Iezzati Qudratika
Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Yuridiksi Politis Lembaga Wali Nanggroe Sebagai Lembaga Kepemimpinan Adat Independen Guna Menghindari Disorientasi Kekuasaan;Political Jurisdiction Of Wali Nanggroe Institution As Independen Custom Guidance To Avoid Disorientation Of Power Iezzati Qudratika; ubaidullah Ubaidullah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Vol 2, No 4 (2017): November 2017
Publisher : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (667.894 KB)

Abstract

ABSTRAKQanun Lembaga Wali Nanggroe (LWN) merupakan sebuah produk hukum yang lahir pasca penandatanganan MoU Helsinki pada tahun 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka dan Pemerintah Republik Indonesia. Serta merupakan derivasi lanjutan atas UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tumpang tindih kelembagaan yang terjadi antara MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN Serta untuk mengetahui wewenang dan yuridiksi LWN dalam menjadi pembina, pengawal dan penyantun kehidupan Pemerintah Aceh.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dan observasi (pengamatan dan magang). Kemudian penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan lain yang bersangkutan dengan penelitian ini guna memperoleh data sekunder.Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya tumpang tindih kelembagaan, tugas, fungsi hingga perbedaan nomen klatur pada MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal dengan Majelis Fungsional LWN yang diatur dalam Qanun Nomor 3 Tahun 2013. Wewenang yang dimiliki oleh LWN hanya sebatas otorisasi yang bersifat kolegial, konsultatif dan advokatif.Kesimpulan menunjukkan bahwa adanya permasalahan tumpang-tindih tugas, wewenang maupun kelembagaan tersebut menyebabkan tidak optimalnya pencapaian Renstra maupun pengimplementasian tugas dari wewenang LWN yang bersifat sebagai pembina dan mitra kerja Pemerintahan Aceh. Saran kepada Pemerintah Aceh dan LWN adalah dengan melakukan revisi dan penambahan konsideran terhadap Qanun MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal terait pengintegrasian keempat lembaga tersebut kedalam Majelis Fungsional LWN. Kata Kunci    : Tumpang Tindih Kelembagaan, Wewenang, Lembaga Wali Nanggroe, MAA, MPD, MPU dan Baitul Mal, Qanun. ABSTRACTQanun or regulation of Wali Nanggroe institution is a legal product that was established after the sign of Helsinki MoU in 2005 between the free Aceh Movement and the Goverment of the Republic of Indonesia and is a further derivation of Law Number 11 Year 2006 Abaout Aceh Goverment (UUPA).The purpose of this studi is to analyze the overlapping of institutions that occurred between MAA, MPD, MPU and Baitul Mal with the Fuctional Council of Wali Nanggroe Institutions. Further, it is also aimed to know the authority and jurisdiction of Wali Nanggroe Institutions in becoming the builder, guardian and sponsors of Aceh Government life.The method used in this research is descriptive qualitative method. Data collrction techniques used are field research and library research. Field research is conducted to obtain primary data through interviews and observation (internship). Then literature research in order to obtain secondary data.The result of this study indicate that there are MAA, MPD, MPU and Baitul Mal which are integrated into the Fuctional Council of Wali Nanggroe Institution and directly responsible to Wali Nanggroe Institution. However, the four institutions are still working separately with Wali Nanggroe Institutions. This leads to overlapping of institutional and different nomenclature related to existing new regulations. In addition, the authority of Wali Nanggroe Institution is limited to collegial, consultative and advocative authorization of the Aceh Government.The conclusions show that the overlapping of these institutions has resulted in inefficiencies in the achivement of the Restra for Wali Nanggroe Institution as the highest custom guidance as well as the partner of the Aceh Goverment. Suggestion to Wali Nanggroe Institution is the need for further regulation related to structural correction of operational work institutional arraged in Wali Nanggroe Institution Reusam. Further, to the Goverment of Aceh, it is expected that the additional of considerations to the Qanun of MAA, MPD, MPU and Baitul Mal for the integration of these four institutions in Wali Nanggroe Institution will not result in overlapping of duties, functions, juridical collisions or nomenclature differences as well as disorientation of inter-agancy power. Keywords : institutional overlap, Authority, Wali Nanggroe Institution, MAA, MPD, MPU and Baitul Mal, Qanun