ABSTRAK Penelitian yang berjudul “Pemikiran Teungku Muhammad Al Fairusy Al Baghdady Tentang Kepemimpinan” mengangkat tentang biografi dan keterlibatan Abu Dahlan secara tidak langsung dalam bidang politik, beliau hanya menjadi penasehat dan memberi arahan politik kepada unsur-unsur pemimpin Aceh. Dalam pandangan Abu Dahlan politik merupakan merupakan sebuah hal yang bersifat memaksa karena pelakunya sendiri harus melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam supaya mendapatkan kekuasaan. Bagaimana kekuasaan dan kepemimpinan dijalankan sesuai amanah untuk mensejahterakan rakyat jika tujuan dari seorang pemimpin yang buruk dan dosa. Maka seharusnya seseorang yang ingin menjadi pemimpin memperbaiki dirinya sendiri sebelum memperbaiki dan menjadi pemimpin orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana pemikiran tentang konsep kepemimpinan dan latar Sosial-Politik Teungku Muhammad Dahlan Al Fairusy Al Bagdhady. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi kepustakaan. Penelitian ini menggunakan teori pemikiran politik islam, teori pemikiran politik Islam Al Farabi dankonsep sosiologi-politik untuk menganalisa permasalahan yang terjadi dimasyarakat. Hasil penelitian menunjukkan adanya konsep kepemimpinan menurut Abu Dahlan dilihat dari beberapa sub kepemimpinan yaitu, tujuan, tugas dan fungsi pemimpin, kriteria pemimpin, pengangkatan pemimpin dan latar sosial politik Abu Dahlan sebagai seorang pemimpin Zawiyah Tanoh Abee yang ikut terlibat dalam politik, namun tidak terlibat langsung dalam politik praktis. Hal ini dikarenakan Abu Dahlan merupakan salah satu ulama sufi yang mengamalkan ilmu Tasawuf, yang mana seseorang yang mengamalkan ilmu Tasawuf beranggapan bahwa salah satu penyebab praktik, dan ilmu Tasawuf tidak bisa berkembang dalam tubuh seorang manusia disebabkan karena ketergantungan pada patron pemerintah, yang sumber dananya dianggap tidak bersih. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kepemimpinan merupakan amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan serta seorang pemimpin seharusnya bukan dipilih oleh masyarakat karena tidak semua masyarakat memiliki pengetahuan bagaimana melihat seorang pemimpin yang layak untuk dipilih dan seorang pemimpin dipilih oleh para tokoh baik itu tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ketika Abu Dahlan menjadi pemimpin Zawiyah Tanoh Abee beliau secara khusus tidak melakukan politik praktis artinya pasca perang Aceh kepemimpinan Abu Dahlan lebih kepada kepemimpinan seorang ulama dan persoalan politik tidak menjadi agenda utama di Zawiyah Tanoh Abee. ABSTRACT The research entitled "The Thought of Teungku Muhammad Al Fairusy Al Baghdady on Leadership" draws on the biography and involvement of Abu Dahlan indirectly in the field of politics, he is only an advisor and gives political direction to elements of Aceh's leaders. According to Abu Dahlan, politics is a matter of force because it must do things that are forbidden by Islam to gain power. How power and leadership are carried out by the mandate for the prosperity of the people if the goals of a leader are bad and sinful. So the prospective leader should be someone who wants to improve himself before mending and becoming a leader of others. This study aimed to see how the thoughts on the concept of leadership and Social-Politics background of Teungku Muhammad Dahlan Al Fairusy Al Bagdhady. The approach used to answer the research problem is descriptive qualitative with observation, interview, and documentation of library as data collection. This study used the theory of Islamic political thoughts, the theory of Islamic political thought of Al Farabi and Sociological-political concepts to analyze problems that occur in the community. The result of the research showed that the idea of leadership according to Abu Dahlan is seen from several sub-leadership, that is, the objectives, duties and functions of the leader, the criteria of the leader, the appointment of the leader and the social-political background of Abu Dahlan as a leader of Zawiyah Tanoh Abee who is involved in politics but not directly involved in practical politics.This is because Abu Dahlan is one of the Sufi scholars who practice the science of Sufism. A person who practices Sufism assumes that one of the causes of practice and the science of Sufism can not develop in a human body due to dependence on government patrons, whose sources of funding are considered not clean. From this research, it can be concluded that leadership is trustworthy, a gift from Allah SWT, not something that is demanded, pursued, and contested. In addition, a leader should not be chosen by the society because not all people have knowledge how to see a leader who is eligible to be elected. However, a leader must be chosen by religious leaders and community leaders. When Abu Dahlan became the leader of Zawiyah Tanoh Abee, he specifically did not practice politics, it means that at post-war Aceh Abu Dahlan's leadership was more to the leadership of a cleric, and political issues did not become the main agenda at Zawiyah Tanoh Abee.