Nur Aina Ahmad
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Problematika Penggunaan Bahasa Hukum Indonesia Nur Aina Ahmad
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.841 KB)

Abstract

Bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam. Bahasa Indonesia di bidang hukum masih jauh dari harapan. Hal ini tidak memungkiri bahwa hal tersebut dilatarbelakangi sejarah panjang hukum Indonesia yang mengadopsi hukum Belanda, yang tak lepas dari sistem hukum Romawi. Akibatnya, muncul istilah-istilah hukum yang tidak ditemukan dalam kosakata bahasa Indonesia. Istilah register dalam pidana kehutanan, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan kata merampas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam bahasa Belanda, merampas artinya merampok. Penggunaan bahasa Indonesia di bidang hukum masih harus diperbaiki dan disempurnakan lagi. Kebanyakan bahasa hukum baku masih menggunakan istilah asing yang diambil dari bahasa Belanda dan Inggris. Penyebabnya, istilah hukum yang menggunakan kata-kata asing sering kali tidak ada atau sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sementara, penggunaan kata-kata bahasa Indonesia dalam bahasa hukum juga sering kali tidak tegas dan multitafsir. Akibatnya, dalam praktik kerap terjadi ketidakpastian dan perbedaan penafsiran yang memunculkan polemik hukum.
Disfemisme Warganet tentang Komentar di Media Sosial Facebook dalam Tinjauan Semantik dan Hukum Islam Titin Samsudin; Nur Aina Ahmad
Jurnal Al Himayah Vol. 2 No. 2 (2018): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1536.074 KB)

Abstract

Media sosial menambahkan kamus baru dalam pembendaharaan kita yakni selain mengenal dunia nyata kita juga sekarang mengenal “dunia maya”. Dunia bebas tanpa batasan yang berisi orang-orang dari dunia nyata. Setiap orang bisa jadi apapun dan siapapun di dunia maya. Seseorang bisa menjadi sangat berbeda kehidupannya antara didunia nyata dengan dunia maya, hal ini terlihat terutama dalam jejaring sosial. Facebook sebagai salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak di Indonesia, selain digunakan sebagai alat interaksi sosial juga menjadi salah satu alternatif mudah dalam mencari informasi atau berita seputar politik di Indonesia maupun dunia internasional.Bentuk kesukaan dan ketidaksenangan pembaca atau warganet terhadap informasi yang diperoleh atau dibaca pada media sosial facebook dapat dilihat dari reaksi-reaksi pilihan kata atau ungkapan yang digunakan ketika memberikan komentar atau tanggapan terhadap isi berita, termasuk di dalamnya adalah berita-berita bertemakan politik. Facebook Kompas TV sebagai salah satu media informasi online yang banyak memberitakan persoalan-persoalan politik di dalam dan di luar negeri, banyak mengundang reaksi-reaksi berupa komentar yang berisi ugkapan negatif warganet dengan penggunaan pilihan kata bermakna negatif yang merupakan perwujudan dari rasa kesal, marah, pesimis, sindiran, bahkan kebencian. Ungkapan-ungkapan negatif pada komentar-komentar tersebut dikatgeorikan sebagai bentuk ungkapan disfemisme yang kemudian akan dijadikan bahan kajian pada penelitian ini Sebagai agama yang sempurna, ajaran Islam mengajarkan kepada kita para pemeluknya mengenai kesantunan berbahasa. Ada enam acuan yang seyogyanya dijadikan acuan sebagai muslim dalam berbahasa atau berkomunikasi dengan sesama, yaitu prinsip qaulan sadida (berkata yang benar), qaulan ma”rufa (menyejukkan hati atau tidak menyinggung), qaulan baligha (jelas dan tepat), qaulan karima (menggunakan kata-kata mulia), qaulan layyina (berkata dengan lemah lembut). Landasan kesantunan berbahasa tersebut cenderung diabaikan dalam penggunaan bahasa warganet khususnya tergambar pada komentar-komentar warganet dalam menanggapi berita-berita politik di facebook