Abstrak - Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pangan, di dalam Pasal 139 menjelaskan bahwa “Barang siapa dengan sengaja membuka kemasan akhir pangan dalam sebuah produk dagang dapat di kenakan pidana penjara 5 (lima) tahun atau membayar denda Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sebagaimana dalam Pasal 84 ayat (1)[1]. Dalam prakteknya masih terjadi tindak pidana membuka karung kemasan untuk dikemas kembali dan di perdagangkan di wilayah hukum Kepolisian Resor Aceh Besar. Hasil penelitian menjelaskan bahwa hambatan penyidik adalah pelaku pada awalnya memberikan keterangan atau jawaban yang berbelit-belit saat dimintai keterangan oleh penyidik dalam pemeriksaan sehingga memperlambat proses pemeriksaan, modus operandi yang dilakukan pelaku adalah dengan cara membeli beras raskin yang diterima oleh masyarakat yang mana kemudian masyarakat menjual beras tersebut kepada pelaku dan pelaku kemudian memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membeli beras raskin yang dijual masyarakat. Upaya kepolisian dalam penggeledahan dan penyitaan alat bukti yaitu setelah mendapatkan informasi dari masyarakat mengenai adanya pelaku yang melakukan tindak pidana membuka karung kemasan untuk dikemas kembali dan di perdagangkan, pihak kepolisian segera melakukan penggerebekan dan penggeledahan untuk mengamankan para pelaku beserta alat bukti yang ada sehingga praktek penjualan beras raskin Bulog yang telah diganti kemasan tersebut tidak berlanjut. Diharapkan juga kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap penjualan produk pangan salah satunya beras yang dijual dengan harga murah sehingga masyarakat bisa mendapatkan beras yang memang layak di konsumsi.Kata Kunci : Modus Operandi, Hambatan, Upaya Abstract - Article 139 of Law Number 8 of 2012 concerning Food "Every person who intentionally opens the final package of Food to be repackaged and traded as referred to in Article 84 paragraph (1) shall be punished with imprisonment for a maximum of 5 (five) years or a fine maximum of Rp. 10,000,000,000.00 ". In practice, criminal acts still open the final package of food to be repackaged and traded in the jurisdiction of the Aceh Besar Resort Police. The results of the study explained that the obstacle of investigators was that the perpetrators initially provided convoluted information or answers when questioned by investigators in the examination which slowed the inspection process, the modus operandi of the perpetrators was to buy raskin rice that was received by the community which then sold the rice was to the perpetrators and the perpetrators then took advantage of the opportunity to buy raskin rice sold by the community. Police efforts in the search and seizure of evidence, namely after getting information from the public about the perpetrators who committed a crime, opened the final package of food to be repackaged and the police immediately conducted raids and searches to secure the perpetrators along with available evidence so that the sales practice Raskin rice that has been replaced by Bulog, the packaging does not continue. It is also hoped that the public will be careful about selling food products, one of which is rice sold at low prices so that people can get rice that is worth consuming.Keyword: implementation, Detention, Effort[1] Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pangan