15 years.Conclusion: The incidence of preeclampsia in Indonesia is 128,273/year or around 5.3%. As many as 0.3-27.5% of cases reported postpartum preeclampsia or hypertension. Symptoms of postpartum preeclampsia appear after delivery. The majority of cases develop within 48 hours after delivery, although the syndrome can appear up to 6 weeks after delivery. The postpartum period is a critical time for obstetricians and gynecologists to ensure women with a history of preeclampsia are monitored in the short and long term. However, postpartum monitoring is very low, ranging from 20-60%. The choice of antihypertensive postpartum is that it is strongly bound to protein with low lipid solubility so that fewer enter breast milk. In addition, it is also influenced by ionization, molecular weight and constituents of breast milk (fat content, protein, and water). The first line agent for postpartum preeclampsia is intravenous labetolol and hydralazine and also nifedipine. Women with gestational hypertension or preeclampsia can usually stop antihypertension within 6 weeks postpartum.Key word: postpartum preeclampsia, antihypertension