Ribkhi A. Putri
Obstetrics and Gynecology Departement RSCM, Faculty of Medicine Indonesia University

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Double Approach (Laparoscopy and Hysteroscopy) Repair of Istmochele (Niche): Pendekatan Ganda (Laparoskopi dan Histeroskopi) untuk Memperbaiki Istmochele (Niche) Herbert Situmorang; Ribkhi A. Putri; Cepi T. Pramayadi; Riyan H. Kurniawan; Muhammad D. Priangga; Eka R. Gunardi
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume 8 No. 4 October 2020
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32771/inajog.v8i4.1268

Abstract

Objectives: Reported a case demonstrate the double approach repair of niche treatment through the hysteroscopy and laparoscopy technique.Methods: Case report. We reported a case starting from the patient admission untill 3 months postoperative condition.Case: A 33 years old woman came with abnormal uterine bleeding, already got medication and combine oral contraception pill, but the bleeding never stopped. We found a cavity (niche) filled by menstrual blood with thin lower uterine segment (just serous layer) from transvaginal ultrasound. We did hysteroscopy and laparoscopy approach. We illuminated the niche by hysteroscopy, then resected it by laparoscopy. Patient had a day hospital admission and no symptoms anymore after the procedure.Conclusion: Many treatment methods have been described for repair of niche with varies effectivities. Double approach (hysteroscopy and laparoscopy) technique was a minimal access, but optimal approach of niche resection with up to 100% effectivity.Keywords: abnormal uterine bleeding, caesarean scar defect, hysteroscopy, istmochele laparoscopy, niche Abstrak Tujuan: Melaporkan sebuah kasus yang menggambarkan pendekatan ganda dalam memperbaiki niche dengan histeroskopi dan laparoskopi.Metode: Laporan kasus. Kami melaporkan sebuah kasus dimulai dari pasien masuk sampai dengan 3 bulan pascaoperasi.Kasus: Perempuan 33 tahun datang dengan perdarahan uterus abnormal, telah diberikan terapi obat dan pil kombinasi, namun perdarahan tidak berhenti. Dari ultrasonografi ditemukan rongga berisi darah menstrusasi dengan segmen bawah uterus yang tipis (hanya lapisan serosa). Kami melakukan pendekatan histeroskopi dan laparoskopi. Dilakukan iluminasi dengan histeroskopi, kemudian reseksi dengan laparoskopi. Perawatan pasien di rumah sakit selama satu hari, dan tidak terdapat keluhan pada pasien setelah tindakan.Kesimpulan: Terdapat banyak metode dalam tata laksana niche dengan efektivitas yang beragam. Pendekatan ganda dengan histeroskopi dan laparoskopi merupakan tehnik dengan akses minimal namun hasil optimal, dengan efektivitas hingga 100%.Kata Kunci: perdarahan uterus abnormal, defek skar sesar, histeroskopi, istmpchele, laparoskopi, niche
Biopsychosocial Aspect of Pregnant Women Suspected Brainstem Death: Aspek Biopsikososial pada Perempuan Hamil dengan Kecurigaan Mati Batang Otak Dwiana Ocviyanti; Ribkhi A. Putri
Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology Volume 9 No. 2 April 2021
Publisher : Indonesian Socety of Obstetrics and Gynecology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32771/inajog.v9i2.1269

Abstract

Abstract Objectives: Diagnosis of brainstem death and the vital organ function support in the pregnant woman to prolong gestation to attain fetal viability is still controversial. The decision is influenced by ethical and legal issue in the country. Another consideration is the hospital cost and health insurance coverage. This article purpose is to report a case and discuss the biopsychosocial aspect of this issue, so the doctors know how to decide a similar case.Methods: We reported a suspected brainstem death in pregnant women and discussed the holistic approach.Case: This case is a-38-year-old women, third pregnancy, 22 weeks of gestation, referred from the secondary hospital in a comatose condition. She was diagnosed with brainstem dysfunction due to intracranial mass and cerebral oedema. She wasn't diagnosed with brainstem death due to the electrolyte imbalance that can cause this condition. We did the multidisciplinary management approach. We decided the termination of pregnancy would only be performed if the fetus reaches 28 weeks of gestational age (with survival rate on perinatology is 31%). From the husband point of view, since the attending doctors have not declared the mother to be dead, then the husband still want to keep the mother in full life support. The patient and the fetus died on the 8th day of hospitalization. The patient was fully paid for by Indonesian Health Insurance.Conclusion: Maternal brainstem dysfunction and brainstem death during pregnancy are rare. In Indonesia, ethical and legal consideration to keep both mother and fetus are appropriate with the general social, cultural, and religious values. However, we recommend managing every single case individually with an intensive multidisciplinary approach due to the possibility of the different personal value of the patient.Keywords: brainstem dysfunction, brain death, pregnancy, fetal, ethic, legal. Abstrak Tujuan: Diagnosis kematian batang otak dan dukungan fungsi organ vital pada perempuan hamil untuk melanjutkan kehamilannya sampai janin dapat hidup jika dilahirkan masih kontrovesi. Keputusan ini dipengaruhi oleh etik dan hukum di suatu negara. Pertimbangan lainnya adalah biaya perawatan rumah sakit dan cakupan asuransi kesehatan. Artikel ini bertujuan melaporkan sebuah kasus dan mendiskusikan aspek biopsikososialnya, sehingga para dokter dapat mengambil keputusan pada kasus lain yang serupa.Metode: Kami melaporkan kasus perempuan hamil dengan kecurgaan kematian batang otak dan mendiskusikan pendekatan holistiknya.Hasil: Kasus perempuan usia 38 tahun, kehamilan ketiga, 22 minggu, dirujuk dari rumah sakit sekunder dalam kondisi koma. Pasien didiagnosis dengan disfungsi batang otak akibat massa intracranial dan edema serebri. Pasien tidak didiagnosis dengan meti batang otak karena kondisi ini masih dapat dikarenakan gangguan keseimbangan elektrolit. Kami melakukan pendekatan multidisiplin. Diputuskan terminasi kehamilan akan dilakukan hanya jika janin mencapai usia kehamilan 28 minggu (dengan harapan hidup dari perinatology 31%). Dikarenakan dokter belum mengatakan pasien sudah meninggal, suami pasien menginginkan pasien dalam topangan alat. Pasien dan janinnya meninggal pada hari ke-8 perawatan. Pembiayaan pasien dengan menggunakan BPJS.Kesimpulan: Disfungsi batang otak dan kematian batang otak selama kehamilan adalah kasus yang jarang. Di Indonesia, etik dan hukum yang berlaku untuk menjaga kehidupan ibu dan janin sesuai dengan nilai sosial, budaya, dan agama. Namun demikian, kami merekomendasikan mlakukan tata laksana setiap kasus secara individu dengan pendekatan multidisiplin dikarenakan perbedaan nilai pribadi pasien dan keluarga.Kata kunci: disfungsi batang otak, etik, hukum, janin, mati batang otak, kehamilan.