Titiek Aslianti
Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PEMANFAATAN MINYAK BUAH MERAH, Pandanus conoideus Lam DAN CAROPHYLL PINK DALAM RANSUM PAKAN YUWANA IKAN KAKAP MERAH, Lutjanus sebae Titiek Aslianti; Afifah Afifah; Made Suastika
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.093 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.191-200

Abstract

Ikan kakap merah, Lutjanus sebae termasuk komoditas budidaya yang banyak diminati konsumen. Kualitas benih untuk pembesaran selain ditentukan dari ukuran dan performansi fisik, juga berdasarkan warna ikan. Dalam penelitian ini telah dilakukan 4 perlakuan pakan yang diperkaya dengan Minyak Buah Merah (MBM) dan Carophyll Pink (CP) yaitu: (A) 10 mL MBM/kg pakan; (B) 10 mL MBM+1,4 g CP/kg pakan; (C) 1,4 g CP/kg pakan, dan (D) Kontrol. Hewan uji adalah yuwana kakap merah dengan rata-rata panjang dan bobot tubuh awal 11,32±0,76 cm dan 37,56±7,22 g. Ikan ditempatkan dalam bak fiber kapasitas 5 m3 dengan kepadatan 200 ekor/bak dan diberi pakan 2 kali sehari secara ad libitum serta dipelihara selama 2 bulan dengan pergantian air 200%-300%/hari. Kualitas yuwana diamati pada akhir penelitian melalui pengukuran panjang dan bobot tubuh, sedangkan performansi warna diamati dengan kamera digital dan dianalisis secara diskriptif menggunakan Microsoft Adobe Photoshop 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MBM dan CP dapat dimanfaatkan dalam ransum pakan guna meningkatkan pertumbuhan dan performansi warna yuwana kakap merah. Pakan yang mengandung 10 mL MBM+1,4 g CP menghasilkan sintasan 94%, kenaikan pertumbuhan panjang dan bobot mutlak 58,92% dan 281%, konversi pakan 0,82 serta performansi yuwana berwarna merah cerah dengan nilai persentase rata-rata sebesar 89,58%±0,07%.Red emperor snapper, Lutjanus sebae is one of high demanded cultured fishes. The quality of seeds does not only depend on size and performance of fish, but also depends on fish color. A feeding experiment was conducted during two-months period by adding red fruit oil (RFO) and carophyll pink (CP) to every kilogram of pellet fed as the treatment i.e. (A) 10 mL RFO/kg feed; (B) 10 mL RFO+1.4 g CP/kg feed; (C) 1.4 g CP /kg feed and (D) Control. Two hundred seeds with initial total length of 11.32±0.76 cm and 37.56±7.22 g of body weight were stocked in a fiber glass tank of 5 m3. Feeding frequency was twice a day and water exchanged was around 200%-300%/day. The seed quality was observed at the end of the experiment. Growth data analyses were done using Microsoft® Excel software and color performance was recorded using a digital camera and color analyses were conducted using Microsoft Adobe Photoshop 8. The results showed that the RFO and CP had a significant role in increasing the growth and performance of red snapper seeds. 10 ml of RFO + 1.4 g CP gave the best growth performance with 94% for survival rate, 58.92% for total length and 281% for body weight gain, feed conversion ratio was 0.82 respectively, and fish had brighter red color which was counted for 89.58%±0.07% from the total population.
TEKNOLOGI PEMELIHARAAN LARVA KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) SECARA MASSAL Titiek Aslianti; Ketut Suwirya; Asmanik Asmanik
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2340.434 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.1-11

