Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Lalat: Vektor yang Terabaikan Program? Dicky Andiarsa
BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA Volume 14 Nomor 2 Desember 2018
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Banjarnegara Badan Litbangkes Kemenkes RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.409 KB) | DOI: 10.22435/blb.v14i2.67

Abstract

Flies coexist with humans since long times ago are associated with sanitation problems and also clean and healthy living behavior (PHBS). Program support in term of fly control should be improved. This article is a literature review which discussed the role of flies as pest and vectors that spread various diseases and their interests as program targets and the latest program situation also all aspects as well as how to control them. Some studies said that flies can contain many types of pathogenic microbes in their bodies. Most pathogens in the body of flies are bacteria, fungi, viruses, and worm parasites. Flies also contribute to the spread of antibiotic-resistant bacteria. The most effective strategy in reducing the population of flies is the improvement of environmental sanitation and improvement of hygiene behavior. Program support is expected to improve fly vector control services and the participation of the community, in general, is expected to be more active in overcoming this problem. ABSTRAKLalat merupakan serangga yang kehidupannya dekat dengan manusia dan seringkali dikaitkan dengan masalah sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Dukungan program masih kurang dalam hal pengendalian vektor lalat. Artikel ini berupa studi literature review yang membahas peranan lalat sebagai hama pengganggu dan vektor penyebar berbagai penyakit, kepentingannya sebagai target program, pencegahan dan pengendalian lalat, serta situasi program terkait pengendalian lalat. Beberapa studi menyebutkan bahwa lalat dapat mengandung banyak jenis mikroba patogen dalam tubuhnya sekaligus. Sebagian besar patogen pada tubuh lalat adalah bakteri, jamur, virus, dan parasit cacing. Lalat juga berkontribusi terhadap penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Strategi paling efektif dalam menurunkan populasi lalat adalah perbaikan sanitasi lingkungan dan perbaikan pola perilaku hidup bersih dan sehat. Dukungan program diharapkan dapat meningkatkan layanan pengendalian vektor lalat dan peran serta masyarakat pada umumnya diharapkan lebih aktif terhadap penanggulangan masalah ini.
Brugia malayi dan Dirofilaria spp sebagai penyebab Filariasis pada hewan reservoir di daerah endemis di Kalimantan Dicky Andiarsa; Budi Hairani; Abdullah Fadilly
JHECDs: Journal of Health Epidemiology and Communicable Diseases Vol 4 No 1 (2018): JHECDs Vol. 4, No. 1, Juni 2018
Publisher : Balai Litbangkes Tanah Bumbu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.946 KB) | DOI: 10.22435/jhecds.v4i1.367

Abstract

Abstrak. Penyakit limfatik filariasis dan dirofilariasis berpotensi zoonosis di Indonesia. Kurangnya data tentang dirofilariasis pada manusia dan hewan menjadi dasar alasan dilakukannya studi ini menggunakan metode studi observasional dengan desain potong lintang. Sebanyak 201 hewan reservoir digunakan pada penelitian ini, yaitu kucing rumah (Felis catus), lutung (Presbytis cristatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kucing hutan (Felis silvestris) dan anjing (Canis familiaris) di dua daerah endemis filariasis, yaitu Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) dan Kabupaten Kotawaringin Barat (KOBAR), Kalimantan. Pengambilan darah hewan melalui vena dilakukan pada malam hari. Keberadaan mikrofilaria dalam darah dideteksi melalui preparat ulas darah tebal dan tipis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 21% dan 28,7% hewan reservoir di Kabupaten HSU dan KOBAR secara berurutan terinfeksi mikrofilaria. Hewan domestikasi yang terinfeksi mikrofilaria lebih banyak dibandingkan dengan hewan liar. Berdasarkan agen penyebabnya, Dirofilaria spp. (20,89%) lebih dominan menginfeksi hewan reservoir, diikuti dengan Brugia malayi (2,48%). Infeksi campuran diperoleh dari 1,49% hewan reservoir. Hasil ini mengindikasikan bahwa hewan reservoir di kedua kabupaten tersebut berpotensi sebagai sumber penularan filariasis, sekaligus sebagai sumber agen zoonosis pada kasus dirofilariasis. Pemantauan secara rutin dan terintegrasi serta kolaborasi antar stake holder lintas program harus terus dilakukan untuk memutus mata rantai penularan filariasis dan menghambat terjadinya penularan zoonosis dari dirofilariasis.