Hubungan pernikahan yang sah menurut Agama Islam dan Hukum posistif di Indonesia dijunjung tinggi dalam tatanan sosial Masyarakat. Pernikahan yang sah memiliki subtansi hukum yang mengikuti pernikahan tersebut di antaranya hukum waris mewarisi antara suami istri, hingga saat ini, Indonesia tidak mengenal pernikahan beda Agama. Dengan demikian, Murtad nya seorang istri dari Agama Islam menjadi masalah serius, sampai menghalanginya dari status ahli waris. penelitian ini menganilisa putusan Pengadilan Tinggi Agama Makassar Nomor: 59/Pdt.G/ 2009 /PTA.Mks, tanggal 15 Juli 2009 M yang menguatkan putusan Pengadilan Agama Makassar Nomor: 732/ Pdt.G/2008 /PA.Mks, tanggal 2 Maret 2009 M. di antara amar putusan tersebut menyatakan bahwa istri yang berbeda agama tidak termasuk ahli waris. Ruang lingkup penelitian ini adalah seorang lelaki yang wafat meninggalkan seorang istri yang diketahui telah berbeda agama di saat suaminya meninggal, lelaki ini juga meninggalkan seorang ibu, tiga saudari kandung dan satu saudara kandung. Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif guna menganilisa hasil wawancara para ahli dalam ilmu waris dan penejelasan lain terkait kasus hukum yang serupa, dipadukan dengan library research terhadap buku buku para ulama guna mendalami pendapat pendapat ulama yang kompeten di bidang nya. Dari penelitian ini, disimpulkan bahwa amar putusan tersebut sesuai dan relevan dengan Syariat Agama Islam dengan menjadikan istri yang murtad tidak memiliki hak atas harta waris suaminya. The relationship of a legitimate marriage according to Islamic Religion and Positive Law in Indonesia is highly esteemed within the social structure of society. A legitimate marriage has legal substances that follow it, including the law of inheritance between husband and wife. To date, Indonesia does not recognize interfaith marriage. Consequently, a wife who apostatizes from Islam faces serious issues, including being disqualified from inheriting. This study analyzes the decision of the Makassar High Religious Court Number: 59/Pdt.G/2009/PTA.Mks, dated July 15, 2009, which upheld the decision of the Makassar Religious Court Number: 732/Pdt.G/2008/PA.Mks, dated March 2, 2009. Among the points of the decision, it states that a wife of a different religion is not included as an heir. The scope of this research is a man who passed away, leaving a wife who was found to be of a different religion at the time of his death. This man also left behind a mother, three sisters, and one brother. This research uses a qualitative method to analyze the results of interviews with experts in inheritance law and other explanations related to similar legal cases, combined with library research on books by scholars to delve into the opinions of competent scholars in their field. From this research, it is concluded that the decision is appropriate and relevant to Islamic Sharia by disqualifying the apostate wife from inheriting her husband's estate.