Ignatius Tri Hargiyatno
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumber Daya Ikan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PENINGKATAN KINERJA PELABUHAN PERIKANAN: STUDI KASUS PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG Suryanto Suryanto; Setiya Triharyuni; Ignatius Tri Hargiyatno
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 20, No 3 (2014): (September 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.178 KB) | DOI: 10.15578/jppi.20.3.2014.169-176

Abstract

Pengukuran waktu penyerahan ikan dan tingkat aktifitas dermaga, sebagai bagian dari usaha peningkatan kinerja di PPN Brondong, dilakukan dengan menggunakan simulasi antrian. Simulasi dilakukan dengan memanfaatkan data kedatangan dan hasil tangkapan kapal, data enumerator dan sampling di PPN Brondong periode Agustus-Desember 2012-Januari-Juli 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kinerja dapat dilakukan melalui kesepakatan semua pihak yang berkepentingan untuk mengubah jam pelayanan armada dogol mingguan dan rawai dasar dari jam 05:00 menjadi jam 02:30 serta memindahkan kegiatan sortasi ikan dari dermaga ke Pusat Pendaratan dan Distribusi Ikan (PPDI). Langkah tersebut dapat menurunkan tingkat aktifitas dermaga pada musim ikan menjadi lebih ideal, 76-79%; menambah 29 unit kapal setara dogol mingguan per hari untuk sandar serta meningkatkan efektifitas tenaga kerja sortasi dan akan mempersingkat waktu penyerahan ikan sebesar 52%.The measurements of fish delivery time and berth occupancy ratio, as part of the efforts to improve the performance of Brondong Achipelagic Fishing Port, were done using quenching simulation. The data on number vessel arrival and their catches of August to December 2012-January-July 2013 and enumerator’s data as well as sampling data were used in the simulations. Results showed that the port performance improvement can be done through agreement of all parties concerned to change the start of port service for weekly Danish seiners and bottom long liner from 05:00 am to 02:30 am and to move on sorting activity from the pier to the fish landing and distribution centre (PPDI). Such actions would reduce the level of berth activity, during fishing season, to more ideal value of 76-79%; augment additional 29 units of weekly Danish seines per day to berth and increase the effectiveness of labor sorting. Finally, these measures would shorten fish delivery time by 52%.
HUBUNGAN PANJANG-BERAT DAN FAKTOR KONDISI LOBSTER BATU (Panulirus penicillatus) DI PERAIRAN SELATAN GUNUNG KIDUL DAN PACITAN Moh Fauzi Fauzi; Andhika Prima Prasetyo; Ignatius Tri Hargiyatno; Fayakun Satria; Andria Ansri Utama
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 5, No 2 (2013): (Agustus 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1009.179 KB) | DOI: 10.15578/bawal.5.2.2013.97-102

Abstract

Perairan di sebelah selatan Gunung Kidul dan Pacitan merupakan daerah penangkapan lobster yang cukup potensial. Analisis hubungan panjang berat, faktor kondisi dan sebaran kisaran panjang lobster batu (Panulirus penicillatus) di perairan tersebut dilakukan pada bulan Maret 2010 hingga Maret 2012. Pengukuran panjang-berat terhadap 1.803 individu lobster batu menunjukkan pola pertumbuhan yang bersifat allometrik negatif. Faktor kondisi lobster memiliki kesamaan antara jenis kelamin jantan dan betina dan terdapat kecenderungan menurunnya faktor kondisi dengan bertambahnya panjang (umur). Panjang karapas dominan berada pada kisaran antara 45-50mm. Lobster betina yang membawa telur ditemukan pertama kali pada kelas panjang karapas antara 35-40mm.The waters in the south of Gunung Kidul and Pacitan were indicated as a potentially fishing ground of spiny lobster. Analysis of Length-weight relationship, condition factor and distribution of the pronghorn spiny lobster (Panulirus penicillatus) in those waters were conducted in March 2010 through March 2012. Length-weight measurements on 1.803 individual lobsters showed allometric negative growth patterns. Lobster have in common condition factor between male and female, and there is a tendency condition factor decreased with increasing length (age). Dominant carapace length is in the range between 45-50mm. Female lobsters carrying eggs were first discovered in the class of carapace length between 35-40mm. 
HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PADA PUKAT UDANG DAN ALTERNATIF PEMANFAATANNYA DI LAUT ARAFURA Bambang Sumiono; Ignatius Tri Hargiyatno
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 4, No 2 (2012): (November 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (70.1 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.4.2.2012.85-91

Abstract

Usaha penangkapan udang di Laut Arafura selain komoditas udang yang menjadi target penangkapannya juga banyak tertangkap berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya sebagai hasil tangkap sampingan (HTS, by-catch). Pada saat ini proporsi jenis ikan yang berukuran kecil dan hasiltangkapan kepiting yang tidak dapat dimakan cenderung meningkat, diikuti oleh menurunnya proporsi ikan berukuran relatif besar (ikan demersal ekonomis penting). Berdasarkan nilai rata-rata rasio HTSterhadap udang, diperoleh rasio rata-rata di Laut Arafura sebesar 12:1. Permasalahan HTS masih menjadi isu utama dalam pengelolaan perikanan pukat udang di Laut Arafura, karena pada umumnya HTS tersebut dibuang kembali ke laut dan hanya sebagian kecil dari ikan-ikan ekonomis yang dimanfaatkan oleh ABK. Kondisi tersebut sangat ironis, sebab HTS tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau sebagai pakan ternak yang mempunyai gizi tinggi. Oleh karena itu, perlumenjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan pengelolaan untuk pemanfaatan HTS yang melimpah dan belum dimanfaatkan optimal. Tulisan ini membahas secara ringkas tentang densitas dan komposisi jenis ikan, daerah penyebaran, rasio HTS terhadap udang serta beberapa saran upaya pemanfaatan HTS untuk kepentingan industri perikanan.Commercially shrimp fishery in the Arafura Sea exploits a large amount of by-catch fishing composed mostly of demersal fish. In recent years, the small size of finfish and non edible crabs are found in large quantities in certain areas, meanwhile large finfish are rarely caught. Based on average value by sub areas of bycatch to shrimps, the average of ratio fish to shrimp in the Arafura Sea was 12 : 1. By-catch is remained the main issues of shrimp fishery management in the Arafura Sea. This is because of the by-catch was mostly discarded to the sea and only small portion of that by-catch was utilized by vessel’s crew. This phenomenon was ironic due to the by-catch was potentially suitable for human food consumption or processed to be animal feed. Management policies for improving the utilization of by-catch are still needed. Resource abundance and catch composition, ratio of shrimp and fish, and some recommendations for management option as a possible solution to the problem of utilization of shrimp by-catch in the Arafura Sea for fishing industry were discussed in this paper