Redho Surya Perdana
Department Of Geomatics Engineering, Faculty Of Regional And Infrastructure Technology, Institut Teknologi Sumatera

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analisis Pentingnya Gempa Bumi sebagai Faktor Pemicu Kejadian Gerakan Tanah di Lampung Barat Satrio Muhammad Alif; Annisa Nurul Hidayah; Adam Irwansyah Fauzi; Redho Surya Perdana
Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi Vol 12, No 3 (2021)
Publisher : Badan Geologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34126/jlbg.v12i3.356

Abstract

ABSTRAKGempa bumi merupakan faktor pemicu utama pada kejadian gerakan tanah dan kaitannya dapat diteliti di lokasi dengan intensitas baik gempa bumi dan gerakan tanah yang tinggi seperti di Lampung Barat. Tidak hanya gempa bumi dengan kekuatan besar yang dapat mengakibatkan gerakan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kaitan antara kejadian gerakan tanah dan gempa bumi di Lampung Barat dengan menggunakan data kemiringan lereng, curah hujan, jenis batuan, dan tutupan lahan. Data yang digunakan bersumber dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Lampung, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Informasi Geospasial, dan citra Landsat 8. Setiap titik kejadian gerakan tanah yang telah terjadi dari 2015 hingga 2019 dilakukan skoring, pembobotan, dan klasifikasi dari empat parameter untuk menentukan potensi bencana gerakan tanah. Hal ini dilakukan untuk melihat kesesuaian kejadian gerakan tanah yang sudah terjadi di suatu wilayah dengan potensi bencana gerakan tanah di wilayah tersebut. Kejadian gerakan tanah yang terjadi di wilayah dengan kelas rendah dikaitkan dengan keberadaan gempa bumi sebelum setiap kejadian gerakan tanah. Terdapat 24% dari gerakan tanah di Lampung Barat terjadi setelah gempa bumi. Dua kejadian gerakan tanah terjadi setelah gempa bumi dengan magnitudo di atas 6. Gempa bumi dengan magnitudo di atas 4 dapat memicu gerakan tanah terutama di wilayah dengan radius 50 km dari sesar. Gempa bumi sebaiknya digunakan dalam penentuan wilayah yang berpotensi terjadi gerakan tanah untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat ketika telah terjadi gempa bumi.Kata kunci: bencana, curah hujan, gempa bumi, gerakan tanah, skoringABSTRACT Earthquakes are a major factor for the occurrence of ground motion and its relation can be investigated in locations with high intensity of both earthquakes and ground movements such as in West Lampung. It is not only earthquakes of great strength that can cause ground motion. This study aims to analyze the relationship between ground motion and earthquakes in West Lampung using slope data, rainfall, rock types, and land cover. The data used were obtained from the Lampung Provincial Disaster Management Agency, Meteorology Climatology and Geophysics Agency, Center for Volcanology and Geological Hazard Mitigation, Geospatial Information Agency, and Landsat 8 imagery. weighting, and classification of the four parameters to determine the potential for landslides to occur. This is done to see the suitability of ground motion events that have occurred in an area with the potential for landslide disasters in that area. Earth movement events that occur in low-class areas are associated with the presence of an earthquake before each ground motion event. There are 24% of the ground motion in West Lampung occurred after the earthquake. Two ground motion events occur after an earthquake with a magnitude above 6. An earthquake with a magnitude above 4 can trigger ground motion, especially in areas with a radius of 50 km from the fault. Earthquakes should be used in determining areas that have the potential for landslides to occur to increase community preparedness when an earthquake has occurred.Keywords: disaster, rainfall, earthquake, landslide, scoring 
Analisis Degradasi Penutup Hutan Di Perkotaan Menggunakan Model Forest Canopy Density Studi Kasus : Kota Bandar Lampung Adam Irwansyah Fauzi; Agung Budi Harto; Dudung Muhally Hakim; Redho Surya Perdana
Jurnal Mineral, Energi dan Lingkungan Vol 3, No 2 (2019): Desember
Publisher : Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional (UPN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (20.098 KB) | DOI: 10.31315/jmel.v3i2.3057

Abstract

Salah satu faktor utama terjadinya perubahan iklim yang sedang berlangsung saat ini adalah akibat emisi yang ditimbulkan oleh degradasi hutan, yaitu mencapai sekitar 20% dari seluruh emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Di Indonesia, degradasi hutan salah satunya banyak terjadi di kawasan perkotaan, tak terkecuali di Kota Bandar Lampung. Mengingat peran hutan yang begitu vital, banyak bidang-bidang keilmuan yang diaplikasikan untuk mengamati fenomena degradasi hutan, tak terkecuali teknologi penginderaan jauh (inderaja). Salah satu metode pengolahan citra yang sering diaplikasikan untuk mengamati hutan adalah model Forest Canopy Density (FCD). FCD merupakan suatu model yang dikembangkan oleh Atsushi Rikimaru untuk keperluan analisis dan pemantauan perkembangan hutan secara kuantitatif. Dari hasil pengolahan data dan analisis, antara rentang tahun 2009 hingga tahun 2015, Kota Bandar Lampung mengalami degradasi hutan sebesar 1002,75 ha. Meskipun demikian, secara keseluruhan degradasi terjadi pada kawasan budidaya yaitu mencapai 92,03%, sedangkan kawasan lindung hanya terdegradasi sebesar 7,97%. Selain itu, terdapat beberapa wilayah teridentifikasi mengalami peningkatan persentase penutup hutan, diantaranya terdapat pada kawasan hutan, permukiman dan pesisir pantai.
Analisis Degradasi Penutup Hutan Di Perkotaan Menggunakan Model Forest Canopy Density Studi Kasus : Kota Bandar Lampung Adam Irwansyah Fauzi; Agung Budi Harto; Dudung Muhally Hakim; Redho Surya Perdana
Jurnal Mineral, Energi dan Lingkungan Vol 3, No 2 (2019): Desember
Publisher : Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional (UPN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31315/jmel.v3i2.3057

