Perempuan, dalam kondisi dan situasi tertentu, dirapuhkan oleh hal-hal yang ada di sekitar mereka, di antaranya, terjebak dalam situasi dan kondisi tidak menguntungkan atau traumatis (misalnya terperangkap di dunia prostitusi); situasi rumah tangga yang tidak harmonis; pergaulan yang keliru; hilangnya sosok ayah atau laki-laki di dalam keluarga terdekat; beban ekonomi; atau rasa kecewa terhadap laki-laki lain yang dekat relasinya, selain keluarga (misalnya, kekasih). Makalah ini mengeksplorasi representasi perempuan rapuh yang terdapat dalam beberapa fiksi mini yang tergabung dalam Serat Sapamidangan. Antologi tersebut digagas oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat untuk mengakomordir geliat para sastrawan Sunda berekspresi dalam karangan dengan jangkauan luas kata terkecil. Hasil pengamatan, dari 100 fiksi mini, terdapat 18 fiksi mini yang mengungkapkan gambaran perempuan rapuh yang ditulis oleh, penulis laki-laki dan penulis perempuan. Penelitian difokuskan pada dua hal berikut, yaitu bagaimana sosok perempuan rapuh direpresentasikan oleh penulis laki-laki dan penulis perempuan? Adakah gambaran perlawanan tokoh perempuan terhadap kondisi yang menjadikan mereka dirapuhkan itu? Analisis dilakukan dengan penggunaan framing Pan Kosicki. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelima penulis laki-laki memiliki kecemderungan untuk bersikap bersikap kontra kepada perempuan. Meskipun demikian, satu orang penulis laki-laki masih menunjukan sikap pro pada perempuan dengan profesi PSK. Dari ketigabelas penulis perempuan, hanya empat orang di antaranya yang menunjukkan sikap pro atau dukungan kepada perempuan rapuh, tiga orang menunjukan sikap pro dan kontra dalam waktu yang bersamaan, serta selebihnya menunjukan sikap antipati. Sikap kontra yang ditunjukan oleh penulis laki-laki maupun penulis perempuan diungkapkan dengan stereotipe negatif pada kondisi dan profesi perempuan tertentu. Status perempuan janda dianggap sebagai status yang cukup riskan dan mudah mengundang kontroversi, bersikap baik atau buruk sama besar risikonya. Sikap kontra dari para penulis perempuan maupun laki-laki ditunjukan melalui kondisi dan situasi yang menjepit tokoh perempuan sehingga sulit untuk melapaskan diri dari kesulitan. Mereka digambarkan tidak berani untuk segera mencari solusi, cenderung berdiam diri, membiarkan masalah berkembang, dan dihantui rasa takut dalam menentukan segala keputusan.