NI MADE AYU PUSPITA SARI
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

MAKNA FILOSOFIS UPACARA PENGEROPYOKAN DI DESA PAKRAMAN GADUNGAN KECAMATAN SELEMADEG TIMUR KABUPATEN TABANAN PUSPITA SARI, NI MADE AYU
Mahasiswa S1 Filsafat Timur Vol 1, No 1 (2013): E-Journal Filsafat
Publisher : Mahasiswa S1 Filsafat Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

            Pulau Bali yang mayoritas penduduknya agama Hindu memiliki   keanekaragaman kebudayaan dan kesenian yang tersebar keseluruh pelosok daerah baik di daerah pantai, daratan dan pegunungan. Masyarakat menciptakan kesenian yang unik, indah dan nantinya akan menjadi sebuah tradisi yang menjadikan ciri khas masyarakat di daerah tertentu. Kehidupan beryadnya dalam masyarakat Bali sangat menonjol dan  sentral serta bersifat dinamis, karena sistem di Bali memiliki kaitan yang erat, dan sistem-sistem lainnya seperti religi, pengetahuan, bahasa dan sosial kebudayaan serta mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat sehingga masyarakat Bali menganggap bahwa beryadnya itu merupakan bagian yang integral dalam kehidupan. Upacara yadnya merupakan wahana untuk menggerakkan semua isi alam dan termasuk manusianya untuk ditingkatkan menuju kehidupan phisisk material maupun mental spiritual. Salah satu pelaksanaan yadnya adalah upacara pengeropyokan yang merupakan salah satu bagian dari upacara nangluk merana. Upacara pengeropyokan dilaksanakan karena adanya serangan hama tikus yang menyerang pertanian warga. Pelaksanaannya dilaksanakan pada sasih kaenem karena merupakan sasih peralihan dari musim panas menuju ke musim penghujan. Penelitian ini memiliki keunikan dilihat dari sarana dan prasarana yang digunakan bagi masyarakat yang memiliki makna sangat jelas di dalamnya, maka dari itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut.Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pakraman Gadungan dengan rumusan masalahnya adalah: (1) Bagaimanakah bentuk upacara pengeropyokan di Desa Pakraman Gadungan? (2) Apakah fungsi upacara pengeropyokan di Desa Pakraman Gadungan? (3) Apakah makna upacara Pengeropyokan di Desa Pakraman Gadungan?. Adapun teori yang digunakan adalah teori fungsi, teori religi dan teori simbol yang dipergunakan untuk membedah rumusan masalah tersebut.            Pendekatan penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Jenis data yang digunakan adalah primer dan sekunder. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik observasi, wawancara dan studi dokumen. Teknik penentuan informan yang digunakan dengan cara snowball yang berpusat pada informan inti yang kemudian meluas ke informan-informan lainnya.            Hasil penelitian ini meliputi: (1) bentuk upacara pengeropyokan di Desa Pakraman Gadungan yang dilaksanakan pada sasih kaenem yang dilaksanakan di pura bedugul atau pura subak dengan prosesi inti yaitu dengan melaksanakan hatur piuning kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa sebagai salah satu perwujudan rasa bakti agar pelaksanaan upacara pengeropyokan dapat berjalan dengan lancar. Sarana dan prasarana yang dipergunakan sangat sederhana, seperti banten peras daksina dan segehan jangkep/gede. Kegiatan upacara dipuput oleh seorang Pamangku Subak. (2) Fungsi upacara pengeropyokan adalah sebagai fungsi dari peningkatan roh terhadap hama tikus agar tidak kembali merusak lahan pertanian petani. Fungsi  pendukung lainnya adalah sebagai fungsi  kesejahteraan masyarakat, fungsi religius, fungsi estetika dan fungsi sosial. (3) Makna upacara pengeropyokan, terdapat dua makna yaitu makna simbolik yang menjelaskan berbagai arti simbol yang terdapat pada sarana dan prasarana dari upacara pengeropyokan seperti: a) daksina sebagai lambang penstanaan dari Ida Sang Hyang Widi Wasa, b) peras sebagai lambang Tri Guna Sakti, c) segehan gede/jangkep sebagai lambang menetralisir antara yang panas dengan yang dingin sehingga menjadi seimbang, d) tetimpug sebagai lambang memanggil dan mengeluarkan dan berlanjut untuk pergi meninggalkan atau kembalinya hama tikus keasalnya dan tidak kembali merusak lahan pertanian, e) prayascita sebagai lambang kesejahteraan, f) suci sebagai lambang pebersihan. Sedangkan makna filosofinya yaitu terdapat di dalam pelaksanaan pemburuan tikus berlangsung di harapkan menggunakan senjata tumpul seperti salah satunya menggunkan pentungan. Dalam upacara pengeropyokan disebutkan ketajaman senjata akan menyebabkan cuntaka. Kegiatan ini bermakna peningkatan roh dan kesejahteraan bagi hama tikus agar setelah diadakan upacara pengeropyokan hama tikus tidak menjelma kembali menjadi hama yang merugikan petani. Kata kunci : nangluk merana, upacara pengeropyokan