Retno Handayani
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENYUSUNAN SISTEM MORFOLOGI SEBAGAI UPAYA PENDOKUMENTASIAN BAHASA: PREFIKSASI BAHASA BUDONG-BUDONG (Preparation of Morphology Systems as Language Documentation Effort: Prefixation of Budong-Budong Language) Retno Handayani
SAWERIGADING Vol 25, No 2 (2019): Sawerigading, Edisi Desember 2019
Publisher : Balai Bahasa Sulawesi Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.187 KB) | DOI: 10.26499/sawer.v25i2.606

Abstract

AbstractThe Budong-Budong language is spoken in Tabolang Village, Topoyo District, Mamuju Regency, West Sulawesi Province. Based on the results of the research of vitality in 2011, this language fits into the category of endangered. The purpose of this research is to describe the morphological system, particularly the Budong-Budong language prefixation system. In addition, the description of the prefixation system is compiled as a form of documenting the Budong-Budong language from the threat of extinction. This research uses descriptive qualitative research methods with library research techniques and interviews. The results obtained from this research are the word formation process in the Budong-Budong language through prefixation. Prefixes in Budong-Budong include of prefixes ma-, mapa-, mampa-, mampaka-, pu-, pi-, tu-, and prefixes i- or na-. AbstrakBahasa Budong-Budong dituturkan di Desa Tabolang, Kecamatan Topoyo, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan hasil kajian vitalitas pada tahun 2011, bahasa ini berada pada kategori  terancam punah. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan sistem morfologi, terutama sistem prefiksasi bahasa Budong-Budong. Selain itu, deskripsi prefiksasi dalam sistem morfologi ini disusun sebagai upaya untuk mendokumentasikan bahasa Budong-Budong dari ancaman kepunahan. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif inferensial dengan teknik wawancara dan perekaman. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah proses pembentukan kata dalam bahasa Budong-Budong melalui prefiksasi. Prefiks dalam bahasa Budong-Budong meliputi prefiks ma-, mapa-, mampa-, mampaka-, pu-, pi-, tu-, dan prefiks i- atau na-.
KEBANGGAAN MASYARAKAT SEBATIK TERHADAP BAHASA INDONESIA, BAHASA DAERAH, DAN BAHASA ASING: DESKRIPSI SIKAP BAHASA DI WILAYAH PERBATASAN Retno Handayani
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 5, No 2 (2016): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.007 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v5i2.148

Abstract

Penelitian ini ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai sikap bahasa masyarakat di Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan membandingkan rasa kebanggaan mereka terhadap bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa Melayu Malaysia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Dalam metode kuantitatif, data diolah dengan menggunakan kalkulasi statistik, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan pendekatan sosiolinguistik. Data diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada 108 responden dengan karakteristik sosial tertentu berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di antara ketiga variabel penelitian, kebanggaan masyarakat Sebatik terhadap bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan terhadap bahasa daerah dan bahasa Melayu Malaysia.
Pilihan dan Sikap Bahasa Masyarakat di Perbatasan Indonesia dan Timor Leste NFN Mukhamdanah; Retno Handayani
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 9, No 2 (2020): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/rnh.v9i2.2923

Abstract

The border community in Malacca Regency, East Nusa Tenggara consists of two groups of people, namely indigenous groups who have lived for a long time and groups of people who choose to join the Unitary State of the Republic of Indonesia. The existence of social contact by people who live in border areas certainly leads to language contact which allows them to choose a language to communicate. The purpose of this study was to determine the tendency of language choices and attitudes of the RI-RDTL border communities, namely what languages are actively used by border communities and how the attitudes of the community's language towards regional languages, Indonesian, foreign languages, and languages of neighboring countries. This research uses quantitative and qualitative research methods. Data analysis on language use was associated with language choice by the community. A language that is actively used indicates that the language is chosen by the speaker. The results show that Indonesian is the language chosen and most actively used in border areas and the language attitude of the border community towards Indonesian is still very positive compared to regional languages, foreign languages, and languages of neighboring countries. AbstrakMasyarakat perbatasan yang berada di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur terdiri atas dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok masyarakat asli yang telah lama menetap dan kelompok masyarakat yang memilih bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adanya kontak sosial oleh masyarakat yang menetap di wilayah perbatasan tentunya menyebabkan terjadinya kontak bahasa yang memungkinkan mereka untuk memilih suatu bahasa dalam berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kecenderungan pilihan dan sikap bahasa masyarakat perbatasan RI-RDTL, yaitu bahasa apa yang aktif digunakan oleh masyarakat perbatasan dan bagaimana sikap bahasa masyarakat terhadap bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa negara tetangga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Analisis data pada penggunaan bahasa dikaitkan dengan pilihan bahasa oleh masyarakat. Suatu bahasa yang aktif digunakan menandakan bahwa bahasa itu dipilih oleh penutur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa yang dipilih dan paling aktif digunakan di wilayah perbatasan dan sikap bahasa masyarakat perbatasan terhadap bahasa Indonesia masih sangat positif dibandingkan dengan bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa negara tetangga.
BAHASA DI LINTAS BATAS: KAJIAN AKOMODASI KOMUNIKASI MASYARAKAT PERBATASAN INDONESIA-TIMOR LESTE [Cross-border Language: a Study of Communication Accomodation in Indonesian-Timor Leste Border Community] Retno Handayani; - Inayatusshalihah
TOTOBUANG Vol. 8 No. 1 (2020): TOTOBUANG, EDISI JUNI 2020
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Maluku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (933.523 KB) | DOI: 10.26499/ttbng.v8i1.176