Abstract

Salah satu faktor utama terjadinya perubahan iklim yang sedang berlangsung saat ini adalah akibat emisi yang ditimbulkan oleh degradasi hutan, yaitu mencapai sekitar 20% dari seluruh emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Di Indonesia, degradasi hutan salah satunya banyak terjadi di kawasan perkotaan, tak terkecuali di Kota Bandar Lampung. Mengingat peran hutan yang begitu vital, banyak bidang-bidang keilmuan yang diaplikasikan untuk mengamati fenomena degradasi hutan, tak terkecuali teknologi penginderaan jauh (inderaja). Salah satu metode pengolahan citra yang sering diaplikasikan untuk mengamati hutan adalah model Forest Canopy Density (FCD). FCD merupakan suatu model yang dikembangkan oleh Atsushi Rikimaru untuk keperluan analisis dan pemantauan perkembangan hutan secara kuantitatif. Dari hasil pengolahan data dan analisis, antara rentang tahun 2009 hingga tahun 2015, Kota Bandar Lampung mengalami degradasi hutan sebesar 1002,75 ha. Meskipun demikian, secara keseluruhan degradasi terjadi pada kawasan budidaya yaitu mencapai 92,03%, sedangkan kawasan lindung hanya terdegradasi sebesar 7,97%. Selain itu, terdapat beberapa wilayah teridentifikasi mengalami peningkatan persentase penutup hutan, diantaranya terdapat pada kawasan hutan, permukiman dan pesisir pantai.
Perubahan Kecepatan Subduksi Lempeng Indo-Australia terhadap Lempeng Sundaland akibat Gempa Bumi Samudera Hindia tahun 2016 Satrio Muhammad Alif; Muhamad Sofyan Sauri; Redho Surya Perdana
Jurnal Geosains dan Teknologi Vol 4, No 3 (2021): November 2021
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jgt.4.3.2021.159-167

Abstract

Gempa bumi Samudera Hindia terjadi pada tanggal 2 Maret 2016 dengan magnitudo7.8 di sekitar zona subduksi Lempeng Sundaland. Implikasi tektonik dari gempa bumi dengan magnitudo di atas 7 ini diteliti karena implikasi tektonik gempa bumi di Samudera Hindia tahun 2012 sangat besar hingga Pulau Jawa. Penelitian ini bertujuan mendapatkan pengaruh gempa bumi Samudera Hindia tahun 2016 terhadap perubahan kecepatan subduksi. Data yang digunakan adalah data Global Navigation Satellite System (GNSS) kontinu di tujuh stasiun yang berada di Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Sundaland. Data diolah dengan perangkat lunak ilmiah untuk mendapat solusi koordinat harian. Pada deret waktu koordinat, dilakukan perhitungan kecepatan degan regresi linier untuk data sebelum gempa bumi dan data setelah gempa bumi. Nilai kecepatan yang diperoleh digunakan untuk perhitungan regangan. Hal yang didapatkan dan dibahas adalah perubahan nilai kecepatan dan regangan, serta membandingkan arah kecepatan stasiun GNSS dengan arah kecepatan dari lempeng terkait. Kecepatan stasiun GNSS yang diperoleh berkisar 18 hingga 70 mm/tahun. Kecepatan stasiun GNSS mengalami penurunan dan regangan mengalami pertambahan nilai pemendekan setelah gempa bumi. Nilai perubahan semakin besar untuk stasiun yang lebih dekat ke Palung Sunda. Stasiun GNSS yang berada di pulau di sebelah barat Pulau Sumatra diduga berada di Blok Sumatra, pecahan dari Lempeng Sundaland.
Monitoring Biochemical Oxygen Demand (BOD) Changes During a Massive Fish Kill Using Multitemporal Landsat-8 Satellite Images in Maninjau Lake, Indonesia Arif Rohman; Adam Irwansyah Fauzi; Nesya Hafiza Ardani; Muhammad Ulin Nuha; Redho Surya Perdana; Rian Nurtyawan; Aynaz Lotfata
Forum Geografi Vol 37, No 1 (2023): July 2023
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/forgeo.v37i1.21307

Abstract

Maninjau Lake is one of Indonesia's lakes for hydroelectric power plants, tourism, and fish farming activities. Some activities around the lake cause pollution, leading to massive fish kill. Therefore, it is necessary to monitor water quality regularly. One of the critical water quality parameters is biochemical oxygen demand (BOD). This study aimed to analyze BOD changes using a remote sensing approach during massive fish kills in Maninjau Lake, Indonesia. Multi-temporal Landsat-8 satellite images are processed to estimate the BOD level based on Wang Algorithm. After that, the estimated BOD value is validated using in situ data measurement. The results of the average BOD concentration that occurred in Lake Maninjau was 1.85 mg/L and showed that R2 was 0.8334, and the standard error was 0.076 between the estimated BOD and in situ data. Furthermore, the average concentration of BOD obtained on 23rd August 2017, 13th December 2017, 30th January 2018, 19th March 2018, and 7th July 2018 are 4.96 mg/L, 4.82 mg/L, 5.31 mg/L, 6.94 mg/L, and 6.60 mg/L, respectively. Increased BOD concentration in January 2018 indicates moderate pollution in the waters. BOD concentration increases after the massive fish kill due to the decaying fish across the lake.