Erina Adeline Tandian
Institut Kesenian Jakarta

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Membaca Pola Cliffhanger Dalam Dua Web Series Indonesia Damas Cendekia; Erina Adeline Tandian
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol 6 No 1 (2020): Jurnal Seni Nasional Cikni Vol. 6 No. 1
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsnc.v6i1.87

Abstract

Internet telah melahirkan sebuah platform baru dalam naratif audio-visual, yakni web series. Web series mengadopsi cara bercerita dari serial televisi lewat episodisasinya, termasuk penggunaan cliffhanger di akhir setiap episode. Penonton web series dapat mengikuti episode berikutnya di waktu yang bebas, sehingga dikhawatirkan bisa mengurangi rasa penasaran setiap episode berakhir, dan berdampak pada teknik cliffhanger yang digunakan. Dua web series Indonesia, yaitu Sore: Istri dari Masa Depan dan Filosofi Kopi The Series: Ben and Jody dianalisis menggunakan teknik cliffhanger menurut James Scott Bell. Dua web series tersebut paling banyak mengakhiri episode dengan pengambilan keputusan oleh tokoh, yang berpengaruh pada plot di episode berikutnya. Selain itu, pola cliffhanger yang juga sering digunakan adalah pemberian surprise.
Komodifikasi Cinta dan Tubuh Perempuan Pada Film Love For Sale dan Love For Sale 2 Tandian, Erina Adeline
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 5, No.2: Oktober 2021
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v5i2.52

Abstract

Love for Sale (2018) dan Love for Sale 2 (2019) movies describe an urban problem of Jakarta, that commodify everything in it. Both male protagonists in these movies are considered as incomplete men by their societies because they don’t have a romantic partner. They find a rent girlfriend through the Love.inc application and meet a woman named Arini. This study aims to see the commodification of love and female body in the both movies. The analysis uses qualitative research method with cinema textual studies. The theoretical approachs are Laura Mulvey’s feminist film theory, Simone de Beauvoir’s existentialist feminism, and Jean Baudrillard’s thoughts on consumer society. The results show that love and body’s of Arini become commodification and spectacle, which are shown in the patriarchal social environments of the male protagonists. Both protagonists access these commodities through the use of digital technology and it happens instantly.Film Love for Sale (2018) dan Love for Sale 2 (2019) menggambarkan permasalahan urban Jakarta yang menjadikan segala sesuatu sebagai komodifikasi. Kedua protagonis laki- laki dalam film dianggap kurang lengkap oleh lingkungan sosialnya karena tidak memiliki pasangan. Mereka mencari teman kencan lewat aplikasi Love.inc dan bertemu dengan perempuan bernama Arini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat komodifikasi cinta dan tubuh perempuan pada kedua film tersebut. Analisis terhadap kedua film ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui kajian tekstual sinema. Pendekatan yang digunakan adalah teori film feminis Laura Mulvey dan feminisme eksistensialis Simone de Beauvoir yang dilengkapi dengan pemikiran Jean Baudrillard tentang masyarakat konsumen. Hasil analisis menunjukkan bahwa cinta dan tubuh tokoh Arini menjadi komodifikasi dan tontonan, yang dipertunjukkan pada lingkungan sosial patriarkis para protagonis laki-laki. Cara yang digunakan para protagonis untuk mengakses komoditas ini yaitu melalui bantuan teknologi digital dan terjadi secara instan.
Representasi Gender dalam Film Dua Garis Biru (2019) Harigelita, Dian; Tandian, Erina Adeline; Sari, Nia
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 3, No.2: Oktober 2019
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v3i2.36

Abstract

The Indonesian film, Two Blue Stripes (2019), narrates the story of a teenage couple who gets pregnant out of wedlock. The protagonists of this film are Bima and Dara, who come from different backgrounds. Bima is responsible for Dara’s pregnancy. There are several gender discourses based on Indonesian culture, especially in the setting of Jakarta, which this film tries to convey. This article aims to examine gender representation in the film Two Blue Stripes. The research method is textual study by observing the mise-en-scene in the film. The approach is cultural studies with a focus on gender issues. The results of the study state that the representation of patriarchal mindset, which is conveyed in this film, does not only hurt Dara as a female character, but also Bima as a male character as well.Film Indonesia berjudul Dua Garis Biru (2019) menceritakan tentang pasangan remaja yang hamil di luar nikah. Protagonis film ini adalah Bima dan Dara yang memiliki latar belakang berbeda. Bima memutuskan bertanggung jawab atas kehamilan Dara. Ada beberapa wacana gender berdasarkan budaya Indonesia, terutama dengan latar Jakarta, yang coba disampaikan dalam film ini. Artikel ini bertujuan mengkaji representasi gender dalam film Dua Garis Biru. Metode penelitian yang dilakukan adalah kajian tekstual dengan mengamati mise-en-scene film. Pendekatan yang dilakukan yaitu cultural studies dengan berfokus pada masalah gender. Hasil kajian menyatakan bahwa representasi pemahaman patriarki, yang disampaikan dalam film ini, tidak hanya merugikan tokoh Dara sebagai perempuan saja, namun juga Bima sebagai tokoh laki-laki.
Oedipus Complex dalam Dua Film Karya Alfred Hitchcock: Psycho (1960) dan The Birds (1963) Tandian, Erina Adeline
Urban: Jurnal Seni Urban Vol 5, No.1: April 2021
Publisher : Sekolah Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52969/jsu.v5i1.43

Abstract

Two movies called Psycho (1960) and The Birds (1963) by Alfred Hitchcock have similar theme about the relationship between male characters and their mothers. The difference is in the characterization, between a sane character and a character with mental disorder. The study on both movies uses qualitative method with psychoanalysis approach. The results of the analysis on these movies state that both male characters experience the Oedipus complex fixation. There are differences in the Ego and the Superego aspects on both male characters, which affect the ways they project their love desire towards their mothers.Film Psycho (1960) dan The Birds (1963) karya Alfred Hitchcock menceritakan tema serupa tentang hubungan para tokoh laki-laki dengan ibu mereka. Kedua film ini memiliki perbedaan karakterisasi tokoh, antara orang yang normal secara psikologis dan orang yang mengalami gangguan mental. Kedua film ini ditelaah menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan psikoanalisis. Hasil analisis terhadap dua film ini menyatakan bahwa kedua tokoh laki-laki mengalami fiksasi oedipus complex. Terdapat perbedaan Ego dan Superego, antara kedua tokoh laki-laki, yang berpengaruh pada cara memproyeksikan hasrat kecintaan terhadap ibu mereka.