Petrik Mahisa Akhtabi
Universitas Airlangga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Antara santet, sacrifice, dan djiwo: Hakikat eksistensi kejawen black metal Petrik Mahisa Akhtabi; Edi Dwi Riyanto
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 6 No. 1 (2022): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v6i1.20315

Abstract

Sebagai sebuah kebudayaan, Kejawen Black Metal adalah satu bentuk subkultur hibrid yang tercipta atas inkorporasi kebudayan Jawa yang ada di Indonesia dan subkultur Black Metal yang berkembang di Eropa. Sebagai sebuah bentuk musik, Kejawen Black Metal adalah satu subgenre dari Black Metal yang pada praktiknya memasukkan unsur-unsur ke-Jawaan, yaitu konsep mistik yang berkembang dan eksistensinya dipercaya nyata dalam kebudayaan masyarakat Jawa. Melihat hibriditas dari eksistensinya, subkultur tidak serta merta mengambil dan meniru segala konsep yang ada pada kebudayaan akarnya. Maka dari itu, penelitian ini ditujukan untuk menemukan dan menjelaskan apa sebenarnya esensi dan tendensi dari Kejawen Black Metal sebagai sebuah subkultur hibrid. Secara semiotik, Kejawen Black Metal dilihat sebagai sebuah simbol yang bermakna sebagaimana mestinya, namun berdiri sendiri membentuk nilai yang berbeda menurut konteksnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan data yang digali lewat dokumentasi yang berhasil dilakukan oleh pihak lain. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa secara esensi, Kejawen Black Metal tetap merupakan perlawanan kepada sesuatu yang berbeda dengan subkultur akarnya. Selain itu, dalam konteks tendensi, Kejawen Black Metal menyimbolkan kebebasan yang ditujukan untuk mengingatkan kembali tentang kebudayaan Jawa namun dengan cara dan konsep yang berbeda dalam pembawaannya.   As a culture, Kejawen Black Metal is a form of hybrid subculture made of Javanese culture of Indonesia and the Black Metal subculture that grows in Europe. As a music, Kejawen Black Metal is Black Metal subgenre that its practices incorporates Javanese mystical concepts whose existence is believed to be true in Javanese culture. Seeing the hybridity of its existence, this subculture does not necessarily take and copy all concepts exist in its root culture. Therefore, this study aims to find and explain what actually Kejawen Black Metal’s essence and tendency is as a hybrid subculture. Through Roland Barthes' semiotics, Kejawen Black Metal is seen as a symbol whose meaning stands as it should be, but also standing independently to form different values based on particular context. The study uses a descriptive-qualitative method with extracted data based on indirect documentation that has been successfully carried out by other parties. The result, it is clear that in essence, Kejawen Black Metal remains a struggle but against something different from its root subculture. Therefore, in the context of tendency, Kejawen Black Metal symbolizes freedom that intends to remind people about the Javanese culture but in different ways and concepts in their nature.
A Critical Discourse Analysis on Bvrtan’s Persatvan Rakyat Svkatani Petrik Mahisa Akhtabi
Lakon : Jurnal Kajian Sastra dan Budaya Vol. 12 No. 1 (2023): JURNAL LAKON
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/lakon.v12i1.40476

Abstract

Bvrtan is a quite unique Indonesian black metal band. Combining humor with the black metal’s dark aesthetic, Bvrtan’s works have been well appreciated by the Indonesian underground scene. In contrast to other black metal practices that shout anti-religion and absolute freedom messages, Bvrtan’s works are identical with social criticism of Indonesian agrarian context. Thus, this study exists to discuss one of Bvrtan’s work entitled Perstavan Rakyat Svkatani. By applying theoretical approach of Fairclough’s critical discourse analysis, the researcher uncovers how Bvrtan’s work is composed of various type of texts, ranging from linguistic, the discursive practice and social contexts. By the theoretical view, the researcher finally found that this work specifically relate to a wider context of Indonesian agrarian problem that involves the pseudo-welfare of farmers. With satirical lyrics and angry expletives, the phrase of “sejahtera matamv” is the pivotal key to understand every dimension of discourse within this work. Â