Kegiatan bisnis perusahaan secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Untuk mengoptimalkan dampak positif serta meminimalkan dampak negatif maka perusahaan berkomitmen untuk mengembangkan etika dan praktik bisnis yang berkelanjutan guna meningkatkan kualitas ekonomi, sosial dan lingkungan melalui kegiatan Tanggung jawab Sosial Perusahaan/TSP (Corporate Social Responsibility/CSR). Artikel ini memaparkan perkembangan pola kontribusi perusahaan dalam masyarakat yang bersifat tradisional hingga lahirnya konsep TSP yang dianggap paling bermanfaat bagi masyarakat. Peneliti sebelumnya memaparkan beberapa kategori pelaksanaan TSP dilihat dari motivasinya seperti: Hu, dkk (2013) membaginya dalam tiga kategori yaitu altruism, strategic choice, dan greenwashing dan Zaim, dkk (2004) dalam tiga kategori yaitu karikatif, filantropis, dan kewargaan. Pelaksanaan TSP di Indonesia berpijak pada beberapa peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mewajibkan pelaksanaan kegiatan TSP hanya bagi perusahaan yang menjalankan usahanya yang berkaitan dengan sumberdaya alam. Meski begitu, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara implisit mewajibkan perusahaan yang bergerak dibidang lain untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Kreitner (2009) membagi strategi pelaksanaan TSP menjadi empat, yaitu: Strategi Reaktif, Strategi Defensif, Strategi Akomodatif, Strategi Proaktif. Pemilihan strategi ini secara tidak langsung mencerminkan komitmen perusahaan dalam menyelenggarakan TSP sehingga pihak-pihak terkait seperti masyarakat dan pemerintah dapat memberikan reward and punishment