Ngurah Nyoman Wiadnyana
Pusat Riset Perikanan Tangkap, Ancol-Jakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

KONDISI HABITAT DAN KAITANNYA DENGAN JUMLAH PENYU HIJAU (Chelonia mydas) YANG BERSARANG DI PULAU DERAWAN, BERAU-KALIMANTAN TIMUR Dharmadi Dharmadi; Ngurah Nyoman Wiadnyana
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 14, No 2 (2008): (Juni 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1342.351 KB) | DOI: 10.15578/jppi.14.2.2008.195-204

Abstract

Chelonia mydas merupakan spesies penyu yang paling umum dari 6 spesies yang ditemukan di Indonesia. Dewasa ini, jumlah penyu hijau banyak mengalami penurunan, karena berbagai faktor seperti ada perburuan dan pengambilan telur penyu secara ilegal, serta terjadi degradasi habitat. Dalam penelitian ini dipelajari kondisi habitat peneluran dan fluktuasi jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan, Kabupaten Berau-Kalimantan Timur, yang diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pengelolaan habitat penyu. Penelitian yang dilakukan pada bulan Maret dan September 2006 menggunakan metode survei dan pengamatan langsung di lapangan. Deskripsi dari habitat penyu bertelur adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian pantai dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas pasang surut antara 30 sampai dengan 50 m. Kondisi pantai berpasir tidak kurang dari 90% dan sisa debu maupun tanah liat dengan diameter butiran halus sampai dengan sedang. Jumlah penyu yang mendarat di Pulau Derawan 408 ekor pada tahun 2004 menurun menjadi 168 ekor pada tahun 2005. Penurunan jumlah penyu hijau (Chelonia mydas) yang mendarat di Pulau Derawan disebabkan oleh menurunnya kondisi lingkungan pantai akibat meningkatnya aktivitas masyarakat, berkurangnya kerapatan vegetasi pantai akibat abrasi, dan berkurangnya ruang tempat peneluran karena pembangunan rumah wisata di pinggir pantai di Pulau Derawan. Green turtle is a most common of six turtles species found in Indonesia. Actualy, this turtle population has much decreased, due to some factors, such as turtle hunting and turtle eggs taking illegally as well as habitat degradation occurrence. The current work studied the condition of nesting habitat and the fluctuation of green turtle (Chelonia mydas) population landed in Derawan Island, Berau District in East Kalimantan, with hope that the results are usefull as input for better management of sea turtle habitat. The study that was conducted on March and September 2006 used survey methods and direct observation in the field. Habitat description of green turtle (Chelonia mydas) shows that the area for nesting is the sandy coast of less than 30° slope, silt as well as compacted beach with small and medium grains diameter, and the difference between low and high tide is 30 to 50 cm. Green turtle (Chelonia mydas) number in the nesting area of Derawan Island was 408 individuals in 2004 and decreased to about 168 individuals in 2005. This condition might be caused by the degradation of nesting habitat environment due to the increase of human activity, decrease of coastal vegetation density by coastal abration, and decrease of nesting habitat caused by the builts of housing and resort in the coastal area of Derawan Island.
STATUS SUMBER DAYA DAN PERIKANAN TERIPANG DI INDONESIA: PEMANFAATAN DAN PERDAGANGAN Ngurah Nyoman Wiadnyana; Reny Puspasari; Ralph Thomas Mahulette
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 1, No 1 (2009): (Mei 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.961 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.1.1.2009.45-60

Abstract

Tulisan ini mencoba memberikan informasi tentang status sumber dayadan perikanan teripang serta pemanfatannya berdasarkan pada hasil-hasil penelitian di perairan Indonesia. Terletak di wilayah tropis, perairan Indonesia memiliki beranekaragam jenis sumber daya ikan termasuk teripang yang pemanfaatannya cukup intensif di berbagai daerah. Sumber daya teripang berperan penting sebagai salah satu komoditas ekspor perikanan ke manca negara. Dari sekitar 53 jenis teripang, yang ditemukan, terdapat sekitar 22 jenis yang dapat dikonsumsi, dan 8 jenis diantaranya memiliki nilai pasar tinggi. Ke-8 jenis tersebut adalah teripang pasir (Holothuria scraba), teripang susuan atau koro (H. nobilis dan H. fuscogiva), teripang batu (Actinopyga echinites), teripang bilabo (A. lecanora), teripang lotong (A. miliaris), teripang mata kucing (Bohadschia argus), dan teripang nanas (Theleonata ananas). Banyak nya permintaan pasar ekspor dengan harga yang sangat tinggi telah memacu masyarakat untuk memburu teripang secara besar-besaran sehingga terjadi peningkatan produksi teripang secara nasional. Fenomena ini terlihat dari terjadinya peningkatan produksi teripang kering pada 2 tahun terakhir (tahun 2005 sampai 2006) yang mencapai 100% dibandingkan tahun-tahunsebelumnya. Permasalahan yang timbul adalah populasi teripang tampak semakin menurun dengan kepadatan yang relatif rendah (<1 ind m-2). Sementara itu, belum ada peraturan yang khusus mengatur tentang pengelolaan perikanan teripang di Indonesia. Dari hasil kajian ini dapat direkomendasikan bahwa (i) perlu ada peraturan tentang eksplotasi teripang yang mencakup pengaturan musim pengambilan, jumlah dan ukuran teripang, serta pengawasan terhadap pengambilan teripang melalui penegakan hukum; (ii) melakukan kegiatan pemacuan stok teripang dengan pengembangan sentra perbenihan teripang; dan (iii) perlu dilakukan upaya konservasi terhadap sumber daya teripang terutama jenis-jenis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sejalan dengan penetapan kawasan konservasi laut.The current paper tries to provide information on the sea cucumbers resource and fishery status as well as its utilization based on research results in Indonesian waters. Located in tropical region, Indonesian waters contains widely variety of marine resources including sea cucumbers which are utilisized intensively in some regions. Sea cucumbers resource plays an important role as one of the principal fisheries commodities exported to foreign countries. From 53 species of sea cucumbers, there are about 22 consumable species and eight species among them having important price. Those eight species are sandfish (Holothuria scraba), black teathfish and white teathfish (H. nobilis and H. fuscogiva), brown fish (Actinopyga echinites), stone fish (A. lecanora), black fish (A. miliaris), leopard (tiger) fish (Bohadschia argus), and prickly redfish (Theleonata ananas). The highly market demand and price for sea cucumbers have stimulated the community to harvesting sea cucumbers in large number, resulting the increase of the production in national level. This phenomenon appeared from the significant increasing dry sea cucumbers productions in last two years (2005 until 2006), with value reaching about 100% compared to those recorded in years previous year. The problem raised is the depleting of sea cucumbers stock, falling down to low density level (<1 individual m2). Meanwhile, there is not any specific regulation to manage sea cucumbers fisheries in Indonesia. This study might recommend that (i) the need of regulation concerning on sea cucumbers exploitation with scope including season of harvest, number, and size as well as the controlling to the sea cucumbers harvest by low enforcement; (ii) to carry out stock enhancement activity with developing sea cucumbers hatchery; and (iii) the need of conservation measure for sea cucumbers, especially those with having high price, in accordance to the establishment of marine protected area.