In Christianity, a friendly religious attitude has a much deeper meaning than the general meaning. According to the teachings of the Bible, this attitude is not limited to a duty to be carried out but is an inherent necessity of life for believers. The purpose of this research is to present a friendly religious construction through meditation in the Gospel of Matthew 23:25-32. This is important to convey considering that nowadays disharmony in life is increasing as a result of the appreciation and practice of religions that do not contain the truth. The research method uses descriptive qualitative with a hermeneutic approach. The results of the research found that a friendly religion according to God's teachings contains a noble element, namely self-awareness as a weak creature who is completely dependent on God. The main principle of friendly religion according to the theological study of Matthew 23 is the need for a foundation that is in accordance with the truth of God's word, namely a perspective on oneself as a weak sinful creature and a perspective on others as friends who must be loved and appreciated as God loves. AbstrakDalam Kekristenan sikap beragama yang ramah memiliki makna yang jauh lebih mendalam dari makna secara umum. Sesuai ajaran Alkitab, sikap tersebut bukan sebatas sebagai tugas untuk dijalankan namun merupakan kebutuhan hidup yang melekat bagi umat percaya. Tujuan riset ini adalah menuangkan kontruksi beragama yang ramah melalui perenungan dalam Injil Matius 23:25-32. Hal ini penting disampaikan mengingat saat ini disharmonisasi kehidupan semakin meningkat sebagai akibat penghayatan dan pengamalan agama yang tidak memuat kebenaran. Metode riset mempergunakan deskriptif kualitatif dengan pendekatan hermeneutik. Hasil riset menemukan bahwa beragama yang ramah sesuai ajaran Tuhan mengandung unsur mulia yaitu kesadaran diri sebagai makhluk lemah yang bergantung sepenuhnya pada Tuhan. Prinsip utama beragama yang ramah menurut Kajian Matius 23 secara teologis adalah dibutuhkannya landasan yang sesuai kebenaran firman Tuhan yaitu cara pandang terhadap diri pribadi sebagai makhluk berdosa yang lemah dan cara pandang terhadap sesama sebagai sahabat yaang harus dikasihi serta dihargai sebagaimana Tuhan mengasihi.