Pasal 102A huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Kepabeanan menyebutkan bahwa setiap orang mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dengan dokumen yang sah sesuai dengan pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9A ayat (1) dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang ekspor dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.50.000.000 dan paling banyak Rp.5.000.000.000, meski telah diancam pidan kenyatannya masih terdapat adanya kasus penyelundupan mobil yang terjadi dan dalam penyidikan terdapat hambatan yang dialami oleh penyidik. Hasil penelitian menjelaskan bahwa pelaksanaan penyidikan tindak pidana penyelundupan mobil dimulai dari proses penyelidikan, pengiriman surat perintah dilakukan penyidikan, upaya paksa, pemeriksaan, gelar perkara, penyelesaian berkas perkara, penyerahan berkas perkara ke penuntut umum, penyerahan tersangka dan barang bukti, penghentian penyidikan. Hambatan yang dialami oleh penyidik dalam menangani kasus tindak pidana penyelundupan mobil karena adanya oknum yang membekingi para pelaku tindak pidana penyelundupan serta kemudian kesadaran hukum masyarakat masih lemah dan krisis ekonomi sebagian masyarakat tidak mempedulikan barang “gelap” yang dibeli, yang penting membeli dengan harga murah. Upaya yang dilakukan oleh penyidik dalam menanggulangi tindak pidana penyelundupan mobil memberikan penyuluhan hukum tentang kepabeanan, melakukan razia rutin, melakukan penindakan tugas serta melakukan dengan teliti kelengkapan dokumen-dokumen barang yang akan dikirim guna meminimalisir terjadinya penyelundupan. Disarankan kepada semua pihak baik dari Bea dan cukai, Kepolisian, TNI atau instansi terkait untuk lebih sering melakukan razia di dalam kawasan pabean dan segera melaksanakan hukuman kepada para pelaku tindak pidana penyelundupan secara tegas dalam proses penindakan dan dihukum sesuai Undang-undang yang berlaku serta lebih sering mensosialisasikan peraturan Kepabeanan kepada masyarakat.