Munculnya Pasal 27 UU No. 2 Tahun 2020 sempat menjadi polemik mengingat banyaknya pendapat yang mengarahkan bahwa penerapan pasal ini adalah pelanggaran terhadap prinsip equality before the law atau kesamaam didepan hukum sebagaimana telah diatur dalam konstitusi UUD 1945, Bahkan pasal ini dituding sebagai salah satu bentuk pelegalan korupsi. Akibatnya masyarakat tidak terlindungi dan tidak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan hukum. Penelitian normatif dengan metode pendekatan peraturan dan konseptual ini telah menemukan bahwa lahirnya pasal ini semata-mata untuk memberi kesempatan kepada penyelenggara pemerintah bekerja dengan tenang tanpa khawatir di masa pandemi seperti saat ini. Selain itu, muatan pasal tersebut bukanlah muatan materi baru mengingat sebelum-sebelumnya telah ada materi undang-undang yang memuat materi semakna dengan materi pasal dimaksud serta tidak menghapus atau menegasikan kewenangan dari para penegak hukum untuk bekerja sesuai dengan tupoksinya. Kata kunci dari pasal ini terletak pada dilaksanakannya tugas dan kewenangan pejabat pemerintahan dengan itikad baik dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sehingga ketika terjadi pelanggaran peraturan perundangan ataupun penyalahgunaan kewenangan maka tetap dapat diproses dan diukur melalui pengujian, baik melalui lembaga/instansi pemerintahan seperti upaya administratif maupun lembaga peradilan, baik perdata maupun pidana, termasuk Peradilan Tata Usaha Negara. Kesimpulannya pasal ini telah memberikan perlindungan hukum terhadap warga negara, dimana warga negara dapat berpartisipasi dan tetap dapat melakukan pengujian, baik melalui lembaga/instansi pemerintahan maupun lembaga peradilan, termasuk Peradilan Tata Usaha Negara