Abstract

The RI-RDTL border community in the Motamasin (Metamauk-Salele) cross-border post consists of local people and migrants from the Timor Leste. Although the ethnic group languages used are generally the same, there are absorbing elements from other languages that distinguish them. This paper examines how communication between these two groups works. The study includes community attitudes and language choices used in their daily communication. The study showes that the percentage index of respondents' interpretations of the questions regarding attitudes towards mother tongue lies on a scale of 61–80. This shows the tendency of positive attitudes toward their mother tongue, while attitudes toward other languages range on a scale of 0–40 which shows the tendency of negative attitudes. This tendency influences the use and choiceof daily language. Local people tend to use mother tongue with their ethnic groups and  migrant communities from Timor Leste. Likewise, migrants from East Timor. However, they tend to use local language when they comunicate with  local people. Mother tongue language is only used with their fellow from Timor LesteMasyarakat perbatasan Republik Indonesia-Republik Demokratik Timur Leste (RDTL) di bagian pos lintas batas Motamasin (Metamauk-Salele) terdiri atas masyarakat lokal dan masyarakat pendatang (eks pengungsi) dari Timor Leste. Meskipun bahasa kelompok etnis yang digunakan pada umumnya sama, ada unsur-unsur serapan dari bahasa daerah lain yang membedakannya. Tulisan ini mengkaji bagaimana komunikasi antara dua kelompok masyarakat tersebut. Kajian mencakup sikap masyakarat dan pilihan bahasa yang digunakan oleh masyarakat lokal dan masyarakat pendatang di pos lintas batas Motamasin dalam komunikasi sehari-hari.  Dalam kajian ini ditemukan bahwa indeks persentase interpretasi responden terhadap butir tanyaan yang berkenaan dengan sikap terhadap bahasa ibu terletak pada skala 61–80. Hal ini menunjukkan kecenderungan sikap positif masyarakat terhadap bahasa ibu di perbatasan RI-RDTL, sedangkan sikap bahasa masyarakat lokal terhadap bahasa daerah lain berkisar pada skala 0–40 yang menunjukkan kecenderungan sikap negatif. Kecenderungan ini memmengaruhi penggunaan dan pilihan bahasa sehari-hari. Masyarakat lokal cenderung menggunakan bahasa ibu dengan kelompok etnisnya dan  masyarakat pendatang dari Timor Leste. Demikian pula dengan masyarakat pendatang dari Timor Leste yang cenderung menggunakan bahasa lokal jika berbicara dengan masyarakat lokal. Sementara itu, bahasa ibu digunakan dengan sesama penutur dari Timor Leste.  
VITALITAS BAHASA LAMPUNG DI PEKON PENENGAHAN, KECAMATAN KARYA PENGGAWA, KABUPATEN PESISIR BARAT Satwiko Budiono; Retno Handayani; Sri Winarti
Linguistik Indonesia Vol. 41 No. 1 (2023): Linguistik Indonesia
Publisher : Masyarakat Linguistik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/li.v41i1.389

Abstract

Penelitian ini berusaha menelusuri vitalitas bahasa Lampung di Pekon Penengahan, Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena Pekon Penengahan termasuk desa tua dan didominasi oleh penutur bahasa Lampung. Ada 120 responden yang menjadi subjek penelitian ini. Dengan menggunakan metode kuantitatif and kualitatif, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa vitalitas bahasa Lampung di Pekon Penengahan, Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat memiliki status tergolong rentan dengan indeks 0,72. Vitalitas bahasa Lampung didominasi oleh indikator pewarisan bahasa antargenerasi dan ranah penggunaan bahasanya dengan status vitalitas bahasa yang rentan.