Siti Rohmayani
Universitas Lampung

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah)

Tradisi Nayuh Perkawinan Adat Dalam Metakognisi Masyarakat Saibatin di Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung Siti Rohmayani; Risma Margaretha Sinaga; Marzius Insani
PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah) Vol 8, No 1 (2020): PESAGI (Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah)
Publisher : FKIP UNIVERSITAS LAMPUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi Nayuh Perkawinan Adat Dalam Metakognisi Masyarakat Saibatin di Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Pelaksanana perkawinan adat bagi masyarakat Saibatin dikenal sebagai tradisi Nayuh yang diselenggarakan secara besar dengan biaya yang besar pula. Masyarakat beranggapan bahwa tradisi Nayuh hanya dapat dilaksanan oleh seorang penyimbang dan tidak dapat dilaksanakan oleh non penyimbang, namun dari pengetahuan metakognisi masyarakat mengenai tradisi Nayuh beberapa masyarakat Saibatin beranggapan dengan perkembangan jaman non penyimbang juga dapat melaksanakan tradisi Nayuh. Adapun tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui metakognisi masyarakat Lampung Saibatin terhadap tradisi Nayuh dalam perkawinan adat di Negeri Olok Gading Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Metode yang digunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan informan. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian mengenai metakognisi masyarakat Saibatin terhadap tradisi Nayuh seorang penyimbang dan non Penyimbang memiliki perbedaan diantaranyanya adalah bagi seorang Penyimbang adalah suatu keharusan atau kewajiban bagi seorang penyimbang dengan segala perlengkapan, peralatan yang lengkap dan waktu yang lama. Bagi non penyimbang tradisi Nayuh dapat dilakukan jika dia mampu dan setiap perlengkapan dan peralatan adat akan berbeda dan waktu terbilang cukup cepat. Dengan perkembangan jaman masyarakat non penyimbang dapat melaksanakan tradisi Nayuh karena pada masa saat masyarakat mampu mengeluarkan biaya besar untuk pelaksanaan tradisi Nayuh. Penyebutan tradisi Nayuh sendiri berubah menjadi hajat. Makna prosesi Nayuh yang dilaksanakan oleh Penyimbang dan non penyimbang pada dasarnya sama saja tidak ada perbedaan sebagai rasa syukur terhadap sang Pencipta, keberlanjutan suatu kepemimpinan dan sebagai pemberitahuan kepada masyarakat. Kata Kunci : metakognisi, perkawinan adat, tradisi Nayuh