Syiah sebagai sebuah aliran teologi yang meyakini kemaksuman para Imam Dua Belas dari keturunan Rasulullah Saw telah menimbulkan pertentangan teologi di kalangan umat Islam, khususnya aliran Sunni yang dari awal sejarah Islam telah menentang kemaksuman selain Rasulullah Saw. Pergesekan antara Syiah dan aliran lain dalam Islam bukan saja karena pertentangan teologi, tapi diawali oleh perbedaan politik dan aliran mazhab yang semakin mempersempit gerakan penyatuan umat Islam hingga dewasa ini. Dalam membangun kepercayaan di kalangan umat Islam, kaum elit Syiah menyodorkan konsep politik teodemokrasi yang disebut wilayah al-Faqih yang tentu saja masih menjadi tanda tanya bisa tidaknya diadopsi di luar dari wilayah Syiah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analitik dengan pendekatan library research yang terfokus pada studi naskah dan teks dari berbagai literatur mengenai perkembangan Syiah secara politik, mazhab dan teologi serta fakta-fakta tentang konsep politik teodemokrasi Wilayatul al-Faqih yang menjadi idiologi politik Syiah saat ini. Hasil penelitian ditemukan bahwa perbedaan aliran politik, mazhab dan teologi antara Syiah dan Sunni secara khusus semakin memperluas pertentangan antar mazhab dan menciptakan sensitivitas antar pemeluk agama Islam, dan pada yang saat yang sama mendapatkan penolakan keras atas konsep politik teodemokrasi wilayah al-Faqih jika berusaha diterapkan di luar wilayah mayoritas Syiah. Implikasi dari penelitian ini adalah : 1) Upaya pembuktian tentang kebenaran doktrin mazhab tertentu dan batilnya doktrin mazhab lainnya sudah harus dihindari, sebab doktrinitas agama adalah wilayah sakral dan sangat sensitif, sehingga persinggungannya bisa mengantarkan peperangan. 2) Terdapat pihak tertentu semakin memperuncing konflik historis Sunni-Syi’ah yang tidak lagi relevan untuk diungkit, baik karena rentang waktunya yang cukup panjang hingga 14 abad yang lalu, juga mustahil untuk dikembalikan haknya jika terdapat hak yang dirampas. 3) Pentingnya membangun kesepahaman pandangan antarpemeluk mazhab tentang umat yang satu, diikat oleh keyakinan akan Tuhan, Nabi dan al-Qur’an yang sama, sehingga segala perbedaan bisa ditanggalkan. Dan kepada seluruh pemeluk mazhab untuk menunjukkan komitmen menghormati idiologi dan simbol-simbol yang disakralkan oleh masing-masing faksi serta mengedepankan politik koeksistensi yaitu; hidup berdampingan secara harmonis, menerima perbedaan furu’iyah atau bahkan akidah serta berinteraksi satu sama lain atas dasar mutual interest (kepentingan bersama).