Abstract

Teknologi produksi benih kerapu sunu (Plectropomus leopardus) melalui perbaikan pengelolaan pakan dan lingkungan terus dipacu guna meningkatkan sintasan dan diharapkan dapat menghasilkan benih secara kontinyu. Dalam pemeliharaan larva, jenis pakan awal yang sesuai merupakan faktor penentu keberhasilan. Pakan alami jenis rotifer, gonad tiram (trochophore), emulsi kuning telur, dan juga pakan buatan yang dilarutkan telah dicoba dalam penelitian ini sebagai pakan awal. Penelitian menggunakan wadah bak beton berkapasitas 6 m3 (12 bak) yang diisi telur kerapu sunu dengan kepadatan 100.000—150.000 butir/bak. Penebaran telur dilakukan secara bertahap pada masing-masing bak sesuai dengan jumlah telur yang tersedia. Nauplii artemia, pakan buatan, dan udang jembret (mysid) diberikan sesuai dengan perkembangan larva dimulai pada umur 20 hari (D20) hingga mencapai fase yuwana/ benih (D45). Pengamatan terhadap laju tumbuh dan sintasan larva dilakukan setelah penelitian berakhir. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, sedangkan analisis proksimat, asam lemak pakan, dan abnormalitas tulang belakang larva (deformity) serta kualitas air diamati sebagai data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pakan buatan yang dilarutkan dan emulsi kuning telur sebagai pakan awal, ternyata mampu memacu pertumbuhan dan meningkatkan sintasan larva. Kisaran panjang total, bobot tubuh, dan sintasan benih yang dicapai berturut-turut adalah 1,95 cm—2,85 cm; 0,64—0,73 g; dan 0,25%—3,97% dengan kisaran laju tumbuh harian sebesar 3,9%—4,22%. Hasil pengamatan terhadap tulang belakang larva tidak ditemukan abnormalitas dengan kisaran jumlah ruas 21—23 ruas dan jarak antar ruas 0,030—0,036 mm.Seed production technology of leopard coral trout, Plectropomus leopardus by improving hatchery management had been conducted in order to increase survival rate and to produce seed continuity. The initial feeding can successfully support in larval rearing. Feed organism as rotifer, trochophore gonad, egg yolk emulsion, and artificial feed emulsion, had been used as an initial feed. The twelve of concrete tanks with 6 m3 capacity were stocked with coral trout eggs at density 100,000—150,000 eggs/tank. Artemia nauplii, artificial feed, and mysid as feed, start on larvae D20 up to juvenile stage (D45). Growth rate and survival rate were observed and calculated when the experiment was terminated. The data was analyzed by descriptive. Nutrition value of food was analyzed by proximate and fatty acid composition. The others parameters such as deformity and water quality were observed. The result showed that artificial feed emulsion and egg yolk emulsion as an initial feeding can be improve the growth rate and increase survival rate of larvae. The range of total length, body weight and survival rate of the seed i.e. 1.95—2.85 cm; 0.64—0.73 g, and 0.25%— 3.97% with the daily growth rate 3,9%—4,22%, respectively. No back bone deformity in the seed, that is 21—23 segments with interspaces of segments 0.030—0.036 mm.
PENUNDAAN PEMBERIAN PAKAN ARTEMIATERHADAP PERFORMANSI BENIH IKAN COBIA (Rachycentron canadum) YANG DIPELIHARA SECARA TERKONTROL Titiek Aslianti; Afifah Afifah; Siti Zuhriyyah Musthofa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (178.37 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.373-382

Abstract

Upaya kontinuitas produksi benih ikan cobia, Rachycentron canadum telah dilakukan namun besarnya biaya operasional dalam penggunaan artemia sebagai pakan masih menjadi faktor pembatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian penundaan pemberian artemia dengan tujuan untuk mengetahui waktu yang tepat saat awal diberikan artemia sehingga penggunaannya efektif dan efisien. Penelitian dilakukan dengan menggunakan wadah berupa bak fiber (1 m3) berjumlah 9 unit yang diisi telur cobia sebanyak 3.000 butir/bak dan larva dipelihara hingga mencapai ukuran benih (± 3 cm/umur 20 hari). Rancangan penelitian adalah acak lengkap yang terdiri atas 3 perlakuan yaitu perbedaan waktu awal pemberian artemia yakni pada larva (A) umur 5 hari; (B) umur 10 hari; dan (C) umur 15 hari. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Data pertumbuhan dan sintasan dianalisis menggunakan sidik ragam. Performansi fisik dan perkembangan tulang belakang diamati sebagai data pendukung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang, bobot, ataupun sintasan di antara perlakuan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Namun pemberian artemia pada larva umur 5 hari (perlakuan A) menghasilkan pertumbuhan panjang (28 mm) dan bobot badan (74,067 mg) serta sintasan (12,07%) relatif lebih tinggi daripada perlakuan B ataupun C. Penundaan pemberian artemia lebih dari 5 hari justru menghasilkan benih yang bertumbuh lebih lambat dan banyak mengalami kematian. Hasil pengamatan terhadap perkembangan tulang belakang pada semua perlakuan tidak menunjukkan performansi tulang belakang yang abnormal. The effort to guarantee a sustainable seed production of cobia, Rachycentron canadum have been carried out but the weight of operational cost in the use of artemia as food has been a problem. The aim of the experiment was to describe the exact and effective time for the initial feeding of seed of cobia using Artemia nauplii. Nine concrete tanks with 1 m3 capacity were stocked with cobia eggs at a density 3,000 eggs/tank. The larvae were reared up to juvenile (±3 cm/20 days after hatching). In order to improve the growth and increase survival rate, three different initial feeding times of Artemia nauplii have been conducted namely: (A) 5 days after hatching (DAH); (B) 10 DAH; and (C) 15 DAH. The experiment was conducted in triplicates per treatment. A complete randomized design was used in the study and data of growth rate and survival rate were analyzed using ANOVA. The result showed that the different times of the initial feeding of cobia seed using Artemia nauplii were not significant (P>0.05) for the growth and survival rate. However TL (28 mm), BW (74.067mg), and SR (12.07%) of the treatment A (5 DAH) were higher than those in treatment B (10 DAH) or treatment C (15 DAH). The suspension of Artemia nauplii application for more than 5 days will slow down the growth and increased the mortality of the seed. None of the treatments have caused deformity backbones growth of the seed.