Muhammad Ansori Nasution
Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Studi Preferensi Pemilihan Merek Dekanter 3 Fasa pada Pabrik Kelapa Sawit menggunakan Analytic Hierarcy Process Muhammad Ansori Nasution; Meta Rivani; Arjanggi Nasution; Rizki Amalia; Ayu Wulandari; Rizalmi Fitrah; Yahdi Akbar
Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol 29 No 3 (2021): Jurnal Penelitian Kelapa Sawit
Publisher : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iopri.jur.jpks.v29i3.128

Abstract

Decanter is used to separate oil phase from underflow sludge of continuous settling tank (CST) in Palm Oil Mills (POM). The most commonly type of decanter is 3-phase decanter. This paper describes the brand preferences in 3-phase decanter selection by using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method. Before the AHP was done, expert correspondent prepared a list of criteria and sub-criteria for 3-phase decanter brand selection. AHP was conducted in 3 steps, which were: i) criteria classification, ii) pair-wise comparison of criteria and sub-criteria, that did by user correspondent, and iii) evaluation on the 3-phase decanter selection based on the brand comparison, that did by user correspondent. AHP simulation was carried out using Expertchoice® version 11. The first step of AHP generated: i) a question list arranged in questionnaire form, regarding criteria and sub-criteria concerning the brand of the decanter, and ii) weight value for each question. The second step of AHP revealed that technical criteria are preferable to economic than technical criteria. The spare part availability has the highest preference value amongst the economic sub-criteria, while oil losses has the highest preference in the technical sub-criteria. The third step of AHP showed that the decanter of Brand B is on the top ranking, with an economic and a technical preference value of 0.148 and 0.130, respectively. These results indicated that preference values can change if a complex analysis of criteria, sub-criteria, and decanter brands is involved in the one system analysis. Results of sensitivity analysis shows that both the decanter of Brand B and Brand E get the first rank in preference, which Brand E is on third rank before the sensitivity analysis is deducted.
Perbandingan Roundtable On Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Malaysian Sustainable Palm Oil (MSPO) Ayu Wulandari; Muhammad Ansori Nasution
Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol 29 No 1 (2021): Jurnal Peneltian Kelapa Sawit
Publisher : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iopri.jur.jpks.v29i1.129

Abstract

Industri minyak sawit merupakan industri yang berperan dalam sektor perekonomian suatu negara. Industri kelapa sawit membutuhkan standar sertifikasi dalam memperkuat sistem industri dan langkah untuk tetap berkelanjutan. Sistem industri yang diperkuat berdasarkan ekonomis, hukum, sosial, dan ramah lingkungan. Penerapan standar sertifikasi kelapa sawit yang berkelanjutan antara lain Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Malaysian sustainable Palm Oil (MSPO). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tiga standar sertifikasi dan mengetahui standar sertifikasi yang paling komprehensif. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriftif dan dianalisa secara komprehensif dari setiap indikator. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa total penilaian RSPO, ISPO dan MSPO masing-masing sebesar 77 poin, 56 poin dan 62 poin, sehingga dapat disimpulkan RSPO memiliki tingkat kedetailan dan persyaratan yang lebih komprehensif dibandingkan ISPO dan MSPO berdasarkan aspek sistem sertifikasi, sistem rantai pasok, perlindungan sosial dan lingkungan, perlakuan petani kecil/plasma, lahan gambut dan pembebasan tanah.
Karakterisasi dan Analisis Sifat Mekanik Selulosa Ester dari Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Bahan Alternatif Filamen 3D Printing Fadlin Qisthi Nasution; Meta Rivani; Muhammad Ansori Nasution; Tjahjono Herawan; Halimahtuddahliana
Jurnal Penelitian Kelapa Sawit Vol 30 No 1 (2022): Jurnal Penelitian Kelapa Sawit
Publisher : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/iopri.jur.jpks.v30i1.174

Abstract

3D printing adalah teknologi yang berkembang pesat belakangan ini. Selusosa Ester, salah satu turunan dari selulosa dapat digunakan sebagai kandidat bahan altenatif filamen untuk 3D printing. Salah satu sumber selulosa yang dapat dimanfaatkan untuk sintesis selulosa ester adalah tandan kosong dari kelapa sawit. Agar selulosa ester dari tandan kosong dapat digunakan sebagai bahan filamen alternatif, dibutuhkan pengamatan pada sifat mekanik pada selulosa ester dan produk turunannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat mekanik dan karakterisasi selulosa ester dan produk turunannya sebagai bahan alternatif 3D printing. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari hasil karakterisasi menggunakan metode Thermogravimetry Analyisis diketahui bahwa titik leleh selulosa ester yang dihasilkan berada diantara filamen konvensional yang sering digunakan, yaitu polylactic acid dan acrylonitrile butadiene styrene sehingga selulosa ester yang dihasilkan dari tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk menggantikan filamen yang sudah ada. Dari hasil pengujian mekanik, pada percobaan ini, dapat disimpulkan untuk mendapatkan kekuatan mekanik yang optimal dari hasil 3D printing menggunakan tinta dari selulosa ester, infill density dari produk berkisar pada 100% - 80%. Sedangkan untuk mendapatkan filamen 3D yang baik, komposisi campuran selulosa ester:polylactic acid dari produk adalah 20%:80%. Pengujian mekanik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai Tensile Strength dan Modulus of Elasticity. Nilai Tensile Strength lebih tinggi pada proses estrifikasi pada temperatur yang lebih tinggi, namun nilai Modulus of Elasticity lebih tinggi pada temperatur yang lebih rendah. Sedangkan untuk temperatur proses yang sama, tidak terdapat perbedaan nilai Modulus of Elasticity yang signifikan.